Makalah Upaya Mempertahankan NKRI

KATA PENGANTAR


Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT. atas berkat rahmat dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan sebaik-baiknya. 

Di dalam makalah ini, kami telah berusaha menguraikan sebaik mungkin semua hal yang berkaitan dengan upaya mempertahankan NKRI. Besar harapan kami agar pembaca mampu memahami lebih jauh tentang berbagai hal yang berkaitan dengan hal tersebut. 
Akan tetapi, kami menyadari bahwa di dalam makalah ini, masih terdapat banyak kekurangan yang tentunya mengakibatkan makalah ini masih dikatakan jauh dari sempurna. Maka dari itu, kami harapkan pembaca dapat memaklumi serta memberi kritik dan saran yang membangun demi terwujudnya makalah yang lebih baik di masa yang akan datang.


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Situasi akhir-akhir ini kita melihat ada upaya kelompok-kelompok tertentu yang berupaya untuk memecah belah NKRI baik dari dalam maupun negara asing. Saat ini Indonesia telah kehilangan arah dan pegangan ideologi dalam kehidupan berbangsa & bernegara. Hal ini sangat berbahaya karena pemerintah tidak tahu harus membawa Indonesia kemana tanpa visi yang jelas, sementara digerogoti oleh elit yang korup. Pemerintah hanya bersifat reaktif dalam menjalankan tugasnya, tidak mempunyai program rencana ke depan. Rakyat terlantar, terutama setelah kenaikan BBM yang memukul roda perkonomian rakyat. Rakyat yang daerahnya kaya sumber daya alam harus mengalami kelaparan, busung lapar, penyakit merajalela.
Permasalahan lain adalah penggusuran dengan ganti rugi yang tidak mencukupi, harga barang-barang membumbung tinggi,  biaya berobat yang mahal, pendidikan mahal akibatnya rakyat menjadi bodoh. Rakyat menuntut kemerdekaan karena ketidak adilan, sumber daya alam dikuras oleh negara asing sementara Indonesia hanya mendapatkan sebagian kecil. Situasi ini dimanfaatkan oleh negara asing seperti Amerika, Australia, dan sekutu-sekutunya untuk mendukung kemerdekaan daerah-daerah tersebut dengan maksud apabila daerah tsb merdeka, mereka akan lebih menguasai secara keseluruhan sumber daya alam dan pemerintahaan baru akan sangat bergantung pada negara asing seperti Amerika, Australia, dll untuk mendapatkan pinjaman. Siklus ini akan terus diterapkan didaerah-daerah lain. Negara-negara imperialis semakin mengukuhkan dirinya  pada negara yang baru berdiri.Contohnya adalah Timor Leste dan yang berikutnya adalah Aceh dan Papua.
Rakyat dihadapkan dengan aparat polisi dan TNI dalam memperjuangkan hak-hak rakyat tertindas. Sementara Pemerintah dan para elit hanya mementingkan keutuhan NKRI, tidak memperdulikan rakyat. Kemerdekaan yang telah diperjuangkan oleh pendiri bangsa, saat ini tidak dirasakan oleh rakyat kecil. Hak-hak rakyat seperti Pendidikan, Pekerjaan dengan gaji yang layak, Tempat tinggal yang layak, Kebutuhan dasar telah dilupakan oleh pemerintah dengan alasan uang negara tidak mencukupi harus hutang dengan negara-negara asing. Rakyat telah dibodohi, nyatanya adalah pemerintah tidak becus dalam menjalankan ketatanegaraan. Gerakan-gerakan rakyat harus menghentikan siklus tersebut, dengan tidak mendukung kemerdekaan suatu daerah tetapi harus memperjuangkan kemerdekaan hak-hak rakyat yang tertindas oleh rezim. Menjaga kemerdekaan Rakyat Indonesia = keutuhan NKRI. Kemerdekaan Rakyat tidak dapat ditawar-tawar oleh kebijakan  politik apa pun bentuknya.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana upaya kita untuk mempertahankan keutuhan NKRI?
2.      Apa saja bentuk-bentuk ancaman dari dalam dan luar negeri terhadap NKRI?

C.     Tujuan
1.      Menjelaskan Upaya kita untuk mempertahankan keutuhan NKRI.
2.      Mengetahui bentuk-bentuk ancaman dari dalam dan luar negeri terhadap NKRI.


BAB II
PEMBAHASAN


A.    Pengetahuan Budaya Dalam Mempertahankan NKRI
Era globalisasi yang ditandai dengan perkembangan kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, komunikasi, dan informasi telah mendorong perubahan dalam aspek kehidupan manusia, baik pada tingkat individu, tingkat kelompok, maupun tingkat nasional. Menurut Michael Haralambos dan Martin Holborn, Globalisasi adalah suatu proses dimana batas-batas negara luluh dan tidak penting lagi dalam kehidupan sosial. Untuk menghadapi era globalisasi agar dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin dan ditangkap secara tepat, kita memerlukan perencanaan yang matang diantaranya adalah sebagai berikut :
1.      Kesiapan SDM, terutama kesiapan dengan pengetahuan yang dimiliki dan kemampuannya.
2.      Kesiapan sosial budaya untuk terciptanya suasana yang kompetitif dalam berbagai sektor kehidupan.
3.      Kesiapan keamanan, baik stabilitas politik dalam negeri maupun luar negeri / regional.
4.      Kesiapan perekonomian rakyat.
Di bidang Pertahanan Negara, kemajuan tersebut sangat mempengaruhi pola dan bentuk ancaman. Ancaman terhadap kedaulatan negara yang semula bersifat konvensional berkembang menjadi multidimensional (fisik dan nonfisik), baik berasal dari luar negeri maupun dari dalam negeri. Oleh karena itu kebijakan strategis penggunaan kekuatan pertahanan diarahkan untuk menghadapi ancaman atau gangguan terhadap keamanah nasional. Kekuatan pertahanan tidak hanya digunakan untuk menghadapi ancaman tetapi juga untuk membantu pemerintah dalam upaya pembangunan nasional dan tugas-tugas internasional. Dari hasil perkiraan ancaman, Indonesia mempunyai kepentingan strategis untuk mencegah dan mengatasi ancaman keamanan tradisional dan nontradisional.
Ancaman keamanan tradisional yaitu ancaman yang berbentuk kekuatan militer negara lain yang membahayakan kemerdekaan, kedaulatan dan kebutuhan wilayah NKRI. Dalam menghadapi ancaman terhadap kedaulatan dan kebutuhan wilayah, kebijakan pertahanan Indonesia tetap mengacu pada prinsip sebagai bangsa yang cinta damai tetapi lebih cinta kemerdekaan, yaitu mengutamakan tindakan pencegahan dengan mengoptimalkan upaya diplomatik dalam kerangka Confidence Building Measure (CBM) dan Preventive Diplomacy. Penggunaan kekuatan militer untuk tujuan perang merupakan tindakan terpaksa yang harus dilakukan sebagai jalan terakhir apabila cara-cara damai tidak membuahkan hasil.
Ancaman Keamanan Non-Tradisional yaitu ancaman yang terjadi akibat dinamika politik di sejumlah negara serta kesenjangan ekonomi dunia yang makin lebar telah menyebabkan kondisi timpang yang lambat laun berkembang dan menjalar melampaui batas-batas negara. Ancaman keamanan non tradisional yang timbul di dalam negeri dengan motivasi separatisme, akan dihadapi dengan mengedepankan cara-cara dialogis.
Penyelesaian masalah melalui cara cinta damai, diplomatik atau cara-cara dialogis harus menggunakan pendekatan budaya. Pendekatan budaya dalam pembangunan dan pembinaan kekuatan pertahanan adalah sebagai fenomena yang mengelilingi kita setiap saat, yang secara terus menerus terjadi dan tercipta oleh adanya interaksi dengan orang lain. Ciri utama dari “Budaya” adalah sesuatu yang merupakan hasil bersama (shared), atau kesepakatan kelompok (held in common). Beberapa produk hasil bersama antara lain adalah : bahasa, tradisi, kebiasaan, norma-norma kelompok, nilai-nilai pendukung, seperti “kualitas produk”, filosofi kelompok, aturan main, iklim kerja, kemampuan terpendam, cara berpikir, pengertian yang sama serta simbol-simbol yang mempersatukan mereka. Tanggap akan pengaruh budaya dengan memahami keragaman dan perbedaan budaya akan mengurangi dampak negatif globalisasi (kegoncangan budaya dan ketimpangan/ketertinggalan budaya).

B.     Sikap dan Perilaku Menjaga Kesatuan Negara RI
Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa dan latar belakang budaya yang berbeda-beda. Perbedaan suku bangsa ini bias menjadi sumber konflik yang dapat menyebabkan perpecahan di tubuh NKRI. Keanekaragaman itu seharusnya dapat menjadi sebuah kekuatan yang dahsyat untuk menangkal semua gangguan atau ancaman yang ingin memecah belah persatan bangsa.

Berikut beberapa sikap dan perilaku mempertahankan NKRI :
a.       Menjaga wilayah dan kekayaan tanah air Indonesia, artinya menjaga seluruh kekayaan alam yang terkandung di dalamnya. 
b.      Menciptakan ketahanan nasional, artinya setiap warga negara menjaga keutuhan, kedaulatan Negara dan mempererat persatuan bangsa.
c.       Menghormati perbedaan suku, budaya, agama dan warna kulit. Perbedaan yang ada akan menjadi indah jika terjadi kerukunan, bahkan menjadi sebuah kebanggaan karena merupakan salah satu kekayaan bangsa.
d.      Mempertahankan kesamaan dan kebersamaan, yaitu kesamaan memiliki bangsa, bahasa persatuan, dan tanah air Indonesia, serta memiliki pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Sang saka merah putih. Kebersamaan dapat diwujudkan dalam bentuk mengamalkan nilai-nilai pancasila dan UUD 1945.
e.       Memiliki semangat persatuan yang berwawasan nusantara, yaitu semangat mewujudkan persatuan dan kesatuan di segenap aspek kehidupan sosial, baik alamiah maupun aspek sosial yang menyangkut kehidupan bermasyarakat. Wawasan nusantara meliputi kepentingan yang sama, tujuan yang sama, keadilan, solidaritas, kerja sama, kesetiakawanan terhadap ikrar bersama. Memiliki wawasan nusantara berarti memiliki ketentuan-ketentuan dasar yang harus dipatuhi, ditaati dan dipelihara oleh semua komponen masyarakat. Ketentuan-ketentuan itu antara lain pancasila sebagai landasan idiil, dan UUD 1945 sebagai landasan konstitusional. Ketentuan lainnya dapat berupa peraturan-peraturan yang berlaku di daerah yang mengatur kehidupan bermasyarakat.
f.       Mentaati peraturan agar kehidupan berbangsa dang bernegara berjalan dengan tertib dan aman. Jika peraturan saling dilanggar, akan terjadi kekacauan yang dapat menimbulkan perpecahan.

C.     Bentuk-Bentuk Ancaman dari Dalam dan Luar Negeri
Bela Negara biasanya selalu dikaitkan dengan militerisme, seolah-olah kewajiban dan tanggung jawab untuk membela negara terletak pada TNI. Padahal berdasarkan Pasal 30 UUD 1945, bela negara merupakan hak dan kewajiban setiap warga negara NKRI. Bela negara adalah upaya setiap warga negara untuk mempertahankan NKRI terhadap ancaman baik dari dalam maupun luar negeri.

  Ancaman dari dalam terhadap NKRI.

Potensi yang dihadapi NKRI dari dalam negeri, antara lain :
1.      Disintegrasi bangsa, melalui gerakan-gerakan separatis berdasarkan sentimen kesukuan atau pemberontakan akibat ketidakpuasan daerah terhadap kebijakan pemerintah pusat.
2.      Keresahan sosial akibat ketimpangan kebijakan ekonomi dan pelanggaran Hak Azasi Manusia yang pada gilirannya dapat menyebabkan huru hara/kerusuhan massa.
3.      Upaya penggantian ideologi Pancasila dengan ideologi lain yang ekstrim atau tidak sesuai dengan jiwa dan semangat perjuangan bangsa Indonesia.
4.      Potensi konflik antar kelompok/golongan baik perbedaan pendapat dalam masalah politik, maupun akibat masalah SARA.
5.      Makar atau penggulingan pemerintah yang sah dan konstitusional.
Di masa transisi ke arah demokrasi sesuai tuntutan reformasi, potensi konflik antar kelompok/golongan dalam masyarakat sangatlah besar. Perbedaan pendapat justru adalah esensi dari demokrasi akan menjadi potensi konflik yang serius apabila salah satu pihak berkeras dalam mempertahankan pendapat atau pendiriannya, sementara pihak yang lain berkeras memaksakan kehendaknya. Contoh kasus FPI dengan Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKKB). Namun cara yang sesungguhnya merupakan ciri khas budaya bangsa Indonesia itu tampaknya sudah dianggap kuno. Masalahnya, cara pengambilan keputusan melalui pengambilan suara terbanyakpun (yang dianggap sebagai cara yang paling demokratis dalam menyelesaikan perbedaan pendapat) seringkali menimbulkan rasa tidak puas bagi pihak yang ”kalah”, sehingga mereka memilih cara pengerahan massa atau melakukan tindak kekerasan untuk memaksakan kehendaknya.
Tidak adanya kesadaran hukum di sebagian kalangan masyarakat serta ketidakpastian hukum akibat campur tangan pemerintah dalam sistem peradilan juga merupakan potensi ancaman bagi keamanan dalam negeri. Pelecehan terhadap hukum/undang-undang ini jelas menimbulkan kekacauan/anarki dan merupakan potensi konflik yang serius. Contoh nyata adalah insiden Semanggi dimana para pengunjuk rasa yang tidak mematuhi UU no 9/1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum akhirnya bentrok dengan aparat keamanan yang justru ingin menegakkan hukum. Seandainya semua pihak menyadari pentingnya kepatuhan terhadap hukum, tentunya insiden tersebut tidak akan terjadi. Tidak adanya kesadaran hukum juga menyebabkan sering timbulnya tawuran antar warga atau tawuran antar pelajar/mahasiswa yang pada gilirannya menimbulkan keresahan masyarakat dan menyebabkan instabilitas keamanan lingkungan.
Sosialisasi berbagai peraturan dan perundang-undangan serta penegakkan hukum yang tegas, adil dan tanpa pandang bulu adalah satu-satunya jalan untuk mengatasi potensi konflik ini. Potensi ancaman dari dalam negeri ini perlu mendapat perhatian yang serius mengingat instabilitas internal seringkali mengundang campur tangan pihak asing, baik secara langsung maupun tidak langsung, untuk kepentingan mereka.
  Ancaman dari luar negeri terhadap NKRI
Dengan berakhirnya Perang Dingin pada awal tahun 1990an, maka ketegangan regional di dunia umumnya, dan di kawasan Asia Tenggara khususnya dapat dikatakan berkurang. Meskipun masih terdapat potensi konflik perbatasan khususnya di wilayah Laut Cina Selatan, misalnya sengketa kepulauan Spratly yang melibatkan beberapa negara di kawasan tersebut, namun diperkirakan semua pihak terkait tidak akan menyelesaikan masalah tersebut melalui kekerasan bersenjata. Dapat dikatakan bahwa ancaman dalam bentuk agresi dari luar relatif kecil.
Potensi ancaman dari luar tampaknya akan lebih berbentuk upaya menghancurkan moral dan budaya bangsa melalui disinformasi, propaganda, peredaran narkoba, film-film porno atau berbagai kegiatan kebudayaan asing yang mempengaruhi bangsa Indonesia, terutama generasi muda, dan merusak budaya bangsa. Potensi ancaman lainnya adalah dalam bentuk ”penjarahan” sumber daya alam melalui eksploitasi sumber daya alam yang tidak terkontrol sehingga merusak lingkungan, seperti illegal loging, illegal fishing, dsb.

Semua potensi ancaman tersebut dapat diatasi dengan meningkatkan Ketahanan Nasional melalui berbagai cara, antara lain :
1.      Pembekalan mental spiritual di kalangan masyarakat agar dapat menangkal pengaruh budaya asing yang tidak sesuai dengan norma kehidupan bangsa Indonesia.
2.      Upaya peningkatan perasaan cinta tanah air (patriotisme) melalui pemahaman dan penghayatan (bukan sekedar penghafalan) sejarah perjuangan bangsa.
3.      Pengawasan yang ketat terhadap eksploitasi sumber daya nasional serta terciptanya pemerintahan yang bersih dan berwibawa (legitimasi, bebas KKN, dan konsisten melaksanakan peraturan/undang-undang).
4.      Kegiatan yang bersifat kecintaan terhadap tanah air serta menanamkan semangat juang untuk membela negara, bangsa dan tanah air serta mempertahankan Pancasila sebagai ideologi negara dan UUD 1945 sebagai landasan berbangsa dan bernegara.
5.      Untuk menghadapi potensi agresi bersenjata dari luar, meskipun kemungkinannya relatif sangat kecil, selain menggunakan unsur komponen utama (TNI), tentu saja dapat menggunakan komponen cadangan dan komponen pendukung (UU komponen cadangan dan komponen pendukung masih dalam proses persetujuan anggota Dewan yang terhormat).


BAB III
KESIMPULAN

Jadi, upaya untuk mempertahankan NKRI bias ditempuh dengan cara mengetahui kebudayaan di Indonesia. Dengan adanya pengetahuan budaya Indonesia, kita dapat menyaring budaya-budaya asing yang masuk ke dalam Negara Indonesia, sehingga tidak timbul perpecahan antar daerah karena budaya yang ada. 
Selain itu, sikap dan perilaku kita juga dapat mencerminkan bahwa kita sedang mempertahankan keutuhan NKRI ini. Salah satunya dengan cara mengamalkan nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila, bukan hanya sekedar memahami saja.

DAFTAR PUSTAKA

Buku Putih Pertahanan Negara : “Mempertahankan Tanah air Memasuki Abad 21, Indonesia” Dephan, 2003, Jakarta.

Juwono Sudarsono, “Mengembangkan Pertahanan Nir-militer Indonesia”, Ceramah Menhan RI pada Peserta Training of Trainer (TOT) anggota Badiklat Dephan, 30 September 2005, Jakarta.

Koentjaraninggrat, Sejarah Teori Antropologi II, cetakan pertama, UI-Press, Jakarta, 1990.

Marsekal Muda TNI Pieter L.D. Wattimena, S.IP., Pointer Ceramah Dirjen Ranahan pada Peserta Training of Trainer : “Minimum Essential Force (MEF), 27 September 2005, Jakarta.

Maas D.P., Buku Materi Pokok : Antropologi Budaya, Depdikbud, UT, Jakarta 1985.

Peraturan Menteri Pertahanan Nomor : PER/01/M/VIII/2005 tanggal 25 Agustus 2005 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Dephan.
Studi Pertahanan Nomor : 1 “Monographe : Pokok-Pokok Pikiran tentang Hankamneg”, Badiklat Dephan, Agustus 2005, Jakarta.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 tahun 2002 tentang Pertahanan Negara, Biro Hukum Setjen Dephan, 2002, Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar