Jaka Tarub dan Nawang Wulan
Jika
sebelumnya saya membahas Jaka Tarub dan Nawang Wulan a la negeri lain, kali ini
saya mengisahkan versi di Indonesia. Kisah ini terkenal berasal dari Jawa
Tengah dan Jawa Timur. Konon dipercaya kalau keturunan Jaka Tarub dan Nawang
Wulan menjadi raja-raja tanah Jawa. Namun mengingat keberadaan cerita yang
serupa di negara lain, saya tidak menutup kemungkinan kalau ada daerah lain di
Indonesia yang juga memiliki dongeng serupa meski dengan nama-nama tokoh yang
berbeda. Di Jawa Timur, Jaka Tarub lebih dikenal dengan nama Aryo Menak.
Sementara Nawang Wulan dikenal dengan nama Tunjung Wulan.
Jaka
Tarub adalah seorang pemuda gagah yang memiliki kesaktian. Ia sering keluar
masuk hutan untuk berburu maupun menimba ilmu. Ketika suatu hari di malam bulan
purnama ia memasuki hutan, dari kejauhan ia mendengar sayup-sayup suara wanita
yang sedang bercanda. Terdorong oleh rasa penasaran, Jaka Tarub berjalan
mencari arah menuju suara-suara itu. Sampai akhirnya ia menemukan sebuah danau
yang sangat indah di tengah hutan, beserta 7 orang wanita yang sangat cantik
sedang mandi dan bercanda ria.
Dengan
mengendap-ngendap, Jaka Tarub berjalan mendekat. Kemudian ia menemukan pakaian
wanita-wanita tersebut yang tergeletak berserakan. Setelah memilih, ia mencuri
salah satunya dan menyembunyikannya.
Beberapa
saat pun berlalu dan para bidadari sudah hendak kembali ke khayangan. 6 dari
mereka memakai pakaian dan kain mereka, lalu terbang ke langit malam. Barulah
Jaka Tarub mengerti kalau wanita-wanita itu adalah para bidadari khayangan.
Namun seorang bidadari tertinggal di danau. Karena kehilangan pakaiannya ia
tidak bisa kembali ke langit dan kemudian menangis tersedu-sedu.
“Bila
ada yang menemukan pakaian dan kainku, bila laki-laki akan kujadikan suami dan
bila perempuan akan kujadikan saudara,” sumpah sang bidadari. Jaka Tarub
kemudian menampakkan dirinya dan menghibur sang bidadari. Ia memberikan
selembar kain untuk dipakai bidadari itu, namun tetap menyembunyikan pakaiannya
supaya ia tak bisa terbang ke khayangan meninggalkannya. Sang bidadari kemudian
memenuhi sumpahnya dan menikah dengan Jaka Tarub.
(Ada
versi lain dimana Nawang Wulan tidak perlu bersumpah seperti itu. Ketika Nawang
Wulan menangis di danau, Jaka Tarub langsung muncul dan menghiburnya, lalu ia
menawarkan tempat tinggal untuk Nawang Wulan sampai kemudian akhirnya mereka
menikah)
Nawang
Wulan nama bidadari itu, sejak menikah dengannya Jaka Tarub hidup berkecukupan.
Panennya melimpah dan lumbung selalu dipenuhi oleh padi tanpa pernah
berkekurangan. Pakaian Nawang Wulan disembunyikan Jaka Tarub di dalam lumbung
yang selalu penuh. Mereka pun dikaruniai seorang anak (bisa anak laki-laki atau
anak perempuan, tergantung versi ceritanya) dan hidup berbahagia.
Namun
setelah beberapa lama hidup berumah tangga, terusiklah rasa ingin tahu Jaka
Tarub. Setiap hari ia dan keluarganya selalu makan nasi, namun lumbung selalu
tidak pernah berkurang seolah tak ada padi yang dipakai untuk mereka makan.
Suatu
hari Nawang Wulan hendak pergi ke sungai. Ia berpesan pada suaminya supaya
menjaga api tungku di dapur, namun melarangnya untuk membuka tutup periuk (pada
versi lain, Nawang Wulan bahkan melarang Jaka Tarub untuk masuk ke dapur). Jaka
Tarub melakukan pesan istrinya, namun rasa penasaran yang sudah dipendamnya
sejak lama akhirnya membuatnya melanggar larangan yang sudah dipesankan.
Dibukanya tutup periuk dan di dalamnya ternyata hanya ada satu butir beras.
Rupanya selama ini Nawang Wulan hanya membutuhkan sebutir beras untuk memenuhi
kebutuhan nasi mereka sekeluarga dalam sehari.
Ketika
Nawang Wulan pulang dan membuka tutup periuk, hanya ada sebutir beras di
dalamnya. Marahlah Nawang Wulan karena suaminya telah melanggar larangannya,
dan ia pun menjadi sedih karena sejak saat itu ia harus memasak nasi seperti
manusia biasa. Ia harus bersusah payah menumbuk padi banyak-banyak menjadi
beras sebelum kemudian menanaknya menjadi nasi.
Akibatnya
karena dipakai terus menerus, lama kelamaan persediaan padi di lumbung Jaka
Tarub semakin menyusut. Pelan tapi pasti, padi mereka semakin habis, sementara
musim panen masih belum tiba.
Ketika
suatu hari Nawang Wulan kembali mengambil padi untuk ditumbuk, dilihatnya
seonggok kain yang tersembul di balik tumpukan padi. Ketika ditarik dan
diperhatikan, teringatlah Nawang Wulan kalau itu adalah pakaian bidadarinya.
“Rupanya selama ini Jaka Tarub yang menyembunyikan pakaianku. Dan karena isi
lumbung terus berkurang pada akhirnya aku bisa menemukannya kembali. Ini pasti
sudah menjadi kehendak Yang Di Atas,” pikirnya.
Nawang
Wulan kemudian mengenakan pakaian bidadarinya dan mengambil kainnya. Ia lalu
menemui Jaka Tarub untuk berpamitan dan memintanya merawat anak mereka
baik-baik. Jaka Tarub memohon dengan sangat agar istrinya tidak
meninggalkannya, namun sudah takdir Nawang Wulan untuk kembali ke khayangan dan
berpisah dengannya. “Kenanglah aku ketika melihat bulan. Aku akan menghiburmu
dari atas sana,” kata Nawang Wulan. Ia pun kemudian terbang ke langit menuju
khayangan, meninggalkan Jaka Tarub yang menangis dalam penyesalan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar