LAPORAN PRESENTASI JURNAL Caregiving for Patients With Heart Failure : Impact Patient’s Family

LAPORAN PRESENTASI JURNAL
Caregiving for Patients With Heart Failure : Impact Patient’s Family”









Oleh :
Kelompok 10




PROGRAM STUDI ILMUKEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2014


PENYUSUN
1.       _________________________________________________________
2.       _________________________________________________________
3.    _________________________________________________________
4.     _________________________________________________________
5.       _________________________________________________________
6.       _________________________________________________________
7.       _________________________________________________________
8.       _________________________________________________________
9.       _________________________________________________________
10.   _________________________________________________________
11.  _________________________________________________________






KATA PENGANTAR
               Dengan mengucap syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunianya sehingga laporan presentasi jurnal ini dapat tersusun dan terselesaikan. Laporan ini disusun dengan maksud memenuhi kewajiban mata kuliah Komunitas I yang diberikan oleh  dosen UMM Fakultas Ilmu Kesehatan, , untuk dijadikan pengetahuan baik diri sendiri dan masyarakat, karena banyak hal-hal yang patut dijadikan pengetahuan serta observasi.
            Adapun judul makalah ini adalah “ Caregiving for Patients With Heart Failure : Impact Patient’s Family”. Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan laporan  ini pasti ada kekurangannya, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran bagi pembaca yang sifatnya membangun. Penulis menantikan dengan senang hati, baik isinya maupun susunan katanya. Semoga makalah ini memberikan daya guna atau manfaat bagi para pembaca .

Malang, ________________________

Penyusun




BAB I
PENDAHULUAN

Gagal jantung merupakan masalah kesehatan yang utama, dimana prevalensi gagal jantung di negara berkembang cukup tinggi dan semakin meningkat. Setengah dari pasien yang terdiagnosis gagal jantung masih mempunyai harapan untuk hidup selama 5 tahun namun sekitar 250.000 pasien meninggal oleh sebab gagal jantung baik langsung maupun tidak langsung setiap tahunnya, dan angka tersebut telah meningkat 6 kali dalam 40 tahun terakhir. Risiko kematian dari penyakit gagal jantung setiap tahunnya sebesar 5 - 10%, pada pasien dengan gejala ringan akan meningkat hingga 30 – 40 % hingga berlanjutnya penyakit (Joesoef,2007). Sekitar 3-20 per 1000 orang pada populasi mengalami gagal jantung dan kejadiannya semakin meningkat di masa depan karena semakin bertambahnya usia harapan hidup dan perbaikan harapan hidup penderita (Teetha,2008).
Di Indonesia, data-data mengenai gagal jantung secara nasional masih belum ada. Namun, Data dan Riset Kesehatan Dasar tahun 2007 menyebutkan bahwa penyakit jantung masih merupakan penyebab utama dari kematian terbanyak pasien di rumah sakit Indonesia (Mario,2010). Menurut data di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta pada tahun 2006 di ruang rawat jalan dan inap didapatkan 3,23% kasus gagal jantung dari total 11.711 pasien (Irawan,2007).
Dengan prevalensi yang semakin meningkat. Akibatnya, jumlah anggota keluarga pasien yang memberikan perawatan di rumah untuk pasien ini meningkat. Selain itu, penekanan lebih besar pada manajemen diri untuk pasien dengan gagal jantung  membutuhkan lebih banyak waktu dan energi dari perawat keluarga pasien untuk memastikan kepatuhan terhadap terapi regimens kompleks. Meskipun pengasuh/perawat keluarga penting dalam perawatan  dari setiap pasien dengan gagal jantung, pengasuhan juga memiliki efek samping, termasuk efek pada fisik, emosional, sosial, dan masalah keuangan yang sering mengakibatkan stres, masalah kesehatandan depresi.
Faktor-faktor latar belakang yang mempengaruhi dampak dari pengasuhan pada anggota keluarga pasien yang memberikan perawatan kepada pasien dengan gagal jantung belum ditangani secara memadai . Selain itu , dukungan sosial dan aspek positif dari pengasuhan hanya menerima sedikit perhatian. Tujuan dari jurnal ini untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang terkait dengan  dampak pengasuhan-baik positif maupun negatif- antara pengasuh keluarga pasien dengan gagal jantung. Tujuan khusus adalah untuk menggambarkan tingkat status kesehatan fisik dan mental yang dirasakan dan dampak pengasuhan antara perawat keluarga, mengidentifikasi faktor-faktor yang terkait dengan dampak dari pengasuhan, dan menentukan efek moderasi dukungan sosial tentang dampak pengasuhan.
Kelompok memilih jurnal ini karena dirasa penyakit gagal jantung banyak diderita oleh masyarakat di Indonesia khususnya masyarakat pedesaan dan menengah kebawah. Sehingga melalui jurnal ini kita bisa mendapatkan pengetahuan terkait dampak pengasuhan bagi keluarga pasien gagal jantung dan bisa menemukan solusi serta mengaplikasikannya pada perawatan komunitas keluarga.




BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Gagal jantung lebih merupakan sindrom, bukan penyakit dan terjadi ketika jantung tidak lagi mampu memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolik tubuh. Gagal jantung akan mengakibatkan kelebihan muatan volume intravaskuler serta intersisial dan perfusi jaringan mengalami penurunan toleransi terhadap aktivitas fisik, penurunan kualitas hidup dan rentang hidupnya memendek.
 Penyebab yang paling sering dari penyakit gagal jantung adalah penyakit jantung koroner (PJK) dan hipertensi (Stefan S dan Florian L,2006). Penyakit jantung koroner (PJK) dapat menyebabkan otot jantung tidak mendapatkan aliran darah dan oksigen yang cukup. Seiring dengan berjalannya waktu, otot jantung akan melemah dan akan rusak disebabkan karena berkurangnya aliran darah dan oksigen yang cukup ke jantung, yang nantinya dapat menyebabkan gagal jantung.
Klasifikasi gagal jantung dari New York Heart Association (panduan universal yang digunakan untuk mengukur intensitas gagal jantung berdasarkan keterbatasan fisik) :
1)     Kelas I : minimal
-          Tidak terdapat keterbatasan
-          Aktivitas yang biasa tidak menimbulkan rasa lelah yang abnormal, dispnea, palpitas, ataupun angina
2)     Kelas II : ringan
-          Aktvitas fisik mengalami keterbatasan tingkat ringan
-          Pasien merasa nyaman ketika beristirahat
-          Aktivitas fisik yang biasa menimbulkan rasa lelah, palpitasi, dispnea, atau angina
3)     Kelas III : sedang
-          Aktivitas fisik mengalami keterbatasan yang nyata
-          Pasien merasa nyaman ketika beristirahat
-          Keluhan dan gejala sudah muncul kendati aktivitas pasien lebih ringan daripada aktivitas fisik biasa.
4)     Kelas IV : Berat
-          Tidak mampu melakukan aktivitas fisik tanpa gangguan rasa nyaman
-          Gejala angina dan gejala insufisiensi jantung dapat terjadi pada saat istirahat.
Dampak Psikososial Penyakit Jantung
Mampu bekerja memiliki makna yang spesial bagi individu yang menderita masalah kesehatan yang kronis, dan korban penyakit jantung sering memandang kembali bekerja sebagai bagian penting dalam proses kesembuhan mereka. Saran mengenai kembali bekerja bergantung pada seberapa berat kondisi jantung dan tuntutan fisik dari pekerjaan. Dulu, individu disarankan menunggu paling sedikit 60 hari sebelum kembali bekerja lagi, tetapi pekerjaan dalam negara industri kurang menuntut pekerjaan fisik sekarang. Kebanyakan pasien penyakit jantung dapat lanjut bekerja dalam beberapa minggu tanpa timbulnya resiko episode cardiac yang lain. Dokter sering menyarankan orang yang berpenyakit jantung untuk mengurangi usaha fisik dan stress yang mereka alami dari pekerjaan. Sedangkan saran berikutnya yaitu untuk mencari pekerjaan yang baru, yang mana hal ini munbgkin sulit untuk dilakukan, khususnya untuk orang yang berusia diatas 50 tahun atau lebih. Jika kondisi jantung mereka memerlukan pembatasan aktivitas pada pekerjaan yanbg mereka lakukan, mereka mungkin akan mengalami masalah interpersonal dengan rekan sekerja. Pasien yang mendekati usia pensiun mungkin tidak sulit  meninggalkan pekerjaan mereka jika mereka dapat. Meskipun demikian, kebanyakan pasien penderita penyakit jantung-sekitar 80%-kembali bekerja ditahun yang sama dimana mereka menderita penyakit jantung, seringnya dengan produktivitas pekerjaan yang kurabng dan jam kerja yang pendek dari sebelumnya. Dibandingkan individu yang tidak kembali bekerja, mereka cenderung menjadi lebih muda, dan memiliki kondisi fisik yang lebih baik, didikan yanbg lebih baik, dan bekerja dalam jabatan white-collar. Penundaan atau gagal kembali bekerja sering dihubungkan dengan kesulitan emosional jangka panjang.
Hubungan keluarga dan penderita penyakit jantung saling bersangkut paut: dimana pasien penderita penyakit jantung dengan dukungan sosial yang kuat dapat sembuh lebih cepat dan umur yang lebih panjang daripada yang tidak mendapatkan dukungan sosial. Banyak pasien penderita penyakit jantung, mengalami kesulitan dalam keluarga- seperti perselisihan akibat keuangan atau masalah seksual-yang mana kesulitan tersebut seringnya menjadi lebih buruk. Penyakit mungkin membuat keadaan tersebut lebih buruk. Serta siklus “rasa bersalah dan saling menyalahkan” mungkin berkembang. Contohnya, seorang suami yang menderita myocardial infarction mungkin menyalahkan istri dan anak-anaknya mengenai kondisinya dan mungkin mereka setuju dan merasa bersalah. Tetapi ketika hubungan harmonis muncul sebelum serangan penyakit, maka penyakit akan menambah stress pada semua anggota keluarga. Satu kesulitan dalam pernikahan mungkin timbul setelah penyakit jantung mempengaruhi aktivitas seksual, yang mana seringnya tidak pernah dapat kembali ke tingkat sebelum attack. Baik salah satu atau kedua pasangan mungkin takut melakukan seks dapat menimbulkan attack lain, meskipun sebenarnya resiko tersebut sangat rendah, khususnya jika pasien menggerakkan badan secara teratur. Kepuasan pernikahan pada kedua partner umumnya pada awalnya memiliki seks yang sedikit atau tidak sama sekali dan kemudian secara berangsur-angsur meningkat, melalui saran dokter si pasien.
Keluarga memiliki dampak yang sangat besar pada proses rehalibitasi penderita jantung: mengurus pasien agar merasa lebih baik, mengikuti cara hidup mereka, kesembuhan pasien dapat lebih cepat jika mereka berusaha memberikan dorongan semangat. Tetapi timbul bahaya jika keluarga akan menaikkan cardiac vandalism, dimana penderita penyakit jantung menjadi terus bergantung dan putus asa. Kenyakinan suami/istri mengenai kemampuan fisikal pasien dapat membantu atau justru memperlambat rehabilitasi. Dua temuan penelitian mengenai pentingnya kenyakinan, yaitu pertama, anggota keluarga meningkatkan estimasi mereka pada kemampuan fisikal pasien penderita penyakit jantung setelah melihat dan mengalami secara pribadi kekuatan fisik pasien dapat benar-benar melakukannya, seperti olahraga treadmill. Anggota keluarga ini mungkin memberikan dorongan pada penderita penyakit jantung untuk lebih aktif. Anggota keluarga yang anggota keluarga yang tidak memiliki pengalaman ini terus memiliki perkiraan rendah kemampuan pasien, bahkan setelah menerima konseling medis yang berlawanan. Kedua, kebanyakan kenyakinan positif pasien dan pasangannya mirip mengenai penyakit jantung, seperti timeline dan konsekuensinya, fungsi fisik dan psikososial pasien menjadi lebih baik beberapa bulan kemudian.
Selama minggu atau bulan pertama memiliki penyakit jantung, kebanyakan pasien memiliki tingkat kecemasan dan depresi yang lebih tinggi dari normalnya, tetapi distress mereka cenderung menolak selama satu atau dua tahun kemudian. Sebagian besar dapat menyesuaikan diri dengan cepat, khususnya jika mereka memiliki tingkat dukungan sosial yang tinggi. Tetapi jika level kecemasan dan depresi sangat tinggi yang melewati beberapa bulan, emosi tersebut dapat menjadi bagian adaptasi yang buruk dan cenderung dihubungkan dengan penurunan pemenuhan cara hidup penderita penyakit jantung dan kemunduran kondisi fisiknya. Pasien dengan depresi dan kecemasan yang berat dalam minggu setelah serangan jantung banyak lebih mungkin menderita masalah jantung setelah itu, seperti arrhythmias atau meninggal pada tahun berikutnya daripada penderita yang distress lebih sedikit. Dengan cara yang sama, pasien yang, setelah menjalani angioplasty yang berhasil, perasaan optimis mengenai masa depan dan memiliki sebuah kesadaran kontrol pribadi dan self-esteem kemungkinan besar kurang dari orang lain yang menderita serangan jantung atau pembedahan atau angioplasty lain dalam beberapa bulan selanjutnya. (Sarafino, Edward P. 2006 )




BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
No.
Kriteria
Jawab
Pembenaran & Critical thinking
1
P
Ya
Dalam jurnal ini, problem yang ditemukan adalah pasien gagal jantung dan pengasuhnya (caregiver).
Populasi terdiri dari 116 diad
20 pasien menolak.
16 tidak ingin berpartisipasi
4 pasien berada di rumah sakit sebelum data lengkap dikumpulkan.
Sehingga terdaftar 76 diad dengan kriteria inklusi sbb:
PASIEN :
·        Berumur 18 tahun atau lebih.
·        Memiliki diagnosis gagal jantung
·        Hidup dalam masyarakat (tidak menerima perawatan di sebuah institusi )
·        Memiliki anggota keluarga atau teman yang memberikan perawatan bagi mereka di rumah
·        Mampu membaca dan menulis bahasa Inggris .
PENGASUH :
·        Berumur 18 tahun atau lebih
·        Terlibat dalam perawatan pasien di rumah
·        Mampu membaca dan menulis bahasa Inggris
·        Bukan orang yang dipekerjakan untuk perawatan pasien (pengasuh dibayar)
2
I
Ya
Dengan menggunakan metode penelitian Deskriptif Cross Sectional, data yang diperoleh dari pasien dan pengasuh (diad) yang memenuhi kriteria inklusi dan setuju untuk berpartisipasi. Peserta diberi pilihan untuk menyelesaikan kuesioner baik sendiri atau dengan wawancara (melalui telepon atau secara langsung). Selain itu, data klinis pada pasien dengan gagal jantung dikumpulkan dari catatan medis pasien yang direkrut di klinik dari Universitas Calivornia antara Oktober 2006 – Februari 2010 ( selama 4 bulan). Kemudian dari data yang telah diperoleh dianalisis menggunakan SPSS 15.0 dan dilakukan beberapa pegukuran, yakni :
1.      Variabel sosiodemografi, variabel sosiodemografi Pasien dan pengasuh termasuk usia, jenis kelamin, ras / etnis, status perkawinan, pendidikan, dan tahunan penghasilan.
2.      Keparahan Gagal Jantung, tingkat keparahan gagal jantung dikumpulkan dari catatan medisdan ditentukan menggunakan klasifikasi New York Heart Association (NYHA).
3.      Kondisi komorbid (penyakit penyerta)
4.      Kegiatan Perawatan yang Dilakukan, terdiri dari 4 sub-skala: perawatan personal, perawatan motivasi, emosional perawatan, dan praktis atau perawatan terkait pengobatan.
5.      Persepsi Dukungan Sosial, , seperti dukungan emosional, informasi atau bimbingan untuk pemecahan masalah, dukungan nyata, dukungan kasih sayang yang melibatkan ekspresi dari cinta dan kasih sayang, dan persahabatan sosial
6.      Persepsi Kontrol Pengasuh.
7.      Dampak dari pengasuhan. Terdapat 5 kategori yang dinilai,  yakni : ketiadaan dukungan keluarga, pengaruh pada keuangan, pengaruh pada perencanaan, pengaruh pada kesehatan, dan penghargaan caregiver.
8.      Status Kesehatan pengasuh, terdiri dari kesehatan fisik dan mental
9.      Depresi Pengasuh
Dari semua pengukuran yang menjadi fokus utama penelti adalah dampak dari pengasuhan terhadap anggota keluarga pasien gagal jantung.
  critical thinking
Keluarga memiliki dampak yang sangat besar pada proses rehabilitasi penderita gagal jantung : mengurus pasien agar merasa lebih baik, mengikuti  cara hidup mereka, kesembuhan dapat lebih cepat jika mereka memberikan dorongan semangat . Namun, untuk mengurus pasien dan mengikuti cara hidup mereka memiliki dampak tersendiri bagi keluarga, salah satunya terganggunya aktivitas anggota keluarga lainnya (Sarafino, Edward P. 2006 ).
3
C
tidak
-
4
O
Ya
Setelah dilakukan beberapa pengukuran pada 76 sampel, dan kemudian data dianalisis menggunakan SPSS 15,0 didapatkan hasil :
1)     Kurangnya dukungan keluarga untuk pengasuhan berkaitan dengan tingginya tingkat keparahan gagal jantung.
2)     Banyaknya gangguan jadwal/rencana pengasuh dikaitkan dengan tingkat keparahan  yang lebih tinggi dari gagal jantung, tugas perawatan lebih , dan kurangnya dukungan sosial.
3)     Besarnya dampak pada kesehatan pengasuh berhubungan dengan lebih seringnya pasien melakukan rawat inap baru-baru ini , rendahnya kontrol pengasuh, dan kurangnya dukungan sosial.
4)     Caregiver berkulit hitam (nonwhite) dan cargiver yang anggota keluarganya jarang masuk unit gawat darurat merasa lebih positif tentang pengasuhan (caregiving) daripada caregiver lainnya (white).
5)     Dukungan sosial memiliki cukup efek pada hubungan antara kondisi komorbiditas pasien dan aspek positif dari pengasuhan.

·      critical thinking
Hubungan keluarga dan penderita penyakit jantung saling bersangkut paut: dimana pasien penderita penyakit jantung dengan dukungan sosial yang kuat dapat sembuh lebih cepat dan umur yang lebih panjang daripada yang tidak mendapatkan dukungan social, hal ini berkaitan dengat tingkat depresi yang dialaminya. Kebanyakan pasien memiliki tingkat kecemasan dan depresi yang lebih tinggi dari normalnya, tetapi distress mereka cenderung menolak selama satu atau dua tahun kemudian. Sebagian besar dapat menyesuaikan diri dengan cepat, khususnya jika mereka memiliki tingkat dukungan sosial yang tinggi. Tetapi jika level kecemasan dan depresi sangat tinggi yang melewati beberapa bulan, emosi tersebut dapat menjadi bagian adaptasi yang buruk dan cenderung dihubungkan dengan penurunan pemenuhan cara hidup penderita penyakit jantung dan kemunduran kondisi fisiknya. Pasien dengan depresi dan kecemasan yang berat dalam minggu setelah serangan jantung banyak lebih mungkin menderita masalah jantung setelah itu, seperti arrhythmias atau meninggal pada tahun berikutnya daripada penderita yang distress lebih sedikit.
Banyak pasien penderita penyakit jantung, mengalami kesulitan dalam keluarga- seperti perselisihan akibat keuangan atau masalah seksual-yang mana kesulitan tersebut seringnya menjadi lebih buruk. Penyakit mungkin membuat keadaan tersebut lebih buruk. Serta siklus “rasa bersalah dan saling menyalahkan” mungkin berkembang. Contohnya, seorang suami yang menderita myocardial infarction mungkin menyalahkan istri dan anak-anaknya mengenai kondisinya dan mungkin mereka setuju dan merasa bersalah. Tetapi ketika hubungan harmonis muncul sebelum serangan penyakit, maka penyakit akan menambah stress pada semua anggota keluarga.

BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Pengasuhan memiliki dampak negatif pada kehidupan pengasuh keluarga pasien dengan gagal jantungNamun, pada saat yang sama, banyak pengasuh keluarga  merasa positif tentang peran mereka sebagai pengasuh. Temuan ini memperkuat pentingnya menilai kebutuhan anggota keluarga yang menyediakan perawatan untuk pasien dengan gagal jantung. Penilaian tersebut harus dimulai selama rawat inap pasien untuk  meminimalkan dampak negatif dari pengasuhan pada pengasuh kesehatan. Selain itu, dokter harus memberikan  dukungan ekstra untuk pengasuh keluarga selama periode tertentu setelah rawat inap. Intervensi  bagi perawat keluarga harus ditujukan untuk meningkatkan pengendalian rasa pengasuhan. Selain itu, memberikan dukungan sosial dapat meningkatkan perasaan positif antara pengasuh keluarga tentang menyediakan perawatan.
Kesembuhan seorang pasien tidak ditentukan oleh seberapa baik kualitas obat yang diberikan, melainkan seberapa besar keinginan mereka sembuh dan keinginan sembuh itu timbul dari orang-orang yang memberikan dukungan disekitarnya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar