Makalah Gangguan Presepsi Sensori : Halusinasi

Makalah Gangguan Presepsi Sensori : Halusinasi
Disusun untuk Memenuhi Tugas Terstruktur Keperawatan
“Ilmu Keperawatan Jiwa”
Semester IV B





PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MAHARANI MALANG
Jl.Simp.Candi Panggung 133 Malang Telp/Fax (0341) 4345375, 7751871
Website :www.stikesmaharani.ac.id | email : Informasi@stikesmaharani.ac.id


Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas berkat dan rahmat-Nya penyusun masih diberi kesehatan sehingga makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Makalah yang berjudul ”Halusinasi” ini disusun untuk memenuhi tugas mahasiswa dari mata kuliah  Keperawatan Jiwa
Pada kesempatan ini penyusun mengucapkan terima kasih kepada :
1.      Ibu Ns.Yeni Fitria, S.kep dosen mata kuliah Keperawatan Jiwa  yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan demi terselesaikannya makalah ini.
2.      Rekan-rekan dan semua pihak yag telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penyusun harapkan demi kesempurnaan makalah ini dimasa mendatang.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para mahasiswa khususnya dan masyarakat pada umumnya. Dan semoga makalah ini dapat dijadikan sebagai bahan untuk menambah pengetahuan para mahasiswa dan masyarakat dan pembaca.

Malang, 16 April 2014

Penyusun


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kesehatan jiwa merupakan bagian yang integral dari kesehatan. Kesehatan jiwa bukan sekedar terbebas dari gangguan jiwa, akan tetapi merupakan suatu hal yang di butuhkan oleh semua orang. Kesehatan jiwa adalah perasaan sehat dan bahagia serta mampu mengatasi tantangan hidup, dapat menerima orang lain sebagai mana adanya. Serta mempunyai sikap positif terhadap diri sendiri dan orang lain. (Menkes, 2005)
Halusinasi merupakan bentuk yang paling sering dari gangguan persepsi.Bentukhalusinasi ini bisa berupa suara-suara yang bising atau mendengung, tapi yang palingsering berupa kata-kata yang tersusun dalam bentuk kalimat yang agak sempurna.Biasanya kalimat tadi membicarakan mengenai keadaan pasien sedih atau yangdialamatkan pada pasien itu.Akibatnya pasien bisa bertengkar atau bicara dengansuara halusinasi itu. Bisa pula pasien terlihat seperti bersikap dalam mendengar ataubicara keras-keras seperti bila ia menjawab pertanyaan seseorang atau bibirnyabergerak-gerak. Kadang-kadang pasien menganggap halusinasi datang dari setiaptubuh atau diluar tubuhnya.Halusinasi ini kadang-kadang menyenangkan misalnyabersifat tiduran, ancaman dan lain-lain.
Menurut May Durant Thomas (1991) halusinasi secara umum dapat ditemukanpada pasien gangguan jiwa seperti: Skizoprenia, Depresi, Delirium dan kondisi yangberhubungan dengan penggunaan alcohol dan substansi lingkungan.Berdasarkan hasil pengkajian pada pasien dirumah sakit jiwa Medan ditemukan85% pasien dengan kasus halusinasi.
Sehingga penulis merasa tertarik untuk menuliskasus tersebut dengan pemberian Asuhan keperawatan mulai dari pengkajian sampaidengan evaluasi.

1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan halusinasi ?
2. Apa saja klasifikasi dari halusinasi ?
3. Apa penyebab dari Halusinasi ?
4. Apa saja tanda gejala dari halusinasi ?
5. Apa saja tahapan halusinasi ?
6. Bagaimana respon neurobiological ?
7. Bagaimana pohon masalah gangguan halusinasi ?
8. Bagaimana penerapan proses keperawatan ?
9. Bagaimana penerapan strategi komunikasi pada klien dengan halusinasi ?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian halusinasi
2. Untuk mrngetahui klasifikasi halusinasi
3. Untuk mengetahui penyebab halusinasi
4. Untuk mengetahui tanda dan gejala halusinasi
5. Untuk mengetahui tahapan halusinasi
6. Untuk mengetahui respon neuorobiological
7. Untuk mengetahui pohon masalah dari gangguan halusinasi
8. Untuk mengetahui penerapan proses keperawatan
9. Untuk mengetahui penerapan srategi komunikasi pada klien dengan halusinasi.
1.4 Manfaat
1. Dapat mengetahui pengertian halusinasi
2. Dapat mrngetahui klasifikasi halusinasi
3. Dapat mengetahui penyebab halusinasi
4. Dapat mengetahui tanda dan gejala halusinasi
5. Dapat mengetahui tahapan halusinasi
6. Dapat mengetahui respon neuorobiological
7. Dapat mengetahui pohon masalah dari gangguan halusinasi
8. Dapat mengetahui penerapan proses keperawatan
9. Dapat mengetahui penerapan srategi komunikasi pada klien dengan halusinasi.

BAB II
LANDASAN TEORI

KONSEP DASAR GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI
2.1 Pengertian
Halusinasi merupakan salah satu gangguan persepsi, dimana terjadi pengalaman panca indera tanpa adanya rangsangan sensorik (persepsi indra yang salah). Menurut Cook dan Fotaine (1987), halusinasi adalah persepsi sensorik tentang suatu objek, gambaran dan pikiran yang sering terjadi tanpa adanya rangsangan dari luar yang dapat meliputi semua system penginderaan (pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan atau pengecapan).
 Menurut Wilson (1983), halusinasi adalah gangguan penyerapan/persepsi panca indera tanpa adanya rangsangan dari luar yang dapat terjadi pada sistem penginderaan dimana terjadi pada saat kesadaran individu itu penuh dan baik. Maksudnya rangsangan tersebut terjadi pada saat klien dapat menerima rangsangan dari luar dan dari individu. Dengan kata lain klien berespon terhadap rangsangan yang tidak nyata, yang hanya dirasakan oleh klien dan tidak dapat dibuktikan.
2.2 Klasifikasi
terdapat beberapa jenis halusinasi di antaranya:
1. Halusinasi penglihatan ( visual, optik ) :
tak berbentuk ( sinar, kalipan atau pola cahaya ) atau berbentuk ( orang, binatang  atau barang lain yang dikenalnya), berwarna atau tidak
2. Halusinasi pendengaran (auditif, akustik) :
suara manusia, hewan atau mesin, barang, kejadian alamiah dan musik
3. Halusinasi pencium (olfaktorik) :
 mencium sesuatu bau
4. Halusinasi pengecap (gustatorik) :
merasa/mengecap sesuatu
5. Halusinasi peraba (taktil) :
merasa diraba, disentuh, ditiup,disinari atau seperti ada ulat bergerak dibawah kulitnya
6. Halusinasi kinestetik :
merasa badannya bergerak dalam sebuah ruang, atau anggota badannya bergerak (umpamanya anggota badan bayangan atau “phantom limb”).
7. Halusinasi histerik : timbul pada nerosa histerik karena konflik emosional.

2.3 Etiologi
Halusinasi dapat terjadi pada klien dengan gangguan jiwa seperti skizoprenia, depresi atau keadaan delirium, demensia dan kondisi yang berhubungan dengan penggunaan alkohol dan substansi lainnya. Halusinasi dapat juga terjadi dengan epilepsi, kondisi infeksi sistemik dengan gangguan metabolik. Halusinasi juga dapat dialami sebagai efek samping dari berbagai pengobatan yang meliputi anti depresi, anti kolinergik, anti inflamasi dan antibiotik,sedangkan obat-obatan halusinogenik dapat membuat terjadinya halusinasi sama seperti pemberian obat diatas.

2.4 Manisfestasi klinis
1. Bicara, senyum, dan ketawa sendiri;
2. Menggerakkan bibir tanpa suara, pergerakan mata yang cepat, dan respon verbal yang lambat
3. Menarik diri dari orang lain, dan berusaha untuk menghindari diri dari orang lain
4. Lebih cenderung mengikuti petunjuk yang diberikan oleh halusinasinya daripada menolaknya
5. Tidak dapat membedakan antara keadaan nyata dan keadaan yang tidak nyata
6. Terjadi peningkatan denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah;
7. Perhatian dengan lingkungan yang kurang atau hanya beberapa detik dan berkonsentrasi dengan pengalaman sensorinya
8. Curiga, bermusuhan, merusak (diri sendiri, orang lain dan lingkungannya), dan takut
9. Sulit berhubungan dengan orang lain
10. Ekspresi muka tegang, mudah tersinggung, jengkel dan marah
11. Tampak tremor dan berkeringat, perilaku panik.
2.5 Tahapan halusinasi
a. fase I : klien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas, kesepian, rasa bersalah dan takut serta mencoba untuk berfokus pada pikiran yang menyenang kan untuk meredakan ansietas. Disini klien tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakan lidah tanpa suara, pergerakan mata yang cepat, diam dan asyik sendiri.
b. fase II : pengalaman sensori menjijikan dan menakutkan. Klien mulai lepas kendali dan mungkin mencoba untuk mengendalikan jarak dirinya dengan sumber yang dipersepsikan. Disini terjadi peningkatan tanda-tanda sistem saraf otonom akibat ansietas seperti peningkatan tanda-tanda vital (denyut jantung, pernafasan dan tekanan darah), asyik dengan pengalaman sensori dan kehilangan kemampuan untuk membedakan halusinasi dengan realita.
c. fase III : klien berhenti menghentikan perlawanan terhadap halusinasi dan menyerah pada halusinasi tersebut. Disni klien sukar berhubungan orang lain, berkeringat, tremor, tidak mampu mematuhi perintah dari orang lain dan berada dalam kondisi yang sangat menegangkan terutama jika akan berhubungan dengan orang lain.
d. fase IV : pengalaman sensori menjadi mengancam jika klien mengikuti perintah halusinasi. Disini terjadi perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri, tidak mampu berespon lebih dari 1 orang. Kondisi klien sangat membahayakan.

 2.7 Rentang Respon Neurobiological

Halusinasi merupakan salah satu respon maladatif individu yang berada dalam rentang respon neurobiologi.
a. pikiran logis : yaitu ide yang berjalan secara logis dan koheren.
b. Persepsi akurat : yaitu proses diterimanya rangsang melalui panca indra yang didahului oleh perhatian (attention) sehingga individu sadar tentang sesuatu yang ada di dalam maupun diluar dirinya.
c. Emosi konsisten : yaitu manifestasi perasaan yang konsisten atau afek keluar di sertai banyak banyak komponen fisiologik dan biasanya berlangsung tidak lama.
d. Perilaku sesuai : perilaku individu berupa tindakan nyata dalam penyelesaian masalah masih dapat diterima oleh norma-norma sosial dan budaya umum yang belaku.
e. Hubungan sosial harmonis : yaitu hubungan yang dinamis menyangkut hubungan antar individu dan individu, individu dan kelompok dalam bentuk kerja sama.
f. Proses pikir kadang tergantung (ilusi): yaitu menifestasi dari persepsi implus eksternal melalui alat panca indra yang memproduksi gambaran sensorik pada area tertentu diotak kemudian diinterpretasi sesuai dengan kejadian yang telah dialami sebelumnya.
g. Emosi berlebihan atau kurang : yaitu menisfatasi perasaan atau afek keluar berlebihan atau kurang.
h. Perilaku atau tidak sesuai atau biasa : yaitu perilaku individu berupa tindakan nyata dalam penyesuaian masalahnya tidak diterima oleh norma-norma sesial atau berbudaya umum yang berlaku.
i. Perilaku aneh atau tidak biasa : perilaku individu berupa tindakan nyata dalam menyelesaikan masalahnya tidak diterima oleh norma-norma sosial atau budaya umum yang berlaku.
j. Menarik diri : yaitu percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain.
k. Isolasi sosial : menghindari dan dihindari oleh lingkungan sosial dalam berinteraksi.
Berdasarkan rentang diatas diketahui bahwa halusinasi merupakan respon persepsi paling maladaptif. Jika klien sehat, persepsinya akurat, mampu mengidentifikasi dan menginterpretasikan stimulus berdasarkan informasi yang diterima melalui panca indra (pendengaran, penglihatan,penghidu,pengecapan, dan perabaan), sedangkan klien dengan halusinasi mempersepsikan suatu stimulul panca indra walaupun sebenarnya stimulas itu tidak ada.

2.8 Pohon Masalah Gangguan Presepsi Sensori: Halusinasi

Resiko Mencederai diri sendiri, oranglain, dan lingkungan

Perubahan presepsi sensori: Halusinasi

Isolasi sosial: Menarik diri

Gangguan konsep diri: Harga diri rendah

BAB III
Konsep Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Halusinasi
3.1 Pengkajian
pengkajian merupakan tahapan awal dan dasar utama dari proses keperawatan. Tahap pengkajian terdiri atas pengumpulan data dan perumusan kebutuhan, atau masalah klien. Data yang dikumpulkan meliputi data biologis, psikologis, sosial, dan spiritual. Data pengkajian kesehatan jiwa dapat dikelompokkan menjadi faktor predisposisi, faktor presipitasi, penilaian terhadap stressor, sumber koping, dan kemampuan koping yang dimiliki klien (Keliat, 2005).
Klien yang mengalami halusinasi sukar untuk mengontrol diri dan sukar untuk berhubungan dengan orang lain. Asuhankeperawatan tersebut dimulai dari tahap pengkajian sampai dengan evaluasi.
a. Pengkajian
Pada tahap ini perawat menggali faktor-faktor yang ada dibawah ini yaitu :
a. Identitas.
Sering ditemukan pada usia dini atau muncul pertama kali pada masa pubertas.
b. Keluhan Utama.
Keluhan utama yang menyebabkan pasien dibawa ke rumah sakit
c. Faktor predisposisi.
Adalah faktor resiko yang mempengaruhi jenis dan jumlah sumber yangdapat dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi stress. Diperoleh baik dari klien maupun keluarganya, mengenai factor perkembangan sosial kultural, biokimia, psikologis dan genetik yaitu factor resiko yang mempengaruhi jenis dan jumlah sumber yang dapat dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi stress.
d. faktor presipitasi
1. Kesehatan
Nutrisi dan tidur kurang, ketidakseimbangan irama sirkadian, kelelahan dan infeksi, obat-obatan, system syaraf pusat,kurangnya latihan dan hambatan untuk menjangkau pelayanan kesehatan.
2. Lingkungan
Lingkungan sekitar yang memusuhi, masalah dalam rumah tangga, kehilangan kebebasan hidup dalam melaksanakan pola aktifitas sehari-hari, sukar dalam berhubungan dengan orang lain, isolasi sosial, kurangnya dukungan sosial, tekanan kerja ( kurang tampil dalam berkerja), stigmasasi, kemiskinan, kurangnya alat tranportasi dan ketidakmampuan mendapat pekerjaan.

3. Sikap
Merasa tidak mampu( harga diri rendah), putus asa ( tidak percaya diri), merasa gagal ( kehilangan motovasi menggunakan keterampilan diri ), kehilangan kendali diri ( demonstrasi), merasa punya kekuatan berkelebihan,, merasa malang ( tidak mampu memenuhi kebutuhan spiritual ), bertindak tidak seperti orang lain dari segi usia maupun kebudayaan, rendahnya kemampuan sosialisasi, prilaku asertif, prilaku kekerasan, ketidak adekuatan pengobatan dan ketidakadekuatan penanganan gejala
e. perilaku
Respon prilaku klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan, rasa tidak aman, gelisah, bingung, prilaku merusak diri, kurang perhatian, tidak mampu mengambil keputusan, bicara inkoheren, bicara sendiri, tidak dapat membedakan yang nyata dengan yang tidak nyata.Prilaku klien yang mengalami halusinasi sangat tergantung pada jenis halusinasinya, meliputi:
a.       Isi halusinasi
Ini dapat ditanyakan , suara apa yang didengar, apa saja yang  dikatakan suara itu, jjika halusinasi auditorik. Apa bentuk bayangan yang dilihat oleh klien, jika halusinasi visual, bau  apa yang tercium, jika halusinasi penghidu, rasa apa yang dikecap jika halusinasi pengecap, dan apa yang diraskan dipermukaan tubuh jika halusinasii perabaan
b.      Waktu dan frekuensi
Ini dapat ditanyakan kepada klien kapan pengalaman halusinasi muncul, berapa kali sehari, seminggu, sebulan pengalaman halusinasi itu muncul.
c.       Pencetus halusinasi
Perawat perlu mengidentifikasi situasi yang dialami sebelum halusinasi muncul. Selain itu perawat perlu juga bisa mengobservasi apa yang dialami klien menjelang munculnya halusinasi untuk memvalidasikan pernyataan klien.
d.      Respon klien
Untuk menentukan sejauh mana halusinasi telah mempengaruhi klien, bisa dikaji dengan apa yang dilakukan klien saat mengalami halusinasi.

3.2 Analisa Data
No Data Fokus Diagnosa
1 DS:
-klien menatakan mendengar suara yang menyuruh pukul orang dengan palu, suara itu muncul pada sore hari dan saat sendirian dan marah saat mendengar suara itu
DO:
-klien tampak marah tanpa sebab
- klien terlihat berbicara sendiri
-pasien tampak mondar-mandir
-klien tampak menutup telinga Gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran
2 DS:
Klien mengatakan melihat atau mendengar sesuatu.
Klien tidak mampu mengenal tempat, waktu, orang.
DO:
Tampak bicara dan ketawa sendiri.
Mulut seperti bicara tapi tidak keluar suara.
Berhenti bicara seolah mendengar atau melihat sesuatu. gangguan persepsi sensori halusunasi
3
  DS:
-pasien mengatakan teman-temannya gila sehingga malas bergaul dengan mereka
- pasien mengatakan teman-temannya sering tidak nyambung bila di ajak berbicara
DO:
-pasien terlihat sering duduk sendiri diatas tempat tidurnya
-pasien terlihat memisahkan tempat tidurnya
-pasien terlihat sering makan sendiri Gangguan konsep diri:
Isolasi sosial : menarik diri

3.3 Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan persepsi sosial: Halusinasi
2. Perubahan persepsi sensorik : halusinasi berhubungan dengan menarik diri
3. perubahan persepsi sensori halusinasi: pendengaran

3.4 Intervensi
Tujuan utama, tujuan khusus, dan rencana tindakan dari diagnosa utama Gangguan persepsi sosial: Halusinasi sebagai berikut :
1. Tujuan umum
Klien mampu mengontrol halusinasinya.
2. Tujuan khusus
TUK 1 : Klien dapat membina hubungan saling percaya.
a. Kriteria evaluasi:
Ekspresi wajah bersahabat, menunjukkan rasa senang, ada kontak mata, mau berjabat tangan, mau menyebutkan nama, mau menjawab salam, mau duduk berdampingan dengan perawat, mau mengutarakan masalah yang dihadapi.
b. Intervensi
1. Bina hubungan saling percaya dengan :
2. Sapa klien dengan ramah dan baik secara verbal dan non verbal.
3. Perkenalkan diri dengan sopan.
4. Tanyakan  nama  lengkap  klien  dan  nama  panggilan  yang  disukai klien.
5. Jelaskan tujuan pertemuan.
6. Jujur dan menepati janji.
7. Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya.
8. Beri perhatian pada klien dan perhatikan kebutuhan dasar klien
Rasional :
1. Hubungan saling percaya merupakan dasar untuk memperlancar  hubungan interaksi selanjutnya.
TUK 2 : Klien dapat mengenal halusinasi
a. Kriteria evaluasi :
1. Klien   dapat   menyebutkan  waktu,  isi    dan   frekuensi timbulnya halusinasi.
2. Klien dapat mengungkapkan perasaan terhadap halusinasinya.
b. Intervensi
1. Adakan sering dan singkat secara bertahap.
Rasional :
Kontak sering dan singkat selain upaya membina hubungan saling percaya juga dapat memutuskan halusinasinya.
2. observasi  tingkah  laku  klien  terkait  dengan halusinasinya. Bicara dan tertawa tanpa stimulus, memandang ke kiri dan ke kanan seolah-olah ada teman bicara.
Rasional:
Mengenal perilaku pada saat halusinasi timbul memudahkan perawat dalam melakukan intervensi.
3. Bantu klien mengenal halusinasinya dengan cara :
1. Jika menemukan klien yang sedang halusinasi tanyakan apakah ada suara yang di dengar.
2. Jika klien menjawab ada lanjutkan apa yang dikatakan.
3. Katakan bahwa perawat percaya klien mendengar suara itu, namun perawat sendiri tidak mendengarnya (dengan nada sahabat tanpa menuduh/menghakimi).
4. Katakan pada klien bahwa ada juga klien lain yang sama seperti dia.
5. Katakan bahwa perawat akan membantu klien.
Rasional :
Mengenal halusinasi memungkinkan klien untuk menghindari faktor timbulnya halusinasi.
4. Diskusikan dengan klien tentang :
Situasi yang menimbulkan/tidak menimbulkan halusinasi.
Waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi (pagi, siang, sore dan malam atau jika sendiri, jengkel, sedih)
Rasional :
Dengan mengetahui waktu, isi dan frekuensi munculnya halusinasi mempermudah tindakan keperawatan yang akan dilakukan perawat.
TUK 3 : Klien Dapat Mengontrol Halusinasinya
a. Kriteria evaluasi :
1. Klien   dapat   menyebutkan  tindakan   yang   biasanya     dilakukan untuk mengendalikan halusinasinya.
2. Klien dapat menyebutkan cara baru.
3. Klien  dapat  memilih  cara  mengatasi  halusinasi  seperti  yang telah didiskusikan dengan klien.
4. Klien dapat melakukan cara yang telah dipilih untuk mengendalikan halusinasi.
5. Klien dapat mengetahui aktivitas kelompok.
b. Intervensi
1. Identifikasi  bersama  klien  tindakan   yang   dilakukan  jika    terjadi halusinasi (tidur, marah, menyibukkan diri sendiri dan lain-lain)
Rasional :
Upaya untuk memutus siklus halusinasi sehingga halusinasi tidak berlanjut.
2. Diskusikan manfaat cara yang digunakan klien, jika bermanfaat beri pujian.
Rasional :
Reinforcement dapat mneingkatkan harga diri klien.
3. Diskusikan cara baru untuk memutus/mengontrol timbulnya halusinasi :
a. Katakan : “Saya tidak mau dengar kau” pada saat halusinasi muncul.
Menemui orang lain atau perawat, teman atau anggota keluarga yang lain untuk bercakap-cakap atau mengatakan halusinasi yang didengar.
b. Membuat jadwal sehari-hari agar halusinasi tidak sempat muncul.
Meminta keluarga/teman/perawat, jika tampak bicara sendiri.
Rasional:
Memberikan alternatif pilihan untuk mengontrol halusinasi.
4. Bantu   klien   memilih   cara   dan   melatih   cara   untuk  memutus halusinasi secara bertahap, misalnya dengan :
a.Mengambil air wudhu dan sholat atau membaca al-Qur’an.
Membersihkan rumah dan alat-alat rumah tangga.
b. Mengikuti keanggotaan sosial di masyarakat (pengajian, gotong royong).
Mengikuti kegiatan olah raga di kampung (jika masih muda).
c. mencari teman untuk ngobrol.
Rasional :
Memotivasi dapat meningkatkan keinginan klien untuk mencoba memilih salah satu cara untuk mengendalikan halusinasi dan dapat meningkatkan harga diri klien.
5. Beri  kesempatan  untuk melakukan cara yang telah dilatih.
Evaluasi : hasilnya dan beri pujian jika berhasil.
Rasional :
Memberi kesempatan kepada klien untuk mencoba cara yang telah dipilih.
6. Anjurkan klien untuk mengikuti terapi aktivitas kelompok, orientasi realita dan stimulasi persepsi.
Rasional :
Stimulasi persepsi dapat mengurangi perubahan interprestasi realitas akibat halusinasi.

TUK 4 : klien dapat dukungan dari keluarga untuk mengontrol halusinasinya.
a. Kriteria evaluasi
1. Keluarga dapat saling percaya dengan perawat.
2. Keluarga  dapat  menyebutkan pengertian, tanda dan tindakan untuk mengendalikan halusinasi.
b. Intervensi
1. Membina  hubungan  saling  percaya  dengan   menyebutkan   nama, tujuan pertemuan dengan sopan dan ramah.
Rasional :
Hubungan saling percaya merupakan dasar untuk memperlancar hubungan interaksi selanjutnya.
2. Anjurkan klien menceritakan halusinasinya kepada keluarga. Untuk mendapatkan bantuan keluarga dalam mengontrol halusinasinya.
3. Diskusikan halusinasinya pada saat berkunjung tenang :
a. Pengertian halusinasi
b.   Gejala halusinasi yang dialami klien.
c.   Cara yang dapat dilakukan klien dan keluarga untuk memutus halusinasi.
d.  Cara merawat anggota keluarga yang berhalusinasi di rumah, misalnya : beri kegiatan, jangan biarkan sendiri, makan bersama, bepergian bersama.
e.   Beri informasi waktu follow up atau kapan perlu mendapat bantuan : halusinasi tidak terkontrol, dan resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan.
Rasional :
Untuk mengetahui pengetahuan keluarga tentang halusinasi dan menambah pengetahuan keluarga cara merawat anggota keluarga yang mempunyai masalah halusinasi.
TUK 5: Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik.
a. Kriteria evaluasi
1. Klien  dan  keluarga  dapat  menyebutkan  manfaat,  dosis  dan   efek samping obat.
2. Klien dapat mendemonstrasikan penggunaan obat dengan benar.
3. Klien mendapat informasi tentang efek dan efek samping obat.
4. Klien dapat memahami akibat berhenti minum obat tanpa konsutasi.
5. Klien dapat menyebutkan prinsip 5 benar penggunaan obat.

b.Intervensi
1. Diskusikan  dengan  klien  dan  keluarga tentang dosis dan frekuensi serta manfaat minum obat.
Rasional :
Dengan menyebutkan dosis, frekuensi dan manfaat obat diharapkan klien melaksanakan program pengobatan.
2. Anjurkan  klien  minta  sendiri  obat  pada  perawat  dan  merasakan manfaatnya.
Rasional :
Menilai kemampuan klien dalam pengobatannya sendiri.
3. Anjurkan klien untuk bicara dengan dokter tentang mafaat dan efek samping obat yang dirasakan.
Rasional :
Dengan mengetahui efek samping klien akan tahu apa yang harus dilakukan setelah minum obat.
4. Diskusikan akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi dengan dokter.
Rasional :
Program pengobatan dapat berjalan dengan lancar.
5. Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (benar dosis, benar obat, benar waktunya, benar caranya, benar pasiennya).
Rasional :
Dengan mengetahui prinsip penggunaan obat, maka kemandirian klien untuk pengobatan dapat ditingkatkan secara bertahap.

3.6 Penerapan strategi komunikasi pada klien dengan halusinasi
Proses Keperawatan 1
1. Kondisi klien
Menyendiri, bingung, lambat, kontak mata kurang, pembicaraan lambat dan diulang-ulang.
2.          Diagnosa Keperawatan: Halusinasi
3.          Tujuan Khusus
a.         Klien dapat membina hubungan saling percaya
b.        Klien dapat mengenal halusinasinya
c.         Klien dapat mengontrol halusinasinya
4.          Tindakan Keperawatan
a.        Bina hubungan saling percaya dengan mengungkapkan prinsip komunikasi terapeutik
b.        Diskusikan dengan klien tentang halusinasinya yang dialaminya
c.         Identifikasi jenis, waktu, isi, frekuensi terjadinya halusinasi, situasi dan respon klien terhadap halusinasi
d.       Diskusikan dengan klien tentang apa yang dirasakan jika halusinasi dan beri kesempatan untuk mengungkapkan perasaan
e.        Ajarkan cara mengontrol halusinasi dengan cara menghardik
f.         Ajarkan memasukkan cara menghardik halusinasi dalam jadwal rencana kegiatan harian

STRATEGI KOMUNIKASI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN
1.   Fase Orientasi
a.   Salam terapeutik
”Selamat pagi”
b.    Validasi/ evaluasi
”Bagaimana perasaan mbak hari ini ?”
”Wah pagi ini saya lihat mbak L cerah sekali”
”Nama saya ..., saya biasa di panggil .... Saya adalah perawat yang akan merawat mbak.
“Mbak L sukanya dipanggil siapa ?”
“Pakai mbak atau ibuk?”
“Saya yang bertanggung jawab merawat mbak dan dinas dari jam 7 pagi sampai jam 2 siang nanti, jadi kalau ada sesuatu yang diperlukan atau ingin disampaikan silahkan menyampaikannya pada saya”
“Saya di sini siap membantu mbak L untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi sehingga nantinya saya harapkan mbak L pada akhirnya dapat menyelesaikan masalah yang ada sendiri meskipun sudah tidak dirawat di rumah sakit ini.”
“dalam merawat mbak L saya bersama tim kesehatan yang lain dan saya harap mbak L bersedia mengatakan apa yang mbak L rasakan karena hal ini akan sangat membantu kami selaku petugas kesehatan untuk dapat membantu mengatasi masalah mbak L.”
“Kalau mbak L bersedia cerita mengenai masalah mbak L, saya akan mencoba bersama-sama mbak L mencari solusi masalah yang ada,kalau mbak L tidak mau menceritakan apa yang dirasakan dan mengetahua apa yang menjadi kebutuhan mbak L dan pada akhirnya sulit buat saya untuk bisa mendiskusikan dan mencari solusi dari masalah yang dihadapi mbak L.”
c.    Kontak (topik,waktu, dan tempat)
•           topik
“pagi ini kita akan melakukan kegiatan untuk mengenali dan mengontrol halusinasi mbak”
”Adapun tujuan dari kegiatan ini adalah agar mbak bisa mengenali halusinasi dan bisa mengontrol halusinasi mbak.”
•           waktu
 ”Bagaimana kalau kita bertemu dan berbincan-bincang, kira-kira berapa lama? 10 menit atau 15 menit ?”
•           Tempat
”Apakah mbak ingin berdiskusi di tempat ini atau di tempat lain ?”
“saya akan merahasiakan informasi yang mbak berikanan, saya hanya menggunakan informasi itu untuk proses perawatan.”
“Sebelum kita mulai kegiatan mengenali dan mengontrol halusinasi mbak apa ada hal yang ingin mbak tanyakan ?”
2.          Fase Kerja
“Bagaimana kalau diskusi tentang mengenal halusinasi kita mulai sekarang?”
”Apakah mbak mendengar suara?”
”Coba ceritakan suara-suara yang sering  mbak dengar?
”Apakah mbak mengenali suara siapa itu?
”Apakah mbak terus-menerus mendengar suara-suara itu? Kapan saja suara itu terdengar?”
”Situasi yang bagaimana yang menurut mbak menjadi pencetus munculnya suara itu?”
”Berapa kali suara itu terdengar?”
”Apakah mbak merasa terganggu dengan suara-suara tersebut?”
”Apakah yang mbak lakukan jika suara-suara itu terdengar?”
”Bagaimana perasaan mbak ketika suara-suara itu muncul?”
”Apakah dengan cara seperti itu suara-suara tersebut bisa hilang?”

3.          Fase Terminasi
a.         Evaluasi respon klien terhadap tindakan keperawatan
“Bagaimana perasaan mbak setelah berbincang-bincang dengan saya tadi?”
“Bagaimana perasaan mbak setelah berdiskusi tetang mengenali halusinasi tadi?
”Coba mbak sebutkan tentang bagaimana mengenali halusinasi tadi?”
”dari hasil kegiatan kita selama 15 menit tadi saya simpulkan bahwa, mbak mampu mengenali halusinasi mbak. Itu bagus sekali mbak.”
b.        Rencana tindakan lanjut
”Baiklah, hasil dari kegiatan mengenal halusinasi kita hari ini kita telah mengetahui bahwa mbak mampu,sehingga besok akan kita lanjutkan berdiskusi tentang bagaimana cara untuk mngontrol halusinasi.”
“Bagaimana mbak?”
c.         Kontrak yang akan datang (topik, waktu dan tempat)
“Baiklah pertemuan hari ini cukup sekian dulu ya. Bagaimana kalau kita ketemu lagi untuk berlatih mengontrol suara-suara dengan bercakap-cakap.”
“Mbak maunya dimana? Bagaimana kalau ditempat ini lagi, besok jam sama seperti ini jam 10.00 WIB.
Jangan lupa ya…!”

Proses keperawatan 2
1. Kondisi klien
Klien kooperatif, mau menyapa, mau membalas senyum, penampilan rapi, ADL mandiri, mau  senam pagi, mau bertanya, mau mengobrol
2. Diagnosa Keperawatan: Halusinasi
3. Tujuan Khusus
Klien dapat mengontrol halusinasinya
4. Tindakan Keperawatan
a.     Evaluasi cara menghardik halusinasi
b.    Latih dan mengontrol halusinasi dengan cara bercakap-cakap dengan orang lain
c.    Kontrol halusinasi dengan melakukan kegiatan-kegiatan dalam rencana harian
d.    Ajarkan kegiatan bercakap-cakap dimasukkan dalam rencana harian

STRATEGI KOMUNIKASI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN
1.      Fase Orientasi
a.      Salam terapeutik
“Selamat pagi, ! masih ingat dengan saya? Bagaimana kabarnya? Masih ingat kan, saya perawat... yang kemarin.”
b.     Validasi/ evaluasi
”Apa yang mbak rasakan hari ini? Wah kelihatannya mbak tampak senang sekali, ya?”
c.       Kontak (topik,waktu, dan tempat)
“Seperti janji saya kemarin ya mbak, bahwa hari ini kita akan berlatih mengontrol halusinasi. Bagaimana kalau nanti kita berbincang-bincang selama 30 menit? Baik, kita akan  bercakap-cakap di ruangan ini lagi, sesuai janji kita kemarin, bagaimana mbak?.”
2.      Fase Kerja
“Ada 4 cara untuk mencegah suara-suara itu muncul mbak, yang pertama dengan menghardik suara-suara yang muncul misal mbak tutup telinga atau tanamkan kata-kata dalam hati sambil mengungkapkan 'pergi-pergi, saya tidak mau dengar kamu!' yang ke-2 dengan melakukan percakapan dengan orang lain. Ke-3 dengan melakukan kegiatan yang sudah terjadwal. Dan yang ke-4 dengan minum obat teratur' seperti yang tadi saya contohkan sampai suara-suara itu hilang!”
“Coba mbak sekarang peragakan, tapi ingat di dalam hati saja ya!”
“Nah, begitu bagus! Coba lagi! Ya bagus mbak sudah bisa.”
3.      Fase Terminasi
a.      Evaluasi respon klien terhadap tindakan keperawatan
“Bagaimana perasaan mbak setelah memperagakan latihan tadi?
Kalau suara-suara tidak berwujud itu muncul lagi coba cara-cara tadi dilatih lagi ya??..”
Oh ya ya! Masih ingat 4 cara mengontrol halusinasi tadi? apa saja mbak? Wah bagus sekali mbak masih ingat.”

b.     Rencana tindakan lanjut
“Besok kita latihan lagi untuk cara yang ke-2 ya! Dengan cara melakukan percakapan dengan orang lain dan cara-cara yang lain.”
c.      Kontrak yang akan datang (topik, waktu dan tempat)
“Baiklah pertemuan hari ini cukup sekian dulu. Besok kita ketemu lagi ya untuk berlatih mengendalikan suara-suara dengan bercakap-cakap.Bagaimana? mbak bersedia?”
“Mbak maunya dimana? Bagaimana kalau ditempat ini lagi, besok jam sama seperti hari ini, jam10.00 WIB.
Baiklah mbak, kita sudah selesai. Saya permisi dulu ya?”

BAB IV
PENUTUP

c. Kesimpulan
Berdasarkan uraian diatas mengenai halusinasi dan pelaksanaan asuhankeperawatan terhadap pasien, maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1. Saat memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan halusinasiditemukan adanya perilaku menarik diri sehingga perlu dilakukan pendekatansecara terus menerus, membina hubungan saling percaya yang dapatmenciptakan suasana terapeutik dalam pelaksanaan asuhan keperawatan yangdiberikan.
2. Dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada klien khususnya denganhalusinasi, pasien sangat membutuhkan kehadiran keluarga sebagai systempendukung yang mengerti keadaaan dan permasalahan dirinya. Disamping ituperawat / petugas kesehatan juga membutuhkan kehadiran keluarga dalammemberikan data yang diperlukan dan membina kerjasama dalam memberiperawatan pada pasien. Dalam hal ini penulis dapat menyimpulkan bahwa peran serta keluarga merupakan faktor penting dalam proses penyembuhan klien.
4.2 Saran
1. Dalam memberikan asuhan keperawatan hendaknya perawat mengikutilangkah-langkah proses keperawatan dan melaksanakannya secara sistematisdan tertulis agar tindakan berhasil dengan optimal
2. Dalam menangani kasus halusinasi hendaknya perawat melakukan pendekatan secara bertahap dan terus menerus untuk membina hubungan saling percaya antara perawat klien sehingga tercipta suasana terapeutik dalam pelaksanaan asuhan keperawatan yang diberikan
3. Bagi keluarga klien hendaknya sering mengunjungi klien dirumah sakit,sehingga keluarga dapat mengetahui perkembangan kondisi klien dan dapat membantu perawat bekerja sama dalam pemberian asuhan keperawatan bagi klien.

DAFTAR PUSTAKA
Kusumawati, Farida dan Yudi Hartono. 2012. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta : Salemba Medika
Carpenito. Lynda Juall. 2000, Diagnosa Keperawatan. EGC.Jakarta

Doenges. Marillyn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. EGC. Kakarta

www.google.com

www.academia.edu/407721/askep_halusinasi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar