A. MASUKNYA KEBUDAYAAN
DAN AGAMA HINDU KE INDONESIA
Hubungan dagang antara Indonesia dengan India berpengaruh terhadap masuknya
budaya Hindu - Budha ke Indonesia. Agama Budha disebarluaskan ke Indonesia oleh
para bhiksu, sedangkan mengenai pembawa agama Hindu ke Indonesia terdapat 4
teori sebagai berikut :
1. Teori Ksatria
2. Teori Waisya
3. Teori Brahmana
4. Teori Campuran
Bukti tertua adanya pengaruh India di Indonesia adalah ditemukannya Arca
Budha dari perunggu di Sempaga, Sulawesi Selatan.
B. KERAJAAN KUTAI
Kerajaan Kutai atau Kerajaan Kutai Martadipura (Martapura) merupakan
kerajaan Hindu yang berdiri sekitar abad ke-4 Masehi di Muara Kaman, Kalimantan
Timur. Kerajaan ini dibangun oleh Kudungga. Diduga ia belum menganut agama
Hindu.
Peninggalan terpenting kerajaan Kutai adalah 7 Prasasti Yupa, dengan huruf
Pallawa dan bahasa Sansekerta, dari abad ke-4 Masehi. Salah satu Yupa
mengatakan bahwa "Maharaja Kundunga mempunyai seorang putra bernama
Aswawarman yang disamakan dengan Ansuman (Dewa Matahari). Aswawarman mempunyai
tiga orang putra. yang paling terkemuka adalah Mulawarman.” Salah satu
prasastinya juga menyebut kata Waprakeswara yaitu tempat pemujaan terhadap Dewa
Syiwa.
C. TARUMANEGARA
Kerajaan Tarumanegera di Jawa Barat hampir bersamaan waktunya dengan
Kerajaan Kutai. Kerajaan Tarumanegara didirikan oleh Rajadirajaguru
Jayasingawarman pada tahun 358, yang kemudian digantikan oleh putranya,
Dharmayawarman (382 – 395). Maharaja Purnawarman adalah raja Tarumanegara yang
ketiga (395 – 434 M). Menurut Prasasti Tugu pada tahun 417 ia memerintahkan
penggalian Sungai Gomati dan Candrabaga sepanjang 6112 tombak (sekitar 11 km).
Dari kerajaan Tarumanegara ditemukan sebanyak 7 buah prasasti. Lima
diantaranya ditemukan di daerah Bogor. Satu ditemukan di desa Tugu, Bekasi dan
satu lagi ditemukan di desa Lebah, Banten Selatan. Prasasti-prasasti yang
merupakan sumber sejarah Kerajaan Tarumanegara tersebut adalah sebagai berikut
:
1. Prasasti Kebon Kopi,
2. Prasasti Tugu,
3. Prasasti Munjul atau Prasasti Cidanghiang,
4. Prasasti Ciaruteun, Ciampea, Bogor
5. Prasasti Muara Cianten, Ciampea, Bogor
6. Prasasti Jambu, Bogor 7. Prasasti Pasir
awi, Bogor
D. KERAJAAN SRIWIJAYA
Keadaan alam Pulau Sumatera dan sekitarnya pada abad ke-7 berbeda dengan
keadaan sekarang. Sebagian besar pantai timur baru terbentuk kemudian. Oleh
karena itu Pulau Sumatera lebih sempit bila dibandingkan dengan sekarang,
sebaliknya Selat Malaka lebih lebar dan panjang. Beberapa faktor yang mendorong
perkembangan kerajaan Sriwijaya menjadi kerajaan besar antara lain sebagai
berikut :
1. Letaknya yang strategis di Selat Malaka yang merupakan jalur pelayaran dan
perdagangan internasional.
2. Kemajuan kegiatan perdagangan antara India dan Cina melintasi selat Malaka,
sehingga membawa keuntungan yang besar bagi Sriwijaya.
3. Keruntuhan Kerajaan Funan di Vietnam Selatan akibat serangan kerajaan
Kamboja memberikan kesempatan bagi perkembangan Sriwijaya sebagai negara
maritim (sarwajala) yang selama abad ke-6 dipegang oleh kerajaan Funan.
Berdasarkan berita dari I Tsing ini dapat kita ketahui bahwa selama tahun
690 sampai 692, Kerajaan Melayu sudah dikuasai oleh Sriwijaya. Sekitar tahun
690 Sriwijaya telah meluaskan wilayahnya dengan menaklukkan kerajaan-kerajaan
di sekitarnya. Hal ini juga diperkuat oleh 5 buah prasasti dari Kerajaan
Sriwijaya yang kesemuanya ditulis dalam huruf Pallawa dan bahasa Melayu Kuno.
Prasasti-prasasti tersebut adalah sebagai beikut :
1. Prasasti Kedukan Bukit
2. Prasasti Talang Tuwo
3. Prasasti Kota Kapur
4. Prasasti Telaga Batu
5. Prasasti Karang Birahi
6. Prasasti Ligor
Letak Sriwijaya strategis membawa keberuntungan dan kemakmuran. Walaupun
demikian, letaknya yang strategis juga dapat mengundang bangsa lain menyerang
Sriwijaya. Beberapa faktor penyebab kemunduran dan keruntuhan :
1. Adanya serangan dari Raja Dharmawangsa 990 M.
2. Adanya serangan dari kerajaan Cola Mandala yang diperintah oleh Raja
Rajendracoladewa.
3. Pengiriman ekspedisi Pamalayu atas perintah Raja Kertanegara, 1275 - 1292.
4. Muncul dan berkembangnya kerajaan Islam Samudra Pasai.
5. Adanya serangan kerajaan Majapahit dipimpin Adityawarman atas perintah
Mahapatih Gajah Mada, 1477. Sehingga Sriwijaya menjadi taklukkan Majapahit.
E. KERAJAAN MATARAM
HINDU-BUDHA
Kerajaan Mataram diketahui dari Prasasti Canggal yang berangka tahun 732
Masehi yang ditulis dalam huruf Pallawa dan bahasa Sansekerta. Dalam prasasti
itu disebutkan bahwa pada mulanya Jawa (Yawadwipa) diperintah oleh Raja Sanna.
Setelah ia wafat Sanjaya naik tahta sebagai penggantinya. Sanjaya adalah putra
Sannaha (saudara perempuan Sanna).
Prasasti Mantyasih (Prasasti Kedu)
yang di dikeluarkan oleh Raja Balitung pada tahun 907 memuat
daftar raja-raja keturunan Sanjaya, sebagai berikut :
1. Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya
2. Sri Maharaja Rakai Panangkaran
3. Sri Maharaja Rakai Panunggalan
4. Sri Maharaja Rakai Warak
5. Sri Maharaja Rakai Garung
6. Sri Maharaja Rakai Pikatan
7. Sri Maharaja Rakai Kayuwangi
8. Sri Maharaja Rakai Watuhumalang
9. Sri Maharaja Watukura Dyah Balitung
Prasasti Kelurak, 782 M di desa Kelurak disebutkan bahwa Raja Dharanindra
membangun arca Majusri (= candi sewu). Pengganti raja Dharanindra, adalah
Samaratungga. Samaratungga digantikan oleh putrinya bernama Pramodawardhani.
Dalam Prasasti Sri Kahulunan (= gelar Pramodawardhani) berangka tahun 842 M di
daerah Kedu, dinyatakan bahwa Sri Kahulunan meresmikan pemberian tanah untuk
pemeliharaan candi Borobudur yang sudah dibangun sejak masa pemerintahan
Samaratungga.
Pramodhawardhani menikah dengan Rakai Pikatan yang beragama Hindu. Adik
Pramodhawardhani, Balaputradewa menentang pernikahan itu. Pada tahun 856
Balaputradewa berusaha merebut kekuasaan dari Rakai Pikatan, namun
usahanya itu gagal. Setelah pemerintahan Rakai Pikatan, Mataram menunjukkan
kemunduran. Sejak pemerintahan Raja Balitung banyak
mengalihkan perhatian ke wilayah Jawa Timur. Raja-raja setelah Balitung adalah
:
1. Daksa (910 – 919). Ia telah menjadi rakryan mahamantri I
hino (jabatan terttinggi sesudah raja) pada masa pemerintahan Balitung.
2. Rakai Layang Dyah Tulodong (919 – 924)
3. Wawa yang bergelar Sri Wijayalokanamottungga (924 – 929)
Wawa merupakan raja terakhir kerajaan Mataram. Pusat kerajaan kemudian
dipindahkan oleh seorang mahapatihnya (Mahamantri I hino) bernama Pu Sindok ke
Jawa Timur.
F. PERPINDAHAN KERAJAAN
MATARAM KE JAWA TIMUR
Pu Sindok yang menjabat sebagai mahamantri i hino pada masa pemerintahan
Raja Wawa memindahkan pusat pemerintahan ke Jawa Timur tersebut. Pada tahun 929
M, Pu Sindok naik tahta dengan gelar Sri Maharaja Rakai Hino Sri Isana
Wikramadharmattunggadewa. la mendirikan dinasti baru, yaitu Dinasti Isana. Pu
Sindok memerintah sampai dengan tahun 947. Pengganti-penggantinya dapat
diketahui dari prasasti yang dikeluarkan oleh Airlangga, yaitu Prasasti
Calcuta.
Berdasarkan berita Cina diperoleh keterangan bahwa Raja Dharmawangsa pada
tahun 990 - 992 M melakukan serangan terhadap Kerajaan Sriwijaya. Pada tahun
1016, Airlangga datang ke Pulau Jawa untuk meminang putri Dharmawangsa. Namun
pada saat upacara pernikahan berlangsung kerajaan mendapat serangan dari
Wurawuri dari Lwaram yang bekerjasama dengan Kerajaan Sriwijaya. Peristiwa ini
disebut peristiwa Pralaya. Selama dalam pengassingan ia menyusun kekuatan.
Setelah berhasil menaklukkan raja Wurawari pada tahun 1032 dan mengalahkan Raja
Wijaya dari Wengker Pada tahun 1035 ia berhasil mengembalikan kekuasaan.
Airlangga wafat pada tahun 1049 dan disemayamkan di Parthirtan Belahan, di
lereng gunung Penanggungan.
G. KERAJAAN KADIRI
Pada akhir pemerintahannya Airlangga kesulitan dalam menunjuk
penggantinyam, sebab Putri Mahkotanya bernama Sanggramawijaya menolak
menggantikan menjadi raja. la memilih menjadi seorang pertapa. Maka tahta
diserahkan kepada kedua orang anak laki-lakinya, yaitu : Jayengrana dan
Jayawarsa. Untuk menghindari perselisihan di antara keduanya maka kerajaan di
bagi dua atas bantuan Pu Barada yaitu:
1. Jenggala dengan ibukotanya Kahuripan
2. Panjalu dengan ibukotanya Daha (Kadiri)
Sampai setengah abad lebih sejak Airlangga mengundurkan diri tidak ada yang
dapat diketahui dari kedua kerajaan itu. Kemudian hanya Kadiri yang menunjukkan
aktifitas politiknya. Raja pertama yang muncul dalam pentas sejarah adalah Sri
Jayawarsa dengan prasastinya yang berangka tahun 1104 M. Selanjutnya
berturut-turut raja-raja yang berkuasa di Kadiri adalah sebagai berikut :
Kameswara (±1115 – 1130), Jayabaya (±1130 – 1160), 1135), Sarweswara (±1160 –
1170), Aryyeswara (±1170 – 1180), Gandra (1181), Srengga (1190-1200) dan
Kertajaya (1200 - 1222).
Pada tahun 1222 terjadilah Perang Ganter antara Ken arok dengan Kertajaya.
Ken Arok dengan bantuan para Brahmana (pendeta) berhasil mengalahkan Kertajaya
di Ganter (Pujon, Malang).
H. KERAJAAN SINGASARI
Kerajaan Singasari didirikan oleh Ken Arok. Dalam kitab Pararaton Ken Arok
digambarkan sebagai seorang pencuri dan perampok yang sakti, sehingga menjadi
buronan tentara Tumapel. Setelah mendapatkan bantuan dari seorang Brahmana, Ken
Arok dapat mengabdi kepada Akuwu (bupati) di Tumapel bernama Tunggul
Ametung. Setelah berhasil membunuh Tunggul Ametung, Ken Arok menggantikannya
sebagai penguasa Tumapel. Ia juga menjadikan Ken Dedes, istri Tunggul Ametung,
sebagai permaisurinya. Pada waktu itu Tumapel masih berada di bawah kekuasaan
Kerajaan Kadiri.
Setelah merasa memiliki kekuatan yang cukup, Ken Arok berusaha untuk
melepaskan diri dari Kadiri. Pada tahun 1222 Ken Arok berhasil membunuh
Kertajaya, raja Kadiri terakhir. Ia kemudian naik tahta sebagai raja
Singasari dan mendirikan dinasti baru yaitu Dinasti Girinda.
Tidak lama kemudian, Ken Dedes melahirkan seorang putra bernama Anusapati
hasil pernikahannya dengan Tunggul Ametung. Sedangkan dari istri yang lain,
yaitu Ken Umang, Ken Arok mempunyai seorang putra bernama Tohjaya. Pada tahun
1227, Ken Arok dibunuh oleh Anusapati. Hal ini dilakukan sebagai balas dendam
atas kematian ayahnya, Tunggul Ametung. Anusapati mengantikan berkuasa di
Singasari. Ia memerintah selama 21 tahun. Sampai akhirnya ia dibunuh oleh
Tohjaya, juga sebagai balas dendam atas kematian ayahnya.
Tohjaya naik tahta. Ia memerintah dalam waktu sangat singkat. Ia kemudian
terbunuh oleh Ranggawuni (putra Anusapati). Pada tahun 1248 Ranggawuni naik
tahta dengan gelar Srijaya Wisnuwardhana. Pada tahun 1254 Wisnuwardhana
mengangkat putranya Kertanegara sebagai Yuwaraja atau Raja Muda. Wisnuwardana wafat
pada tahun 1268 di Mandragiri.
Pada tahun 1268 Kertanegara naik tahta. la merupakan raja terbesar kerajaan
Singasari. Kertanegara merupakan raja pertama yang bercita-cita menyatukan
Nusantara. Pada tahun 1275, Kertanegara mengirimkan Ekspedisi Pamalayu ke
Sumatera (Jambi) dipimpin oleh Kebo Anabrang. Ekspedisi ini bertujuan menuntut
pengakuan Sriwijaya dan Malayu atas kekuasaan Singasari. Ekspedisi ini juga
untuk mengurangi pengaruh Kubilai Khan dari Cina di Nusantara.
Ekspedisi ini menimbulkan rasa khawatir raja Mongol tersebut. Oleh karena
itu pada tahun 1289 Kubilai Khan mengirimkan utusan bernama Meng-chi menuntut
Singasari mengakui kekuasaan Kekaisaran Mongol atas Singasari. Kertanegara
menolak tegas, bahkan utusan Cina itu dilukai mukanya. Perlakukan tersebut
dianggap sebagai penghinaan dan tantangan perang.
Untuk menghadapi kemungkinan serangan dari tentara Mongol pasukan Singasari
disiagakan dan dikirim ke berbagai daerah di Laut Jawa dan di Laut Cina
Selatan. Sehingga pertahanan di ibukota lemah. Hal ini dimanfaatkan oleh
pihak-pihak yang tidak senang terhadap Kertanegara, diantaranya Jayakatwang
penguasa Kadiri dan Arya Wiraraja (bupati Madura). Pasukan Kadiri berhasil
menduduki istana dan membunuh Kertanegara.
I. KERAJAAN
MAJAPAHIT
Setelah Kertanegara terbunuh oleh Jayakatwang, 1292. Raden Wijaya menantu
Kertanegara berhasil melarikan diri ke Madura untuk minta bantuan Arya
Wiraraja, bupati Sumenep. Atas nasihat Arya Wiraraja, Raden Wijaya menyerahkan
diri kepada Jayakatwang. Atas jaminan dari Arya Wiraraja, Raden Wijaya diterima
dan diperbolehkan membuka hutan Tarik yang terletak di dekat Sungai Brantas.
Dengan bantuan orang-orang Madura, pembukaan hutan Tarik dibuka dan diberi nama
Majapahit.
Kemudian datanglah pasukan Tartar yang dikirim Kaisar Kubilai Khan untuk
menghukum raja Jawa. Walaupun sudah mengetahui Kertanegara sudah meninggal,
tentara Tartar bersikeras mau menghukum raja Jawa. Hal ini dimanfaatkan oleh
Raden Wijaya untuk membalas dendam kepada Jayakatwang. Jayakatwang berhasil
dihancurkan. Pada waktu tentara Tartar hendak kembali kepelabuhan, Raden Wijaya
menghancurkan tentaraTartar, Setelah berhasil mengusir tentara Tartar, Raden
Wijaya dinobatkan sebagai Raja Majapahit dengan gelar Sri Kertarajasa
Jayawardhana pada tahun 1293.
Kertarajasa meninggal pada tahun 1309. Satu-satunya putra yang dapat
menggantikannya adalah Kalagamet. la dinobatkan sebagai raja Majapahit dengan
gelar Sri Jayanagara. Ia bukanlah raja yang cakap. Selain itu ia juga
mendapatkan banyak pengaruh dari Mahapati. Akibatnya masa pemerintahannya
diwarnai dengan adanya beberapa kali pemberontakan.
Pemberontakan yang paling berbahaya adalah pemberontakan Kuti, pada tahun
1319. Kuti berhasil menduduki ibukota Majapahit, sehingga Jayanagara harus
melarikan diri ke desa Bedander yang dikawal oleh pasukan Bhayangkari dipimpin
oleh Gajah Mada. Pemberontakan Kuti ini berhasil ditumpas oleh Gajah Mada.
Karena jasanya Gajah Mada diangkat sebagai Patih Kahuripan. Pada tahun 1328
Jayanagara mangkat dibunuh oleh tabib istana, Tanca. Tanca kemudian dibunuh
oleh Gajah Mada. Jayanagara tidak meninggalkan keturunan.
Karena Jayanagara tidak mempunyai keturunan, maka yang berhak memerintah
semestinya adalah Gayatri atau Rajapatni. Akan tetapi Gayatri telah menjadi
bhiksuni. Maka pemerintahan Majapahit kemudian dipegang oleh putrinya Bhre
Kahuripan dengan gelar Tribhuwana Tunggadewi Jayawisnuwardhani. la menikah
dengan Kertawardhana. Dari perkawinan ini lahirlah Hayam Wuruk. Pada tahun 1331
terjadi pemberontakan Sadeng dan Keta. Pemberontakan yang berbahaya ini dapat
ditumpas oleh Gajah Mada. Karena jasanya Gajah Mada diangkat sebagai Patih
Mangkubumi Majapahit. Pada saat pelantikan, Gajah Mada mengucapkan Sumpah
Palapa.
Pada tahun 1350 M, lbu Tribhuwanatunggadewi, Gayatri meninggal. Sehingga
Tribhuwana turun tahta. Penggantinya adalah putranya yang bernama Hayam Wuruk
yang bergelar Rajasanagara. Di bawah pemerintahan Hayam Wuruk dengan Gajah Mada
sebagai Mahapatihnya, Majapahit mencapai puncak kejayaannya. Dengan Sumpah
Palapa-nya Gajah Mada berhasil menguasai seluruh kepulauan Nusantara ditambah
dengan Siam, Martaban (Birma), Ligor, Annom, Campa dan Kamboja.
Pada tahun 1364, Patih Gajah Mada wafat ditempat peristirahatannya,
Madakaripura, di lereng Gunung Tengger. Setelah Gajah Mada meninggal, Hayam
Wuruk menemui kesulitan untuk menunjuk penggantinya. Akhirnya diputuskan bahwa
pengganti Gajah Mada adalah empat orang menteri.
Hayam Wuruk wafat pada tahun 1389. Ia disemayamkan di Tayung daerah Berbek,
Kediri. Seharusnya yang menggantikan adalah puterinya yang bernama
Kusumawardhani. Namun ia menyerahkan kekuasaannya kepada suaminya,
Wikramawardhana. Sementara itu Hayam Wuruk juga mempunyai anak laki-laki dari
selir yang bernama Bhre Wirabhumi yang telah mendapatkan wilayah keuasaan
di Kedaton Wetan (Ujung Jawa Timur). Pada tahun 1401 hubungan Wikramawardhana
dengan Wirabhumi berubah mejadi perang saudara yang dikenal sebagai Perang
Paregreg. Pada tahun 1406 Wirabhumi dapat dikalahkan di dibunuh. Tentu saja
perang saudara ini melemahkan kekuasaan Majapahit. Sehingga banyak
wilayah-wilayah kekuasaannya melepaskan diri.
KERAJAAN-KERAJAAN ISLAM DI INDONESIA
1. KERAJAAN SAMUDERA
PASAI
Kerajaan Samudera Pasai merupakan Kerajaan Islam pertama di Indonesia.
Pendirinya adalah Nazimuddin al - Kamil, seorang Laksamana Laut dari Mesir.
Sementara itu di Mesir Dinasti Fatimah berhasil dikalahkan oleh Dinasti
Mamaluk. Dinasti baru ini berambisi untuk merebut Samudera Pasai dengan
mengirim Syekh Ismail. Untuk itu Syekh Ismail kemudian bersekutu dengan
Marah Silu dan berhasil merebut Samudera Pasai. Selanjutnya Marah Silu diangkat
sebagai raja Samudera Pasai dengan gelar Sultan Malik ash Shaleh.
Pada tahun 1297 M Sultan Malik Ash Shaleh wafat, dan dimakamkan di Kampung
Samudera Mukim Blang Me. la digantikan putranya bemama Sultan Muhammad dengan
gelar Sultan Malik at - Thahir. Ia memerintah sampai dengan tahun 1326. Ia
digantikan oleh putranya bernama Sultan Ahmad yang juga bergelar Sultan
Malik at - Thahir. Pada masa pemerintahannya, kerajaan Samudera Pasai
kedatangan utusan Sultan Delhi yang sedang menuju Cina bernama lbnu Batutah
pada tahun 1345.
Pengganti Sultan Ahmad adalah putranya yang bemama Sultan Zainal Abidin
yang juga bergelar Sultan Malik at - Thahir. Setelah pemerintahan Zainal
Abidin, Samudera Pasai mengalami kemunduran. Hal ini disebabkan adanya
perebutan kekuasaan. Akhimya Samudera Pasai berhasil dikuasai oleh Kerajaan
Islam Malaka.
2. KERAJAAN ACEH
Pendiri sekaligus raja pertama kerajaan Aceh adalah Sultan Ali Mughayat
Syah atau Sultan lbrahim (1514 - 1528). Sejak tahun 1515 Aceh sudah berani
menyerang Portugis di Malaka dan juga menyerang Kerajaan Aru.
Sultan Ali Mughayat Syah digantikan putranya bergelar Sultan Salahuddin
(1528 - 1537). Ia tidak mampu memerintah Aceh dengan baik sehingga Aceh
mengalami kemerosotan. Oleh karena itu ia digantikan saudaranya Sultan Alauddin
Riayat Syah (1537 - 1568). Setelah Sultan Alaudin meninggal Aceh mengalami masa
suram. Pemberontakan dan perebutan kekuasaan sering terjadi. Keadaan ini
berlangsung cukup lama sampai dengan Sultan lskandar Muda naik tahta (1607 -
1636 M).
Di bawah pemerintahan Sultan lskandar Muda, kerajaan Aceh mencapai puncak
kejayaannya. lskandar Muda beberapa melakukan penyerangan terhadap Portugis dan
Kerajaan Johor di Semenanjung Malaka. Aceh juga menduduki daerah-daerah seperti
Aru, Pahang, Kedah, Perlak dan Indragiri, sehingga wilayah Aceh sangat luas.
Sultan lskandar Muda digantikan oleh menantunya yang bergelar Sultan
lskandar Thani (1636 - 1641). la melanjutkan tradisi kekuasaan Sultan lskandar
Muda, tetapi ia tidak lama memerintah karena wafat tahun 1641 M. Penggantinya,
permaisurinya (Putri lskandar Muda), yang bergelar Putri Sri Alam Permaisuri
(1641 - 1675). Sejak itu Kerajaan Aceh terus mengalami kemunduran dan akhimya
runtuh karena dikuasai Belanda.
3. KERAJAAN DEMAK
Pada mulanya Demak dikenal dengan nama Glagah Wangi. Sebagai Kadipaten dari
Majapahit, Demak dikenal juga dengan sebutan Bintoro. Kata Demak merupakan
akronim yang berarti gede makmur atau hadi makmur yang berarti besar dan
sejahtera. Faktor-faktor pendorong berdirinya Kerajaan Islam Demak adalah :
1. Runtuhnya Malaka ke tangan Portugis, sehingga para pedagang Islam mencari
tempat persinggahan dan perdagangan baru, diantaranya Demak.
2. Raden Fatah sebagai pendiri Kerajaan Demak masih keturunan raja Majapahit,
Brawijaya V, dalam perkawinannya dengan putri Ceumpa yang beragama Islam.
3. Raden Fatah mendapat dukungan dari para wali, yang sangat dihormati pada
waktu itu.
4. Banyak adipati-adipati pesisir yang tidak puas dengan Majapahit dan
mendukung Raden Fatah.
5. Mundur dan runtuhnya Majapahit karena Perang Paregreg.
6. Pusaka keraton Majapahit sebagai lambang pemegang kekuasaan diberikan
kepada Raden Fatah. Dengan demikian Kerajaan Islam Demak merupakan kelanjutan
dari Kerajaan Majapahit dalam bentuknya yang baru.
Pada tahun 1500 M, Raden Fatah melepaskan diri dari kekuasaan Majapahit.
Raden Fatah mendirikan kesultanan Demak dengan gelar Sultan Alam Akbar al Fatah
(1500 -1518 M). Pada tahun 1518 Raden Fatah wafat. la digantikan putranya
bernama Adipati Unus (Muhammad Yunus. Pati Unus hanya memerintah selama tiga
tahun. la meninggal dalam usia muda. Karena Pati Unus wafat tidak meninggalkan
putra, maka ia digantikan oleh salah seorang adiknya bernama Raden Trenggana
(1521 -1546 M).
Di bawah pemerintahan Sultan Trenggana, Demak mencapai puncak kejayaannya.
Pada waktu itu Portugis mulai memperluas pengaruhnya ke Jawa Barat, bahkan mau
mendirikan benteng dan kantor di Sunda Kelapa, dengan persetujuan raja
Pajajaran, Samiam. Oleh karena itu pada tahun 1522 Demak mengirimkan pasukan ke
Jawa Barat dipimpin oleh Fatahillah. la berhasil menduduki Banten dan Cirebon
serta mengusir Portugis dari Sunda Kelapa pada tanggal 22 Juni 1527. Sejak itu
Sunda Kelapa dirubah namanya menjadi Jayakarta.
Perluasan pengaruh ke Jawa Timur dipimpin langsung oleh Sultan Trenggana.
Satu per satu daerah-daerah di Jawa Timur berhasil dikuasai seperti Madiun,
Gresik, Tuban, Singosari dan Blambangan. Tetapi ketika menyerang Pasuruan pada
tahun 1546, Sultan Trenggana gugur.
Setelah Trenggana wafat, terjadi perebutan kekuasaan antara Surawiyata atau
Pangeran Sekar Seda ing Lepen (adik Trenggana) dengan Sunan Prawoto (putra Trenggana).
Surawiyata berhasil dibunuh oleh utusan Sunan Prawoto. Putra Surawiyata bernama
Arya Penangsang dari Jipang menuntut balas dan berhasil membunuh Sunan Prawoto.
Arya Penangsang kemudian menduduki tahta kerajaan Demak. Kekacauan kembali
memuncak ketika Arya Penangsang membunuh adipati Jepara bernama Pangeran
Hadiri. Ia adalah suami dari Ratu Kalinyamat, adik kandung Sunan Prawoto.
Pembunuhan itu dilakukan karena Hadiri dianggap telah ikut campur dalam
persoalannya dengan Sunan Prawoto.
Kalinyamat akhirnya mengangkat senjata memberanikan diri untuk melawan Arya
Penangsang. Ia berhasil menggerakkan adipati-adipati dan pejabat lain untuk
melawan Arya Penagsang. Akhirnya Arya Penangsang berhasil dibunuh oleh Ki Jaka
Tingkir yang dibantu oleh Kyai Gede Pamanahan dan putra angkatnya Bagus
Dananjaya serta Ki Penjawi dan Juru Mertani. Kemudian JakaTingkir naik tahta
dengan gelar Sultan Hadiwijaya. Pusat pemerintahan dipindahkan dari Demak ke
Pajang.
4. KERAJAAN BANTEN
Setelah berhasil menduduki Banten, Fatahillah berkuasa didaerah tersebut.
Sedangkan daerah Cirebon diserahkan kepada putranya bernama Pangeran Pasarean.
Pada tahun 1522 Pangeran Pasarean wafat. Sehingga Fatahillah menyerahkan Banten
kepada putranya Hasanuddin. Sedangkan Fatahillah memilih memerintah di Cirebon.
Ia dikenal dengan sebutan Sunan Gunung Jati. Sultan Hasanuddin dikenal sebagai
Sultan pertama di Banten berhasil memperluas daerah kekuasaannya ke Lampung.
Pada tahun 1570 M, Sultan Hasanuddin wafat dan digantikan putranya bergelar
Panembahan Yusuf.
Pada tahun 1579 M. Panembahan Yusuf berhasil menaklukkan Kerajaan Hindu
terakhir di Jawa Barat, kerajaan Pakuan Pajajaran. Pada tahun 1580 M,
Panembahan Yusuf wafat. la digantikan putranya yang masih berusia 9 tahun,
yaitu Maulana Muhammad. Karena usianya terlalu muda, maka pemerintahan dipegang
oleh seorang Mangkubumi sampai ia dewasa.
Pada masa pemerintahan Maulana Muhammad datanglah untuk pertama kalinya
orang Belanda di Banten (Indonesia) dipimpin oleh Cornelis de Houtman tahun
1596. Pada tahun itu pula Maulana Muhammad memimpin pasukan Banten menyerang
Palembang. Serangan ini gagal bahkan Maulana Muhammad tertembak dan akhimya
wafat. la digantikan putranya bernama Abdul Mufakhir yang baru berumur 5 bulan.
Oleh karena itu pemerintahan dipegang oleh seorang mangkubumi, yaitu Pangeran
Ranamenggala, pada tahun 1608.
Pengganti Abdul Mutakhir adalah Abdul Fatah yang bergelar Sultan Ageng
Tirtayasa. Ia merupakan raja terbesar Banten. Sultan Ageng Tirtayasa berhasil
memajukan perdagangan. Sehingga Bandar Banten berkembang menjadi bandar
internasional yang dikunjungi oleh kapal-kapal Persia, Arab, Cina, Inggris,
Perancis dan Denmark. Akan tetapi Sultan AgengTirtayasa sangat anti VOC yang
telah merebut Jayakarta dari Banten. Sehingga Belanda pun selalu berupaya
menjatuhkan Banten.
Ketika terjadi perselisihan antara Sultan Ageng Tirtayasa dengan putranya
Abdul Kahar yang dikenal sebagai Sultan Haji, Belanda mengambil kesempatan
untuk melancarkan politik adu domba (devide et impera). Kesempatan itu datang
ketika Sultan Haji dalam keadaan terdesak, Ia meminta bantuan VOC. Akhirnya
pada tahun 1682 Sultan Ageng Tirtayasa menyerah, lalu ditawan di Batavia sampai
wafatnya tahun 1692. Setelah itu, kerajaan Banten terus mengalami kemunduran
dan akhirnya dikuasai sepenuhnya oleh Belanda pada tahun 1775.
5. KERAJAAN MATARAM
Setelah runtuhnya kerajaan Demak, pusat pemerintahan dipindahkan ke Pajang
oleh Sultan Hadiwijaya. Sedangkan Demak hanya sebagai kadipaten dari Kerajaan
Pajang yang dipimpin oleh Arya Pangiri (Putra Prawoto). Kiai Ageng Pemanahan
yang berjasa besar dalam membantu Hadiwijaya mendapat imbalan daerah Mataram.
Dalam waktu singkat Mataram berkembang pesat. Namun pada tahun 1575 Kiai Ageng
Pemanahan meninggal. Pemerintahannya diteruskan oleh putra angkatnya bernama
Bagus Dananjaya atau Sutawijaya.
Sementara itu Sultan Hadiwijaya meninggal pada tahun 1582. Pangeran Benowo,
Putra Hadiwijaya, disingkirkan oleh Arya Pangiri. Untuk merebut kembali
kekuasaannya, Pangeran Benowo meminta bantuan, Sutawijaya dari Mataram. Pajang
diserang dan akhirnya Arya Pangiri menyerah. Sedangkan Pangeran Benowo tidak
sanggup untuk menghadapi Sutawijaya. Maka sejak tahun 1586 pusat pemerintahan
dipindahkan dari Pajang ke Mataram oleh Sutawijaya.
Sutawijaya naik tahta Kerajaan Mataram dengan gelar Panembahan Senapati ing
Alaga Sayyidin Panatagama (1586-1601). Masa pemerintahan Panembahan Senapati
diwarnai dengan perang terus-menerus dalam rangka untuk menundukkan para bupati
yang memberontak maupun untuk memperluas wilayah kekuasaannya. Sebelum usahanya
tersebut selesai, Panembahan Senapati wafat pada tahun 1601. Ia dimakamkan di
Kota gede. Penggantinya adalah putranya yang bernama Mas Jolang (1601 – 1613)
dengan gelar Sultan Anyokrowati.
Pada masa pemerintahan Mas Jolang banyak bupati di Jawa Timur memberontak.
Pemberontakan ini dihadapi dengan susah payah oleh Mas Jolang. Namun sebelum
pemberontakan tersebut dapat diselesaikan pada tahun 1913, Mas Jolang wafat di
Krapyak. Ia juga dimakamkan di Kota Gede. Penggantinya adalah putranya yang
bernama Raden Mas Martapura. Tetapi karena sakit-sakitan, ia turun tahta dan
digantikan oleh Raden Mas Rangsang.
Raden Mas Rangsang naik tahta dengan gelar Sultan Agung Hanyakrakusuma
Senapati ing Alaga Ngabdurahman. Di bawah pemerintahannya Mataram mencapai
puncak kejayaannya. Sultan Agung bercita-cita untuk mempersatukan Pulau Jawa.
Akan tetapi, antara Mataram dan Banten terdapat Batavia, markas VOC, sebagai
penghalang. Oleh karena itu pada tahun 1628 dan 1629 Sultan Agung mengirim
pasukan yang dipimpin oleh Baurekso untuk menyerang VOC di Batavia yang sedang
dipimpin oleh J.P. Coen, namun kedua serangan itu gagal.
Sultan Agung wafat pada tahun 1645 . la digantikan putranya yang bergelar
Amangkurat I (1645 -1677). Pada masa pemerintahannya, Belanda mulai masuk ke
daerah Mataram. Bahkan Amangkurat I menjalin hubungan baik dengan Belanda.
Selain itu sikap Amangkurat I yang sewenang-wenang menimbulkan
pemberontakan-pemberontakan. Pemberontakan yang paling berbahaya adalah
pemberontakan Trunojoyo dari Madura. Dalam pertempuran itu Amangkurat I terluka
dan dilarikan ke Tegalwangi, hingga meninggal.
Pada masa pemerintahan Amangkurat II (1677 – 1903) Kerajaan Mataram semakin
sempit. Banyak daerah kekuasaannya yang diambil alih oleh VOC. Ibu kota kerajaan
dipindahkan ke Kartasura. Setelah Amangkurat II meninggal, Kerajaan Mataram
semakin suram. Hal ini disebabkan seringkali terjadi perebutan kekuasaan
diantara kaum bangsawan.
Politik devide et impera Belanda menampakkan hasilnya ketika dilakukan
Perjanjian Giyanti pada tahun 1755. Perjanjian tersebut bertujuan untuk meredam
pemberontakan yang dipimpin oleh Mangkubhumi di Yogyakarta. Melalui perjanjian
tersebut Kerajaan Mataram dipecah menjadi dua, yaitu :
1. Kesuhunan Surakarta, yang dipimpin
oleh Susuhanan Paku Buwono III (1749-1788).
2. Kesultanan Yogyakarta (Ngayogyakarta
Hadiningrat) dengan Mangkubumi sebagai rajanya, bergelar Sultan Hamengkubuwono
I (1755 - 1792).
Sementara itu pemberontakan yang dilakukan oleh Mas Said (Pangeran Samber
Nyawa) terhadap Surakarta. Untuk meredam perlawanan itu pada tahun 1757
diadakan perjanjian yang hampir sama dengan Perjanjian Giyanti, yaitu
Perjanjian Salatiga. Isinya menobatkan Mas Said sebagai raja di wilayah
Mangkunegaran yang ketika itu menjadi bagian dari Kasuhunan Surakarta, dengan
gelar Pangeran Adipati Arya Mangkunegara.
Sejak tahun 1811 willayah jajahan Belanda di Indonesia jatuh ke tangan
Inggris dengan tokohnya Thomas Stamford Raffles. Ia adalah seorang yang liberal
dan tidak menyukai sistem feodalisme. Sehingga timbullah ketegangan antara
Raffles dengan Keraton Yogyakarta. Akhirnya, pada tahun 1813, Raffles
menyerahkan sebagian wilayah Yogyakarta kepada Paku Alam. Maka hingga kini
kerajaan Mataram pecah menjadi empat kerajaan kecil, yaitu :
1. Kesuhunan Surakarta
2. Kesultanan Yogyakarta
3. Magkunegaran
4. Paku Alaman
6. KERAJAAN GOWA DAN
TALLO
Kerajaan Gowa dan Tallo (Makasar) menjadi kerajaan Islam karena dakwah dari
Datuk Ri Bandang dan Datuk Sulaiman dari Minangkabau. Setelah masuk Islam, raja
Gowa, Daeng Manrabia bergelar Sultan Alaudin. Dan raja Tallo, Kraeng Mantoaya
bergelar Sultan Abdullah,. Kerajaan Gowa-Tallo terletak pada posisi yang
strategis yaitu, diantara jalur pelayaran antara Malaka dan Maluku.
Sultan Alaudin memerintah Makasar pada 1591 - 1639. la juga dikenal sebagai
sultan yang sangat menentang Belanda, hingga wafat pada tahun 1639. la
digantikan putranya Sultan Muhammad Said (1639 - 1653). Muhammad Said
mengirimkan pasukan ke Maluku, untuk membantu rakyat Maluku yang sedang
berperang melawan Belanda. Pengganti Muhammad Said adalah putranya bergelar
Sultan Hasanuddin (1653 - 1669).
Pada masa pemerintahan Sultan Hasanuddin, Kerajaan Makasar mencapai masa
kejayaannya. Dalam waktu singkat Kerajaan Makasar berhasil menguasai hampir
seluruh wilayah Sulawesi Selatan. la juga memperluas wilayah kekuasaannya di
Nusa Tenggara seperti Sumbawa dan sebagian Flores. Dengan demikian kegiatan
perdagangan melalui Laut Flores harus singgah di Makasar. Hal ini ditentang
oleh Belanda, karena hubungan Ambon dan Batavia yang telah dikuasai oleh
Belanda terhalang oleh kekuasaan Makasar. Keberanian Hasanuddin
memporak-porandakan pasukan Belanda di Maluku mengakibatkan Belanda semakin
terdesak.
Dalam rangka menguasai Makasar, Belanda melakukan politik devide at
impera. Kesempatan yang baik datang ketika pada tahun 1660 Raja Soppeng – Bone
bernama Aru Palaka yang sedang memberontak kepada kerajaan Gowa. Karena merasa
terdesak Aru Palaka meminta bantuan VOC. Sultan Hasanuddin dapat dikalahkan dan
harus menandatangani Perjanjian Bongaya pada tahun 1667. Sultan Hasanuddin
digantikan putranya Sultan Amir Hamzah. la tidak mampu mempertahankan Makasar
dari serbuan Belanda secara besar-besaran.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar