MAKALAH ASKEP KEPERAWATAN KLIEN DENGAN GANGGUAN ISOLASI SOSIAL : MENARIK DIRI

ASKEP KEPERAWATAN KLIEN DENGAN GANGGUAN ISOLASI SOSIAL : MENARIK DIRI

Untuk Memenuhi Tugas Terstruktur
Mata Kuliah Keperawatan Jiwa
Semester IV B




Disusun Oleh :
Kelompok 6




PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN
SEKOLAH  TINGGI ILMU KESEHATAN MAHARANI MALANG
2014/2015

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang.
Perkembangan kesehatan pada hakikatnya adalah penyelenggaraan upaya kesehatan yang optimal baik fisik, mental dan sehat sosial. Proses keperawatan pada klien dengan masalah kesehatan jiwa marupakan tantangan seperti pada klien yang kesehatan fisiknya memperlihatkan gejala yang berbeda dan muncul oleh berbagai penyebab kejadian masa lalu yang sama dengan kejadian saat ini tetapi mungkin muncul gejala yang berbeda (Depkes RI, 1996).
Sejalan dengan berkembangnya ilmu dan teknologi dapat dikatakan makin banyak masalah yang harus dihadapi dan diatasi sekarang dan makin sulit tercapainya kesejahteraan hidup. Keadaan ini sangat besar pengaruhnya terhadap kesehatan jiwa seseorang yang berarti meningkatkan jumlah pasien dengan gangguan jiwa, menurut studi El-Bahar 1996 terdapat 185 gangguan kesehatan jiwa dari 1000 penduduk. Hal ini menimbulkan suatu peningkatan kebutuhan masyarakat dalam pelayanan perawat kesehatan jiwa.
Manusia adalah makhluk Sosial dalam kehidupan, mereka harus membina hubungan interpersonal yang positif. Hubungan interpersonal yang sehat terjadi jika individu yang terlibat saling merasakan kedekatan. Sementara identitas pribadi masih tetap dipertahankan juga perlu untuk membina perasaan saling ketergantungan yang merupakan keseimbangan antara ketergantungan dan kemandirian dalam suatu hubungan (Stuart and Sundeen, 2001).
Penyebab menarik diri adalah individu yang merasakan tidak berharga lagi sehingga merasa tidak aman dalam berhubungan dengan orang lain, tidak dapat mendapatkan kontak fisik, antara individu dengan orang lain, individu berasal dari lingkungan yang penuh masalah individu, merasa tidak terima dan ditolak sebelum mencoba, individu tidak mempelajari cara berhubungan dengan orang lain yang menimbulkan rasa aman.
Salah satu penyebab yang ditimbulkan dari menarik diri adalah klien dapat mengalami halusinasi, perilaku yang dapat diamati pada klien dengan menarik diri adalah tidak mau bergaul atau berdiam diri dan kegiatannya yang merepleksikan menarik diri seperti harga diri rendah.
1.2. Rumusan Masalah.
1.2.1. Apa pengertian dari gangguan isolasi sosial menarik diri?
1.2.2. Bagaimana penyebab dari gangguan isolasi sosial menarik diri?
1.2.3. Bagaimana rentang respon emosi dari gangguan isolasi sosial menarik diri?
1.2.4. Bagaimana manifestasi perilaku dari gangguan isolasi sosial menarik diri?
1.2.5. Bagaimana penerapan proses keperawatan pada klien dengan gangguan isolasi sosial menarik diri?
1.2.6. Bagaimana asuhan keperawatan keperawatan pada klien dengan gangguan isolasi sosial menarik diri?
1.2.7. Bagaimana Strategi Penerapan Teknik Komunikasi keperawatan pada klien dengan gangguan isolasi sosial menarik diri?

1.3. Tujuan.
1.3.1. Tujuan Umum.
Agar mahasiswa mempeoleh gambaran secara dalam memberikan Asuhan Keperawatan pada klien dengan isolasi Sosial : Menarik diri.
1.3.2. Tujuan Khusus.
1. Untuk mengetahui pengertian dari gangguan isolasi sosial menarik diri.
2. Untuk mengetahui penyebab dari gangguan isolasi sosial menarik diri.
3. Untuk mengetahui rentang respon emosi dari gangguan isolasi sosial menarik diri.
4. Untuk mengetahui manifestasi perilaku dari gangguan isolasi sosial menarik diri.
5. Untuk mengetahui penerapan proses keperawatan pada klien dengan gangguan isolasi sosial menarik diri.
6. Untuk mengetahui asuhan keperawatan keperawatan pada klien dengan gangguan isolasi sosial menarik diri.
7. Untuk mengetahui Strategi Penerapan Teknik Komunikasi keperawatan pada klien dengan gangguan isolasi sosial menarik diri.

BAB II
LAPORAN PENDAHULUAN

2.1. Masalah Utama.
Isolasi sosial : Menarik diri.

2.2. Proses Terjadinya Masalah.
A. Pengertian.
Isolasi sosial adalah suatu keadaan kesepian yang dialami oleh seseorang karena orang lain menyatakan sikap yang negatif dan mengancam (Twondsend, 1998 dikutip Farida Kusumawati dan Yudi Hartono, 2012).
Menarik diri merupakan percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain (Pawlin, 1993 dikutip Farida Kusumawati dan Yudi Hartono, 2012).
Perilaku isolasi sosial menarik diri merupakan suatu gangguan hubungan interpersonal yang terjadi akibat adanya kepribadian yang tidak fleksibel yang menimbulkan perilaku maladaptive dan mengganggu fungsi seseorang dalam hubungan sosial (Depkes RI, 2000).

B. Penyebab.
Menurut Budi Anna Keliat (2009), salah satu penyebab dari menarik diri adalah harga diri rendah. Harga diri adalah penilaian individu tentang pencapaian diri dengan menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri. Dimana gangguan harga diri dapat digambarkan sebagai perasaan negatif terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri, merasa gagal mencapai keinginan.
Terjadinya gangguan ini dipengaruhi oleh faktor predisposisi diantaranya perkembangan dan sosial budaya. Kegagalan dapat mengakibatkan individu tidak percaya pada diri, tidak percaya pada orang lain, ragu, takut salah, pesimis, putus asa terhadap orang lain, tidak mampu merumuskan keinginan, dan merasa tertekan. Keadaan ini dapat menimbulkan perilaku tidak ingin berkomunikasi dengan orang lain, lebih menyukai berdiam diri, menghindar dari orang lain, dan kegiatan sehari-hari terabaikan (Farida Kusumawati dan Yudi Hartono, 2012).

C. Rentang Respon Emosi.
Manusia adalah mahluk Sosial untuk mencapai kepuasan dalam kehidupan mereka harus membina hubungan interpersonal yang positif. Hubungan interpersonal yang sehat terjadi jika individu yang terlibat saling merasakan kedekatan sementara identitas pribadi masih tetap dipertahankan. Juga perlu untuk membina perasaan saling ketergantungan dan kemandirian dalam suatu hubungan. Perilaku yang teramati pada respon Sosial maladaptive mewakili supaya individu untuk mengatasi ansietas yang betrhubungan dengan kesepian, rasa takut , kemarahan, malu, bersalah dan merasa tidak aman. Seringkali respon yang terjadi meliputi manipulasi, narkisme dan impulsive.
a. Respon adaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan masalah yang masih dapat  diterima oleh norma-norma sosial budaya yang umum berlaku atau individu tersebut masih dalam batas normal dalam menyelesaikan masalahnya. Respon ini meliputi:
1. Menyendiri (solitude)
Merupakan respon yang dibutuhkan seseorang untuk merenungkan apa yang telah dilakukan di lingkungan sosialnya dan merupakan suatu cara mengevaluasi diri untuk menentukan langkah-langkah selanjutnya.
2. Otonomi
Merupakan kemampuan individu dalam menentukan dan menyampaikan ide, pikiran, dan perasaan dalam hubungan sosial.
3. Kebersamaan
Merupakan suatu kondisi dalam hubungan interpersonal di mana individu mampu untuk saling memberi dan menerima.
4. Saling ketergantungan
Merupakan suatu hubungan saling tergantung antara individu dengan orang lain dalam membina hubungan interpersonal.

b. Respon maladaptive adalah respon individu dalam menyelesaikan masalah yang menyimpang dari norma-norma sosial dan budaya lingkungan. Respon maladaptif yang paling sering ditemukan adalah:
1. Menarik diri
Merupakan suatu keadaan dimana seseorang menemukan kesulitan dalam membina hubungan secara terbuka dengan seseorang.

2. Tergantung (dependent)
Terjadi bila seseorang gagal mengembangkan rasa percaya diri atau kemampuannya untuk berfungsi secara sukses.
3. Manipulatif
Merupakan gangguan hubungan sosial yang terdapat pada individu yang menganggap orang lain sebagai objek. Individu tersebut tidak bisa membina hubungan sosial secara mendalam.
4. Impulsif
Individu impulsive tidak mampu membicarakan sesuatu, tidak mampu belajar dari pengalaman, tidak dapat diandalkan.
5. Narcisisme
Pada individu narcisisme terdapat harga diri yang rapuh secara terus-menerus, berusaha mendapatkan penghargaan dan pujian, sikap egosentris, pencemburu, marah jika orang lain tidak mendukung.

Respon adaptif Respon maladaftif

Menyendiri
Otonomi
Kerjasama
Saling tergantung
Merasa sendiri
Menarik diri
Tergantung
Manipulatif
Impulsif

 D. Manifestasi Perilaku.
Menurut Budi Anna Kelia (2009), tanda dan gejala ditemui seperti:
Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul.
Menghindar dari orang lain (menyendiri).
Komunikasi kurang/tidak ada. Klien tidak tampak bercakap-cakap dengan klien lain/perawat.
Tidak ada kontak mata, klien sering menunduk.
Berdiam diri di kamar/klien kurang mobilitas.
Menolak berhubungan dengan orang lain, klien memutuskan percakapan atau pergi jika diajak bercakap-cakap.
Tidak melakukan kegiatan sehari-hari.
Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan tindakan terhadap penyakit (rambut botak karena terapi).
Rasa bersalah terhadap diri sendiri (mengkritik/menyalahkan diri sendiri).
Gangguan hubungan sosial (menarik diri).
Percaya diri kurang (sukar mengambil keputusan).
Mencederai diri (akibat dari harga diri yang rendah disertai harapan yang suram, mungkin klien akan mengakiri kehidupannya.

E. Penerapan Proses Keperawatan
1. Memenuhi kebutuhan Biologis
Monitor intake dan output
Memperhatikan kebersihan diri
2. Komunikasi verbal dan non verbal
Sikap empati
Pilih topik pembicaraan dari klien
Kontak mata
Sentuhan halus
3. Melibatkan orang lain dengan klien
Awal hubungan perawat klien kemudian lanjut dengan orla.
4. Intervensi Keluarga
Bantu untuk mengerti kebutuhan klien
Bantu untuk selalu berkomunikasi dengan klien
Beri penjelasan proses pengobatan

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN ISOLASI MENARIK DIRI

3.1. Masalah keperawatan dan data yang perlu dikaji
I. Pengkajian.
1. Identitas.
Sering ditemukan pada usia dini atau muncul pertama kali pada masa pubertas.
2. Keluhan Utama.
Keluhan utama yang menyebabkan pasien dibawa ke rumah sakit biasanya akibat adanya kemunduran kemauan dan kedangkalan emosi.
3. Faktor Predisposisi.
Faktor predisposisi sangat erat kaitannya dengan faktor etiologi yakni keturunan, endokrin, metabolisme, susunan saraf pusat, dan kelemahan ego.
4. Psikososial.
a. Genogram.
Orang tua penderita skizofrenia, salah satu kemungkinan anaknya 7-16 % skizofrenia, bila keduanya menderita 40-68 %, saudara tiri kemungkinan 0,9-1,8 %, saudara kembar 2-15 %, dan saudara kandung 7-15 %.
b. Konsep Diri.
Kemunduran kemauan dan kedangkalan emosi yang mengenai pasien akan memengaruhi konsep diri pasien.
c. Hubungan Sosial.
Klien cenderung menarik diri dari lingkungan pergaulan, suka melamun, dan berdiam diri.
d. Spiritual.
Aktivitas spiritual menurun seiring dengan kemunduran kemauan.
5. Status Mental.
a. Penampilan diri.
Pasien tampak lesu, tak bergairah, rambut acak-acakan, kancing baju tidak tepat, resleting tak terkunci, baju tak diganti, baju terbalik sebagai manifestasi kemunduran kemauan pasien.

b. Pembicaraan.
Nada suara rendah, lambat, kurang bicara, apatis.
c. Aktivitas Motorik.
Kegiatan yang dilakukan tidak berfariatif, kecenderungan mempertahankan pada satu posisi yang dibuatnya sendiri (katalepsia).
d. Emosi.
Emosi dangkal.
e. Efek.
Efek dangkal, tak ada ekspresi roman muka.
f. Interaksi selama wawancara.
Cenderung tidak kooperatif, kontak mata kurang, tidak mau menatap lawan bicara, diam.
g. Persepsi.
Tidak terdapat halusinasi atau waham.
h. Proses Berfikir.
Gangguan proses berfikir jarang ditemukan.
i. Kesadaran.
Kesadaran berubah, kemampuan mengadakan hubungan serta pembatasan dengan dunia luar dan dirinya sendiri sudah terganggu pada taraf tidak sesuai dengan kenyataan (secara kualitatif).
j. Memori.
Tidak ditemukan gangguan spesifik, orientasi tempat, waktu, dan orang.
k. Kemampuan Penilaian.
Tidak dapat mengambil keputusan, tidak dapat bertindak dalam suatu keadaan, selalu memberikan alasan meskipun alasan tidak jelas atau tidak tepat.
l. Tilik Diri.
Tak ada yang khas.
6. Kebutuhan Sehari-hari.
Pada permulaan, penderita kurang memperhatikan diri dan keluarganya, makin mundur dalam pekerjaan akibat kemunduran kemauan. Minat untuk memenuhi kebutuhannya sendiri sangat menurun dalam hal makan, BAB / BAK, mandi, berpakaian dan istirahat tidur.

II. Analisa Data.
Data Etiologi Masalah
DS : klien mengeluh kurang percaya kepada orang lain disekitarnya
DO :
Klien tidak mampu mendemontrasikan keinginan dan hasrat untuk bersosialisasi dengan orang lain.
Klien tidak mampu mengikuti aktivitas kelompok tanpa disuruh.
Klien tidak mampu melakukan pendekatan interaksi satu-satu dengan orang lain dengan cara yang sesuai / dapat diterima.
kurangnya rasa percaya kepada orang lain, panik, regresi ke tahap perkembangan sebelumnya, sukar berinteraksi dengan orang lain pada masa lampau. Isolasi sosial
DS : klien mengeluh kurang komunikasi dengan orang lain
DO :
Klien tidak mampu berkomunikasi dengan cara yang dapat dimengerti dan diterima orang lain.
Pesan non verbal klien tidak sesuai dengan verbalnya.
Klien tidak mampu mengakui bahwa disorganisasi pikiran dan kelainan komunikasi verbal terjadi pada saat adanya peningkatan ansietas.
ketidakmampuan untuk percaya kepada orang lain, panik, regresi ke tahap perkembangan sebelumnya, menarik diri. Kerusakan komunikasi verbal
DS : -
DO :
Klien tidak mampu makan sendiri tanpa bantuan.
Klien tidak mampu memilih pakaian yang sesuai, berpakaian merawat dirinya tanpa bantuan.
Klien tidak mampu mempertahankan kebersihan diri secara optimal dengan mandi setiap hari dan melakukan prosedur defekasi dan berkemih tanpa bantuan.
menarik diri, regresi.
Sindrom kurang perawatan diri

III. Diagnosis Keperawatan.
1. Isolasi sosial b.d. kurangnya rasa percaya kepada orang lain, panik, regresi ke tahap perkembangan sebelumnya, sukar berinteraksi dengan orang lain pada masa lampau.
2. Kerusakan komunikasi verbal b.d. ketidakmampuan untuk percaya kepada orang lain, panik, regresi ke tahap perkembangan sebelumnya, menarik diri.
3. Sindrom kurang perawatan diri b.d. menarik diri, regresi.

IV. Intervensi Keperawatan.
Diagnosa 1 : Isolasi sosial b.d. kurangnya rasa percaya kepada orang lain, panik, regresi ke tahap perkembangan sebelumnya, sukar berinteraksi dengan orang lain pada masa lampau.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan klien mampu mendemontrasikan keinginan dan hasrat untuk bersosialisasi dengan orang lain.
Kriteria Hasil :
Klien mampu mendemontrasikan keinginan dan hasrat untuk bersosialisasi dengan orang lain.
Klien mampu mengikuti aktivitas kelompok tanpa disuruh.
Klien mampu melakukan pendekatan interaksi satu-satu dengan orang lain dengan cara yang sesuai / dapat diterima.

1. Perlihatkan sikap menerima dengan cara melakukan kontak yang sering tapi singkat.

2. Perlihatkan penguatan positif pada pasien.
3. Temani pasien untuk memperlihatkan dukungan selama aktivitas kelompok yang mungkin merupakan hal yang menakutkan atau sukar bagi pasien.
4. Berikan pengakuan dan penghargaan tanpa disuruh pasien dapat berinteraksi dengan orang lain.
5. Berikan obat-obat penenang sesuai program pengobatan pasien. 1. Sikap menerima dari orang lain akan meningkatkan harga diri pasien dan memfasilitasi rasa percaya kepada orang lain.
2. Pasien merasa menjadi orang yang berguna.
3. Kehadiran seseorang yang dipercaya akan memberikan rasa aman bagi pasien.

4. Penguatan akan meningkatkan harga diri pasien dan mendorong pengulangan perilaku tersebut.
5. Obat-obat anti psikosis menolong orang untuk menurunkan gejala psikosis pada seseorang sehingga memudahkan interaksi dengan orang lain.
Diagnosa 2 : Kerusakan komunikasi verbal b.d. ketidakmampuan untuk percaya kepada orang lain, panik, regresi ke tahap perkembangan sebelumnya, menarik diri.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan Klien mampu berkomunikasi dengan cara yang dapat dimengerti dan diterima orang lain.
Kriteria Hasil :
Klien mampu berkomunikasi dengan cara yang dapat dimengerti dan diterima orang lain.
Pesan non verbal klien sesuai dengan verbalnya.
Klien mampu mengakui bahwa disorganisasi pikiran dan kelainan komunikasi verbal terjadi pada saat adanya peningkatan ansietas.

1. Gunakan teknik validasi dan klarifikasi untuk mengerti pola komunikasi pasien.

2. Pertahankan konsistensi perawat yang bertugas.

3. Jelaskan kepada pasien dengan cara yang tidak mengancam bagaimana perilaku dan pembicaraannya diterima dan mungkin juga dihindari oleh orang lain.
4. Jika pasien tidak mampu atau tidak ingin bicara (autisme), gunakan teknik mengatakan secara tidak langsung.

5. Antisipasi dan penuhi kebutuhan pasien sampai pola komunikasi yang memuaskan kembali.

1. Teknik ini menyatakan kepada pasien bagaimana klien dimengerti oleh orang lain, sedangkan tanggung jawab untuk mengerti ada pada perawat.
2. Memudahkan rasa percaya dan kemampuan untuk mengerti tindakan dan komunikasi pasien.
3. Teknik ini untuk meningkatkan hubungan saling percaya antara perawat dan pasien, serta pasien dengan lingkungannya.

4. Hal ini menyampaikan rasa empati, mengembangkan rasa percaya dan mendorong pasien mendiskusikan hal-hal yang menyakitkan dirinya.
5. Kenyamanan dan keamanan pasien merupakan prioritas keperawatan.
Diagnosa 3 : Sindrom kurang perawatan diri b.d. menarik diri, regresi.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan Klien makan sendiri tanpa bantuan.
Kriteria Hasil :
Klien makan sendiri tanpa bantuan.
Klien memilih pakaian yang sesuai, berpakaian merawat dirinya tanpa bantuan.
Klien mempertahankan kebersihan diri secara optimal dengan mandi setiap hari dan melakukan prosedur defekasi dan berkemih tanpa bantuan.

1. Dukung pasien untuk melakukan kegiatan hidup sehari-hari sesuai tingkat kemampuan pasien.

2. Dukung kemandirian pasien, tetapi berikan bantuan saat pasien tidak dapat melakukan beberapa kegiatan.
3. Berikan pengakuan dan penghargaan positif untuk kemampuannya mandiri.

4. Perlihatkan secara konkret, bagaimana melakukan kegiatan yang menurut pasien sulit melakukannya.
5. Buat catatan secara rinci tentang makanan dan cairan. 1. Keberhasilan menampilkan kemandirina dalam melakukan aktifitas akan meningkatkan harga diri.
2. Kenyamanan dan keamanan pasien merupakan prioritas dalam keperawatan.
3. Penguatan positif akan meningkatkan harga diri dan mendukung pengulangan perilaku yang diharapkan.
4. Penjelasan harus sesuai dengan tingkat pengertian yang nyata.

5. Informasi penting untuk mendapatkan gambaran nutrisi yang adekuat.

V. Evaluasi.
1. Klien mampu mendemontrasikan keinginan dan hasrat untuk bersosialisasi dengan orang lain.
2. Klien mampu mengikuti aktivitas kelompok tanpa disuruh.
3. Klien mampu melakukan pendekatan interaksi satu-satu dengan orang lain dengan cara yang sesuai / dapat diterima.
4. Klien mampu berkomunikasi dengan cara yang dapat dimengerti dan diterima orang lain.
5. Pesan non verbal klien sesuai dengan verbalnya.
6. Klien mampu mengakui bahwa disorganisasi pikiran dan kelainan komunikasi verbal terjadi pada saat adanya peningkatan ansietas.
7. Klien makan sendiri tanpa bantuan.
8. Klien memilih pakaian yang sesuai, berpakaian merawat dirinya tanpa bantuan.
9. Klien mempertahankan kebersihan diri secara optimal dengan mandi setiap hari dan melakukan prosedur defekasi dan berkemih tanpa bantuan.

BAB IV
STRATEGI PENERAPAN TEKNIK KOMUNIKASI PADA KLIEN ISOLASI SOSIAL MENARIK DIRI

4.1. Penerapan Strategi Komunikasi.
1. Kondisi Klien
     Klien dengan isolasi sosial menarik diri jarang bahkan tidak mampu melakukan interaksi dengan orang lain (Rawlins, 1993). Klien sering menunjukan tanda dan gejala seperti kurang spontan, apatis, akspresi wajah kurang berseri, afek datar, kontak mata kurang, komunikasi verbal menurun, mengisolasi diri (menyendiri), dan ceritakan kondisi klien.
2. Diagnosa keperawatan: Isolasi Sosial  Menarik Diri
3. Tujuan
Mampu membina hubungan saling percaya dengan klien
Klien mampu menyebutkan penyebab isolasi sosial menarik diri
Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain dan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain.
Klien mampu berkenalan dengan orang lain.
4. Strategi pelaksanaan:
Orientasi :
Orientasi (Perkenalan):
“Selamat pagi ”
“Saya Agung Nugroho Saya senang dipanggil Agung Saya mahasiswa keperawatan USKW salatiga,  saya yang akan membantu merawat ibu dari sekarang sampai 2 minggu kedepan
“Siapa nama Ibu? Senang dipanggil siapa?”
“Apa keluhan  S...  hari ini?” Bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang keluarga dan teman-teman  ibu S? Mau dimana kita bercakap-cakap? Bagaimana kalau di ruang tamu? Mau berapa lama S...? Bagaimana kalau 15 menit”

Kerja:
(Jika pasien baru)
”Siapa saja yang tinggal serumah? Siapa yang paling dekat dengan S? Siapa yang jarang bercakap-cakap dengan S? Apa yang membuat S jarang bercakap-cakap dengannya?”
(Jika pasien sudah lama dirawat)
”Apa yang S rasakan selama S dirawat disini?  Apakah S merasa sendirian? Siapa saja yang S kenal di ruangan ini”
 “Apa saja kegiatan yang biasa S lakukan dengan teman yang S kenal?”
 “Apa yang menghambat S dalam berteman atau bercakap-cakap dengan pasien yang  lain?”
 ”Menurut S apa saja keuntungannya kalau kita mempunyai teman ? Wah benar, ada teman bercakap-cakap. Apa lagi ? (sampai pasien dapat menyebutkan beberapa) Nah kalau kerugiannya tidak mampunyai teman apa ya S ? Ya, apa lagi ? (sampai pasien
dapat menyebutkan beberapa) Jadi banyak juga ruginya tidak punya teman ya. Kalau begitu inginkah S belajar bergaul dengan orang lain ?
«  Bagus. Bagaimana kalau sekarang  kita belajar berkenalan dengan orang lain”
 “Begini lho S, untuk berkenalan dengan orang lain kita sebutkan dulu nama kita dan nama panggilan yang kita suka asal kita dan hobi. Contoh: Nama Saya S, senang dipanggil Si. Asal saya dari Bireun, hobi memasak”
“Selanjutnya S menanyakan nama orang yang diajak berkenalan. Contohnya begini: Nama Bapak siapa? Senang dipanggil apa? Asalnya dari mana/ Hobinya apa?”
“Ayo S dicoba! Misalnya saya belum kenal dengan S. Coba berkenalan dengan saya!”
“Ya bagus sekali! Coba sekali lagi. Bagus sekali”
“Setelah S berkenalan dengan orang tersebut S bisa melanjutkan percakapan tentang hal-hal yang menyenangkan S bicarakan. Misalnya tentang cuaca, tentang hobi, tentang keluarga, pekerjaan dan sebagainya.”

Terminasi:
”Bagaimana perasaan S setelah kita  latihan berkenalan?”
”S tadi sudah mempraktekkan cara berkenalan dengan baik sekali”
”Selanjutnya S dapat mengingat-ingat apa yang kita pelajari tadi selama saya tidak ada. Sehingga S lebih siap untuk berkenalan dengan orang lain.  S mau praktekkan ke pasien lain. Mau jam berapa mencobanya. Mari kita masukkan pada jadwal kegiatan hariannya.”
”Besok pagi jam 10 saya akan datang kesini  untuk mengajak S berkenalan dengan teman saya, perawat N. Bagaimana, S mau kan?”
”Baiklah, sampai jumpa.”



Daftar Pustaka



Budi Anna Keliat. 2009. Model praktik keperawatan professional jiwa. Jakarta. ECG
Yosep Iyus. 2007. Keperawatan Jiwa. Jakarta : ECG
Kusumawati, Farida dan Yudi Hartono. 2012. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta : Salemba Medika

1 komentar:

  1. mantap ini artikelnya, tambahin lagi refrerensinya , kalau bisa , biar lebih keren lagi

    BalasHapus