Jendral
Besar Soedirman
(Ejaan Soewandi: Sudirman) (lahir di Bodas Karangjati, Rembang, Purbalingga, 24
Januari 1916. enderal Sudirman merupakan salah satu tokoh besar di antara
sedikit orang lainnya yang pernah dilahirkan oleh suatu revolusi. Saat usianya
masih 31 tahun ia sudah menjadi seorang jenderal. Meski menderita sakit
paru-paru yang parah, ia tetap bergerilya melawan Belanda. Ia berlatarbelakang
seorang guru HIS
Muhammadiyah di
Cilacap dan giat di kepanduan Hizbul Wathan
Ketika pendudukan Jepang, ia masuk
tentara Pembela Tanah Air (Peta) di Bogor yang begitu tamat pendidikan,
langsung menjadi Komandan Batalyon di Kroya. Menjadi Panglima Divisi V/Banyumas
sesudah TKR terbentuk, dan akhirnya terpilih
menjadi Panglima Angkatan Perang Republik Indonesia (Panglima TNI). Ia
merupakan Pahlawan Pembela Kemerdekaan yang tidak perduli pada keadaan dirinya
sendiri demi mempertahankan Republik Indonesia yang dicintainya. Ia tercatat
sebagai Panglima sekaligus Jenderal pertama dan termuda Republik ini.
Sudirman merupakan salah satu pejuang dan pemimpin teladan bangsa ini.
Pribadinya teguh pada prinsip dan keyakinan, selalu mengedepankan kepentingan
masyarakat banyak dan bangsa di atas kepentingan pribadinya. Ia selalu
konsisten dan konsekuen dalam membela kepentingan tanah air, bangsa, dan
negara. Hal ini boleh dilihat ketika Agresi Militer II Belanda. Ia yang dalam
keadaan lemah karena sakit tetap bertekad ikut terjun bergerilya walaupun harus
ditandu. Dalam keadaan sakit, ia memimpin dan memberi semangat pada prajuritnya
untuk melakukan perlawanan terhadap Belanda. Itulah sebabnya kenapa ia
disebutkan merupakan salah satu tokoh besar yang dilahirkan oleh revolusi
negeri ini.
Sudirman yang dilahirkan di Bodas
Karangjati, Purbalingga, 24 Januari 1916, ini memperoleh pendidikan formal dari
Sekolah Taman Siswa, sebuah sekolah yang terkenal berjiwa nasional yang tinggi.
Kemudian ia melanjut ke HIK (sekolah guru) Muhammadiyah, Solo tapi tidak sampai
tamat. Sudirman muda yang terkenal disiplin dan giat di organisasi Pramuka
Hizbul Wathan ini kemudian menjadi guru di sekolah HIS Muhammadiyah di Cilacap.
Kedisiplinan, jiwa pendidik dan kepanduan itulah kemudian bekal pribadinya
hingga bisa menjadi pemimpin tertinggi Angkatan Perang.
Sementara pendidikan militer diawalinya dengan mengikuti pendidikan tentara
Pembela Tanah Air (Peta) di Bogor. Setelah selesai pendidikan, ia diangkat
menjadi Komandan Batalyon di Kroya. Ketika itu, pria yang memiliki sikap tegas
ini sering memprotes tindakan tentara Jepang yang berbuat sewenang-wenang dan
bertindak kasar terhadap anak buahnya. Karena sikap tegasnya itu, suatu kali
dirinya hampir saja dibunuh oleh tentara Jepang.
Setelah Indonesia merdeka, dalam suatu
pertempuran dengan pasukan Jepang, ia berhasil merebut senjata pasukan Jepang
di Banyumas. Itulah jasa pertamanya sebagai tentara pasca kemerdekaan
Indonesia. Sesudah Tentara Keamanan Rakyat (TKR) terbentuk, ia kemudian
diangkat menjadi Panglima Divisi V/Banyumas dengan pangkat Kolonel. Dan melalui
Konferensi TKR tanggal 2 Nopember 1945, ia terpilih menjadi Panglima Besar
TKR/Panglima Angkatan Perang Republik Indonesia. Selanjutnya pada tanggal 18
Desember 1945, pangkat Jenderal diberikan padanya lewat pelantikan Presiden.
Jadi ia memperoleh pangkat Jenderal tidak melalui Akademi Militer atau
pendidikan tinggi lainnya sebagaimana lazimnya, tapi karena prestasinya.
Ketika pasukan sekutu datang ke
Indonesia dengan alasan untuk melucuti tentara Jepang, ternyata tentara Belanda
ikut dibonceng. Karenanya, TKR akhirnya terlibat pertempuran dengan tentara
sekutu. Demikianlah pada Desember 1945, pasukan TKR yang dipimpin oleh Sudirman
terlibat pertempuran melawan tentara Inggris di Ambarawa. Dan pada tanggal 12 Desember
tahun yang sama, dilancarkanlah serangan serentak terhadap semua kedudukan
Inggris. Pertempuran yang berkobar selama lima hari itu akhirnya memaksa
pasukan Inggris mengundurkan diri ke Semarang.
Pada saat pasukan Belanda kembali
melakukan agresinya atau yang lebih dikenal dengan Agresi Militer II Belanda,
Ibukota Negara RI berada di Yogyakarta sebab Kota Jakarta sebelumnya sudah
dikuasai. Jenderal Sudirman yang saat itu berada di Yogyakarta sedang sakit.
Keadaannya sangat lemah akibat paru-parunya yang hanya tingggal satu yang
berfungsi.
Dalam Agresi Militer II Belanda itu, Yogyakarta pun kemudian berhasil dikuasai
Belanda. Bung Karno dan Bung Hatta serta beberapa anggota kabinet juga sudah
ditawan. Melihat keadaan itu, walaupun Presiden Soekarno sebelumnya telah
menganjurkannya untuk tetap tinggal dalam kota untuk melakukan perawatan. Namun
anjuran itu tidak bisa dipenuhinya karena dorongan hatinya untuk melakukan
perlawanan pada Belanda serta mengingat akan tanggungjawabnya sebagai pemimpin
tentara.
Maka dengan ditandu, ia berangkat
memimpin pasukan untuk melakukan perang gerilya. Kurang lebih selama tujuh
bulan ia berpindah-pindah dari hutan yang satu ke hutan yang lain, dari gunung
ke gunung dalam keadaan sakit dan lemah sekali sementara obat juga hampir-hampir
tidak ada. Tapi kepada pasukannya ia selalu memberi semangat dan petunjuk
seakan dia sendiri tidak merasakan penyakitnya. Namun akhirnya ia harus pulang
dari medan gerilya, ia tidak bisa lagi memimpin Angkatan Perang secara
langsung, tapi pemikirannya selalu dibutuhkan.
Sudirman yang pada masa pendudukan Jepang menjadi anggota Badan Pengurus
Makanan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Keresidenan Banyumas, ini
pernah mendirikan koperasi untuk menolong rakyat dari bahaya kelaparan. Jenderal
yang mempunyai jiwa sosial yang tinggi, ini akhirnya harus meninggal pada usia
yang masih relatif muda, 34 tahun.
Pada tangal 29 Januari 1950, Panglima Besar ini meninggal dunia di Magelang dan
dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Semaki, Yogyakarta. Ia dinobatkan sebagai
Pahlawan Pembela Kemerdekaan.
Berikut Ini Data Lengkap Tengtang Jendral Besar
Soedirman
Nama: Jenderal Sudirman
Lahir: Bodas Karangjati, Purbalingga, 24 Januari 1916
Meninggal: Magelang, 29 Januari 1950
Agama: Islam
Pendidikan Fomal:
- Sekolah Taman Siswa
- HIK Muhammadiyah, Solo (tidak tamat)
Pendidikan Tentara:
Pembela Tanah Air (Peta) di Bogor
Pengalaman Pekerjaan:
Guru di HIS Muhammadiyah di Cilacap
Pengalaman Organisasi:
Kepanduan Hizbul Wathan
Jabatan di Militer:
- Panglima Besar TKR/TNI, dengan pangkat Jenderal
- Panglima Divisi V/Banyumas, dengan pangkat Kolonel
- Komandan Batalyon di Kroya
Tanda Penghormatan:
Pahlawan Pembela Kemerdekaan
Meniggal:
Magelang, 29 Januari 1950
Dimakamkan:
Taman Makam Pahlawan Semaki, Yogyakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar