A. SEJARAH BERDIRINYA SALAFY WAHABI
Munculnya Muhammad bin Abdul Wahab di abad ke 12 H / 18 M, seorang pembaharu agama (mujaddid) yang lahir di Ayibah lembah Najed (1115-1201 H/ 1703-1787 M) yang mengaku sebagai penerus ajaran Salafi Ibnu Taimiyyah dan kemudian mendirikan madzhab Wahabi-Wahabiyyah. Ia
pun mengaku sebagai Ahlussunnah wal Jama’ah karena meneruskan pemikiran Imam Ahmad bin Hanbal yang diterjemahkan oleh Ibnu Taimiyyah, tapi sebagaimana pendahulunya, Muhammad bin Abdul Wahab dan pengikutnya pun layaknya kaum Khawarij yang mudah mengkafirkan para ulama yang tidak sejalan dengan dia, bahkan sesame madzhab Hanbali pun ia mengkafirkanya. Di sini, kita akan mengemukakan beberapa pengkafiran Muhammad bin Abdul Wahhab terhadap beberapa tokoh ulama Ahlussunnah yang tidak sejalan dengan pemikiran sektenya:
• Dalam sebuah surat yang dilayangkan kepada Syeikh Sulaiman bin Sahim seorang tokoh madzhab Hanbali pada zamannya Ia (Muhamad Abdul Wahhab) menuliskan: “Aku
mengingatkan kepadamu bahwa engkau bersama ayahmu telah dengan jelas melakukan perbuatan kekafiran, syirik dan kemunafikan! Engkau bersama ayahmu siang dan malam sekuat tenagamu telah berbuat permusuhan terhadap agama ini! Engkau adalah seorang penentang yang sesat di atas keilmuan. Dengan sengaja melakukan kekafiran terhadap Islam. Kitab kalian itu menjadi bukti kekafiran kalian!” (Lihat dalam ad- Durar as-Saniyah jilid 10 hal. 31).
• Dalam sebuah surat yang dilayangkan untuk Ibnu Isa yang telah melakukan argumentasi terhadap pemikirannya Muhammad Abdul Wahhab menvonis sesat para pakar fikih (fuqoha) secara keseluruhan. Ia (Muhamad Abdul Wahhab) menyatakan:
Firman Allah); “Mereka menjadikan orang2 alimnya dan rahib2 mereka sbg
Tuhan selain Allah” . Rasul dan para imam setelahnya telah mengartikannya sebagai ‘Fikih’ dan itu yang telah dinyatakan oleh Allah sebagai perbuatan syirik. Mempelajari hal tadi masuk kategori menuhankan hal-hal lain selain Allah. Aku tidak melihat
terdapat perbedaan pendapat para ahli tafsir dalam masalah ini. ”(Lihat dalam ad-Durar as-Saniyah jilid 2 hal. 59).
• Berkaitan dengan Imam Fakhrur Razi pengarang kitab Tafsir al-Kabir, yang bermadzhab Syafi’i Asy’ary– ia (Muhamad Abdul Wahhab) mengatakan: “Sesungguhnya Razi tersebut telah mengarang sebuah kitab yang membenarkan para penyembah bintang.” (Lihat dalam ad-Durar as- Saniyah jilid 10 hal. 355). Betapa kedangkalan ilmu Muhamad bin Abdul Wahhab terhadap karya Imam Fakhrur Razi. Padahal dalam karya tersebut, Imam Fakhrur Razi menjelaskan tentang beberapa hal yang menjelaskan fungsi gugusan bintang dalam kaitannya dgn fenomena yang berada di bumi, termasuk berkaitan dengan bidang pertanian . Namun Muhammad bin Abdul Wahhab dengan keterbatasan ilmu terhadap ilmu perbintangan telah menvonisnya dengan julukan yang tidak layak,
tanpa didasari ilmu yang cukup. Dari berbagai pernyataan di atas maka
jangan kita heran jika Muhammad bin Abdul Wahhab pun mengkafirkan serta diikuti oleh para pengikutnya (Wahhabi) para pakar teologi (mutakallimin) Ahlusunnah secara keseluruhan (Lihat dalam ad-Durar as- Saniyah jilid 1 hal. 53), bahkan ia (Muhamad Abdul Wahhab) mengaku ngaku bahwa kesesatan para pakar teologi tadi merupakan consensus (ijma’) para ulama dengan mencatut nama para ulama seperti adz-Dzahabi, Imam Daruquthni dan al-Baihaqi. Tokoh Pembaharu Agama (mujaddid) lain penerus faham salafi Ibnu Taimiyyah adalah muncul pada abad ke 19 di Afghanistan yang bernama Jamaluddin al-Afghani (1838-1898). Ajarannya diteruskan oleh muridnya dari Mesir di abad ke 19 – 20 M yang bernama Muhammad Abduh (1949-1905). Pemikiran Muhammad Abduh menyebar ke berbagai penjuru dunia lewat tulisannya yang dimuat dalam majalah al-Manar. Setelah beliau wafat pada tahun 1905, majalah al- Manar diteruskan oleh muridnya yang bernama M. Rasyid Ridla ( 1865-1935 ) Kumpulan tulisan Muhammad Abduh dan M. Rasyid Ridla ini kemudian dibukukan menjadi Tafsir al-Manar. Dalam perkembangannya aliran Salafi- Wahabi pun terpecah dalam banyak faksi (kelompok) dengan karakteristiknya masing-masing, tergantung pada imam mana yang diikutinya. Tokoh ulama Wahabi yang menjadi rujukan dan panutan saat ini adalah Muhammad Nashiruddin al- Albani seorang dosen Ilmu Hadits di Universitas Islam Madinah yang lahir pada tahun 1915 dan wafat 1 Oktober 1989.
Ia dipuja-puja kaum Wahabi- Salafi bahkan dianggap lebih alim dari Imam Bukhori, karena ia men-Takhrij/¬ mengomentari beberapa haditsnya Imam Bukhori (194 – 256 H).
Muhammad bin Abdul Wahab pernah menguji coba ajaranya kepada penduduk Bashrah, tetapi karena mereka adalah penganut fanatik ajaran Ahlussunnah wal Jama’ah, maka usahanya bagaikan menabrak batu karang. Kemudian Muhammad bin Abdul Wahhab menetap di Dir’iyah dan Pangeran Muhammad ibn Saud (dari Dir’iyah Najed) setuju untuk saling dukung-mendukung dengan Wahhabi. Keluarga/Klan Saud dan pasukan/¬ lasykar Wahhabi berkembang menjadi dominan di semenanjung Arabia, pertama menundukkan Najed, lalu memperluas kekuasaan mereka ke pantai timur dari Kuwait sampai Oman. Orang Saudi juga membawa tanah tinggi 'Asir di bawah kedaulatan mereka dan pasukan Wahhabi mereka mengadakan serangan di Irak dan Suriah, dan menguasai kota suci Shi'ah, Karbala tahun 1801. Pada tahun 1802, pasukan Saudi- lasykar Wahhabi merebut kota Hijaz (Jeddah, Makkah, Madinah dan sekitarnya) di bawah kekuasaan mereka. Hal ini menyebabkan kemarahan Daulah Utsmaniyah Turki, yang telah menguasai kota suci sejak tahun 1517, dan membuat Daulah Utsmaniyah bergerak. Tugas untuk menghancurkan Wahhabi diberikan
oleh Daulah Utsmaniyah Turki kepada raja muda kuat Mesir, Muhammad Ali Pasha.
Muhammad Ali mengirim pasukannya ke Hijaz melalui laut dan merebutnya kembali. Anaknya, Ibrahim Pasha, lalu memimpin pasukan Utsmaniyah ke jantung Najed, merebut kota ke kota.
Akhirnya, Ibrahim mencapai ibukota Saudi, Dir’iyah dan menyerangnya untuk beberapa bulan sampai kota itu menyerah pada musim dingin tahun 1818. Ibrahim lalu membawa banyak anggota klan Al Saud dan Ibn Abdil Wahhab ke Mesir dan ibu kota Utsmaniyah,Istanbul Turki, dan memerintahkan penghancuran Diriyah, yang reruntuhannya kini tidak pernah disentuh kembali. Pemimpin Saudi terakhir, Abdullah bin Saud dieksekusi di Ibukota Utsmaniyah, dan kepalanya dilempar ke air Bosphorus. Sejarah kerajaan Saudi Pertama berakhir, namun, Wahhabi dan klan Al Saud hidup terus dan mendirikan kerajaan Saudi Kedua yang bertahan sampai tahun 1891. Perselingkuhan agama - ambisi
kekuasaan - kepentingan asing dimulai dari wilayah Najed. Ketika lasykarWahhabi - klan Al Saud yang dipimpin Abdul Aziz Ibnu Sa'ud menyusun kekuatan kembali disertai dukungan persenjataan mesin dari sekutu lamanya, Inggris (antek Amerika). Maka awal tahun 1900-an mereka menyerang kembali kota Hijaz yang saat itu dipimpin Raja Syarif Husain. Ketika itu Hijaz hanya dibantu oleh Daulah Utsmaniyyah Turki yang sudah mulai lemah, dan akhirnya pada tahun 1924 ketika kekuasaanya sudah mengecil Raja Syarif Husain mengasingkan diri ke kepulauan Cyprus dan kekuasaanya diserahkan pada putranya yang bernama raja Syarif Ali. Raja Syarif Ali membuat kota-kota pertahanan baru, tapi lasykar Wahhabi- klan Ibnu Sa'ud dengan persenjataan canggih berhasil mengepung semua kota, hingga yang tersisa hanya pertahanan di pelabuhan Jeddah. Pada ahir 1925 ketika lasykar Wahhabi-klan Ibnu Sa'ud berhasil menguasai pelabuhan Jeddah, maka Raja Syarif Ali menyerah pada pemberontak. Dari tahun 1925 inilah Hijaz dengan dua kota suci Makkah dan Madinah dikuasai oleh keluarga Sa'ud dan Wahhabi. Dan ahirnya tepat tanggal 23 September tahun 1932, Hijaz berubah nama menjadi al-Mamlakah al-'Arabiyyah as-Sa'udiyyah, Kerajaan Arab Sau'di, yang dinisbatkan kepada nama leluhurnya yakni Al Sa'ud, dengan Ibukotanya Riyadh.
Dan tahun 1943 muncullah ARAMCO (Arabian- American Company) yang mengeksplorasi minyak Arab Saudi. Dari sejarah itulah, mengapa sampai saat ini Arab Saudi selalu tidak bisa bersuara selain seperti suara Amerika, sekalipun harus berbeda dengan negara-negara Islam lainnya. Jatuhnya Hijaz ke tangan pemberontak pada 1925 tidak hanya berakibat perubahan pemeritahan, tapi juga merombak total praktek-praktek keagamaan di Hijaz dari yang semula Ahlussunnah wal Jama’ah menjadi faham Wahhabi. Seperti larangan bermadzhab, larangan ziarah ke makam-makam pahlwan Islam, larangan merokok , larangan berhaji dengan cara madzhab. Bahkan makam Rasulullah Saw., sahabat dan tempat- tempat bersejarah pun berencana akan digusur karena dianggap sebagai biang/tempatnya kemusyrikan. Ketika aliran Salafi-Wahhabi
berkembang di Dir’iyyah maupun Najed itu belumlah membuat risau umat Islam dunia. Tetapi ketika mereka menguasai pusat Islam yakni dua kota suci di Hijaz, maka hal ini menimbulkan dampak yang luar biasa, termasuk dalam persebarannya ke seluruh dunia.
Melihat perubahan ajaran yang terjadi di Hijaz, maka hampir semua umat Islam Ahlussunnah wal Jama’ah di seluruh dunia memprotes rencana pemerintahan baru di Hijaz yang ingin memberlakukan asas tunggal, yakni di Indonesia, ketika bulan Januari 1926 ulama-ulama Ahlussunnah wal Jama’ah di Indonesia berkumpul di Surabaya untuk membahas perubahan ajaran di dua kota suci. Dari pertemuan tersebut lahirlah panita Komite Hijaz yang diberi mandat untuk mengahadap raja Ibnu Sa'ud guna menyampaikan masukan dari ulama-ulama Ahlussunah wal Jama’ah di Indonesia. Akan tetapi karena belum ada organisasi induk yang menaungi delegasi Komite Hijaz, maka pada tanggal 31 Januari 1926, ulama-ulama Ahlussunnah wal Jama’ah Indonesia kembali berkumpul dan membentuk organisasi Induk yang diberi nama Nahdlatul Ulama (Kebangkitan Para Ulama) dengan Rois Akbar Hadhratus Syaikh KH. Hasyim Asy’ari .
Susunan delegasi Komite Hijaz NU untuk menghadap raja Ibnu Sa'ud adalah sebagai berikut:
Penasehat : KH. Abdul Wahab Hasbullah, KH. Masyhuri Lasem, KH. Kholil Lasem
Ketua : KH. Hasan Gipo,
Wakil Ketua : H. Shaleh Syamil
Sekretaris : Muhammad Shadiq
Pembantu : KH. Abdul Halim
Materi pokok yang hendak disampaikan langsung ke hadapan raja Ibnu Sa'ud adalah:
1) Meminta kepada raja Ibnu Sa'ud untuk memberlakukan kebebasan bermadzhab empat: Hanafi, Maliki, Syafi'i dan Hanbali.
2) Meminta tetap diramaikannya tempat bersejarah karena tempat tersebut telah iwakafkan untuk masjid.
3) Mohon agar disebarluaskan ke seluruh dunia setiap tahun sebelum jatuhnya musim haji, baik ongkos haji, perjalanan keliling Makkah maupun tentang Syekh.
4) Mohon hendaknya semua hokum yang berlaku di negeri Hijaz, ditulis sebagai undang-undang supaya tidak terjadi pelanggaran hanya karena belum ditulisnya undang-undang tersebut.
5) Jam'iyyah NU mohon jawaban tertulis yang menjelaskan bahwa
utusan sudah menghadap raja Ibnu Sa'ud dan sudah pula menyampaikan usul-usul NU tersebut. Daftar Pustaka: • Al-Milal wa al-Nihal, Syaikh Abdul Karim asy-Syahrastani
• Fath al-Bari fi Syarh Shohih al- Bukhari, Al-Imam Ibnu Hajar al- Asqolani
• KH. Zainul Arifin, panglima Hizbullah, Seorang Pahlawan, NU Online
• Pertumbuhan dan Perkembangan NU, Drs. Choirul Anam. Bisma Satu Surabaya
• Resolusi Jihad dalam Peristiwa 10 November, M. Mas’ud Adnan, Jawa Pos
• Telaah Kritis Atas Doktrin Faham Salafi / Wahabi, A. Sihabuddin
• Dll.
B. TOKOH PENDIRI WAHABI
Nama lengkapnya adalah Syeikh al-Islam al-Imam Muhammad Ibn Abdil Wahhab bin Sulaiman bin Ali Muhammad bin Rasyid bin Barid bin Muhammad bin al-Masyariat at-Tamimi al-Hambali an-Najdie. Beliau lahir pada tahun 1115 H atau 1703 M. di desa ’yainah (Najed), kurang lebih 70 km ke arah barat laut kota Riadh ibu kota Arab Saudi sekarang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar