ASUHAN KEPERAWATAN EMBOLI PARU

TUGAS RESPIRASI
ASUHAN KEPERAWATAN EMBOLI PARU 


OLEH KELOMPOK  6 :




SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MAHARANI MALANG
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
TAHUN AJARAN 2013/2014



BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Embolus biasanya dari vena dalam (deepvein) pada kaki dan pelvis, yaitu vena femoris, vena poplitea atau vena iliaka. Pada penderita penyakit tromboflebitis yang melakukan perjalanan jarak jauh dengan menggunakan kendaraan sehingga kaki dalam keadan posisi menekuk untuk waktu yang lama, thrombus akan mudah terlepas dan terjadi penggumpalan darah. Polissitemia vera dan penyakit penggumpalan darah merupakan predisposisi untuk terjadinya emboli paru. Obat kontrasepsi oral menyebabkan emboli paru mudah terjadi. Sebenarnya, banyak kejadian emboli paru yang tidak memberikan gejala dan dapat diatasi sendiri oleh paru melalui mekanisme fibrinolitik. (brunner & suddarth,1996).
Embolisme pulmonal mengacu pada obstruksi salah satu arteri pulmonal atau lebih oleh thrombus (trombi) yang berasal dari suatu tempat dalam system venosa atau jantung sebelah kiri, yang terlepas, dan terbawa ke paru. Kondisi ini merupakan kelainan umum yang berkaitan dengan trauma, bedah (ortopedik, pelvis, ginekologik), kehamilan, penggunaan kontrasepsi oral, gagal jantung kongestif, usia lanjut (lebih dari 60 tahun), dan imobilitas yang berkepanjangan. Sebagian besar thrombus berasal dari vena tungkai. (A, Price, Silvia, dan M, Wilson, Clorraine,2006).
Selain untuk pernafasan, paru juga berperan sebagai saringan atau filter bagi gumpalan darah (embolus ). Gumpalan darah yang berukuran kecil jika tersangkut pada pembuluh di paru dapat diatasi oleh mekanisme fibrinolitik. Akan tetapi, jika gumpalan darah nya cukup besar, mekanisme fibrinolitik tidak berlangsung dengan baik. Jika mekanisme fibrinolitik tidak berlangsung dengan baik ketika terdapat gumpalan darah yang besar akan timbul emboli paru yang menyebabkan aliran darah terhambat.

1.2 RUMUSAN MASALAH

1. Apakah  pengertian emboli paru?
2. Apakah etiologi emboli paru?
3. Apakah klasifikasi emboli paru?
4. Apakah manifestasi klinis emboli paru?
5. Apakah  patofisiologi emboli paru?
6. Apakah  komplikasi dari emboli paru?
7. Bagaimana  pemeriksaan penunjang emboli paru?
8. Bagaimana penatalaksanaan pada pasien emboli paru?
9. Apakah diagnosa tentang emboli paru?
10. Bagaimana menyusun intervensi tentang emboli paru?

1.3  TUJUAN

1. Mengetahui pengertian emboli paru.
2. Mengetahui etiologi emboli paru.
3. Mengetahui klasifikasi emboli paru.
4. Dapat mengetahui manifestasi klinis emboli paru.
5. Mengetahui patofisiologi emboli paru.
6. Dapat mengetahui komplikasi dari emboli paru.
7. Dapat mengetahui pemeriksaan penunjang emboli paru.
8. Dapat mengetahui penatalaksanaan pada pasien emboli paru.
9. Membuat diagnosa tentang emboli paru.
10. Menyusun intervensi tentang emboli paru.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1  PENGERTIAN

Emboli Paru adalah penyumbatan arteri pulmonalis (arteri paru-paru) oleh suatu embolus, yang terjadi secara tiba-tiba. Suatu emboli bisa merupakan gumpalan darah (trombus), tetapi bisa juga berupa lemak, cairan ketuban, sumsum tulang, pecahan tumor atau gelembung udara, yang akan mengikuti aliran darah sampai akhirnya menyumbat pembuluh darah. (brunner & suddarth,1996).
Emboli paru merupakan keadaan terjadinya obstruksi sebagian atau total sirkulasi arteri pulmonalis atau cabang – cabang akibat tersangkutnya Emboli thrombus atau Emboli yang lain. Penyumbatan Arteri pulmonalis oleh suatu embolus biasanya terjadi secara tiba – tiba. Suatu Emboli biasanya merupakan gumpalan darah (Trombus), tetapi biasa juga berupa lemak, cairan ketuban, sumsum tulang, pecahan tumor atau gelembung udara yang akan mengikuti aliran darah sampai akhirnya menyumbat pembuluh darah. Biasanya arteri yang tidak tersumbat dapat memberikan darah dalam jumlah yang memadai kejaringan paru – paru yang terkena sehingga kematian jaringan bisa dihindari tetapi bila yang tersumbat adalah pumbuluh yang sangat besar atau orang memiliki kelainan paru – paru sebelumnya, maka jumlah darah mungkin tidak mencukupi untuk mencegah kematian paru – paru
Jika tubuh bisa memecah gumpalan tersebut, kerusakan dapat di minimalkan. Gumpalan yang besar membutuhkan waktu lebih lama untuk hancur sehingga lebih besar kerusakan yang ditimbulkan. Gumpalan yang besar bisa menyebabkan kematian mendadak.
Emboli paru adalah obstruksi salah satu atau lebih arteri pulmonalis oleh trombus yang berasal dari suatu tempat. Embolisme pulmonal tersebut mengacu pada obstruksi salah satu arteri pulmonal atau lebih oleh thrombus (trombi) yang berasal dari suatu tempat dalam system venosa atau jantung sebelah kiri, yang terlepas, dan terbawa ke paru. Kondisi ini merupakan kelainan umum yang berkaitan dengan trauma, bedah, kehamilan, dan imobilitas yang berkepanjangan. Sebagian besar trombus berasal dari vena tungkai.
2.2 ETIOLAGI

Berdasakan hasil – hasil penelitian dari autopsy paru pasien yang meninggal karena penyakit ini menunjukan dengan jelas disebabkan oleh trombos pada pembuluh darah, terutama vena ditungkai bawah atau dari jantung kanan. Sumber Emboli paru yang lain misalnya tumor yang telah menginvasi sirkulasi vena (Emboli tumor), udara, lemak, sumsum tulang dan lain – lain. Kemudian material Emboli beredar dalam peredaran darah sampai disirkulasi pulmonal dan tersangkut pada cabang – cabang arteri pulmonal, memberi akibat timbulnya gejala klinis.
Faktor-faktor predisposisi terjadinya emboli paru menurut virchow 1856 atau sering disebut sebagai physiological risk factors meliputi :
Adanya aliran darah lambat (statis).
Kerusakan dinding pembuluh darah vena.
Keadaan darah mudah membeku (hiperkoagulasi).
Kebanyakan kasus emboli paru menurut brunner & suddarth (1996) disebabkan oleh :
Bekuan darah.
Gelembung udara.
Lemak.
Gumpalan parasit.
Sel tumor.

2.3 KLASIFIKASI

1.      Embolus Besar
Tersangkut di arteri pulmonalis besar atau dari percabangan arteri pulmonalis.
Dapat menyebabkan kematian seketika.
Dapat menyebabkan kolaps kardiovaskuler dan gangguan hemodinamik.
2.       Embolus Kecil
Tidak menimbulkan gejala klinis pada penderita tanpa kelemahan kardiovaskuler.
Dapat menyebabkan nyeri dada sepintas dan kadang – kadang hemoptisi karena pendarahan paru.
Pada penderita dengan kelemahan sirkulasi pulmoner (payah jantung) dapat menyebabkan infark.
2.4 MANIFESTASI KLINIS

Gejala-gejala embolisme paru tergantung pada ukuran thrombus dan area dari arteri pulmonal yang tersumbat oleh thrombus. Gejala-gejala mungkin saja tidak spesifik. Nyeri dada adalah gejala yang paling umum dan biasanya mempunyai awitan mendadak dan bersifat pleuritik. Kadang dapat subternal dan dapat menyerupai angina pectoris atau infark miokardium. Dyspnea adalah gejala yang paling umum kedua yang di ikuti dengan takipnea, takikardi, gugup, batuk, diaforesis, hemoptisis, dan sinkop. (brunner dan suddarth,2001)
Embolisme massif yang menyumbat bifurkasi arteri pulmonal dapat menyebabkan dyspnea nyata, nyeri substernal mendadak, nadi cepat dan lemah, syok, sinkop dan kematian mendadak. (brunner dan suddarth, 2001)
Emboli kecil multiple dapat tersangkut pada arteri pulmonal terminal, mengakibatkan infark kecil multiple pada paru-paru. Gambaran klinis dapat menyerupai bronkopneumoni atau gagal jantung. (brunner dan suddarth,2001)
2.5 PATOFISIOLOGI
Ketika trombus menyumbat sebagian atau seluruh arteri pulmonal, ruang rugi alveolar membesar karena area, meski terus mendapat ventilasi, menerima aliran darah sedikit maupun tidak sama sekali. Selain itu sejumlah subtansi yang dilepaskan dari bekuan dan menyebabkan pembuluh darah bronkhiolus berkonstriksi. Reaksi ini diseimbangi ketidak seimbangan ventilasi perfusi, menyebabkan darah terpirau dan mengakibatkan penurunan kadar O2 dan peningkatan CO2. (brunner dan suddarth,2001)
Konsekuensi himidinamik adalah peningkatan tahanan vascular paru akibat penurunan ukuran jarring-jaring vascular pulmonal., menyebabkan peningkatan tekanan arteri pulmonal dan akhirnya mningkatkan kerja ventrikel kanan untuk mempertahankan aliran darah pulmonal. Bila kebutuhan ventrikel kanan melebihi kapasitasnya, maka akan terjadi gagal ventrikl kanan yang mengarah pada penurunan tekanan darah sistemik dan terjadinya syok. (brunner dan suddarth,2001)

2.6 KOMPLIKASI

Komplikasi akibat emboli paru adalah :
1. Gagal napas,
Saat trombus menyumbat sebagian atau seluruh arteri pulmonal, ruang rugi alveolar membesar, penyumbata dari thrombus tersebutlah yang akan mengakibatkan terhambatnya system respirasi.

2. Gagal jantung kanan akut, dan Hipertensi
Konsekuensi himidinamik adalah peningkatan tahanan vascular paru akibat penurunan ukuran jarring-jaring vascular pulmonal., menyebabkan peningkatan tekanan arteri pulmonal dan akhirnya mningkatkan kerja ventrikel kanan untuk mempertahankan aliran darah pulmonal.
2.7   PROGNOSIS

Sulit untuk menentukan prognosis dari emboli paru, karena banyak kasus yang tidak terdiagnosis. Prognosisnya seringkali berhubungan dengan penyakit yang Pada emboli paru yang berat, dimana telah terjadi syok dan gagal jantung, maka angka kematiannya bisa mencapai lebih dari 50%.
2.8 PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan diagnostik emboli paru menurut brunner dan suddarth, (1996, 622) adalah :
1. Rontgen dada.
Rontgen dada pada emboli paru biasanya normal tetapi dapat meunjukkan pneumokontriksi, infiltrat, atelektasis, elevasi diagfragma pada posisi yang sakit, atau dilatasi besar arteri pulonal dan efussi pleura.

2. EKG
EKG biasanya menunjukkan sinus takikardia, atrial flutter atau fibrilasi dan kemungkinan penyimpangan aksis kanan, atau regangan vcentrikel kanan.

3. Pletismografi impedans
pletismografi impedans dilakukan untuk menentukan adanya troimbosis pada vena profunda.

4. Gas darah arteri
gas darah arteri pada emboli paru dapat mennjukkan hipoksemia dan hipokapnea.
2.9 PENATALAKSANAAN

Menurut brunner dan suddarth (2001.623) Tujuan pengobatan adalah untuk menghancurkan (lisis) emboli yang ada dan mencegah pmbentukan yang baru. Pengobatan embolisme paru dapat mencakup beragam modalitas :
1. Terapi antikoagulan
Terapi antikoagulasi meliputi heparin, natrium warfarin telah menjadi metoda primer secara tradisional untuk mengatasi trombosis vena profunda akut dan embolisme paru.

2. Terapi trombolitik
Terapi tromboilitik meliputi urokinase, streptokinase mungkin juga digunakan dalam mengatasi embolisme paru, terutama pada paien yang sangat terganggu. Terapi trombolitik menghancurkan trombus atau emboli lebih cepat dan memulihkan fungsi himodinamik sirkulasi paru lbih besar, karena mengurang hipertensi paru dan memperbaiki perfusi, oksigenasi, dan curah jantung.

3. Tindakan umum untuk meningkatkan status pernafasan dan vascular
Tindakan umum dilakukan untuk memperbaiki status pernafasan dan vaskular pasien. Terapi oksigen diberikan untuk memperbaiki hipoksia dan untuk menghilangkan vasokontriksi vaskular paru dan dan mengurangi hipertensi paru.

4. Intervensi bedah
Intervensi bedah yang dilakukan adalah embolektomi paru tapi embolektomi dapat diindikasikandalam kondisi berikut :
jika pasien mengalami hipotensi persisten, syok, dan gawat panas
jika tekanan arteri pulmonal sangat tinggi
jika anngiogram menunjukkan obtruksi bagian besar mbuluh darah paru.
Embolektomi pulmonari membutuhkan torakotomi dengan teknik bypass jantung paru

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 PENGKAJIAN
a. Identitas pasien
b. Riwayat Kesehatan
Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Perawat menanyakan tentang riwayat penyakit pernafasan klien. Secara umum perawat menanyakan tentang :
1. Riwayat merokok : merokok sigaret merupakan penyebab penting kanker paru-paru, emfisema dan bronchitis kronik. Semua keadaan itu sangat jarang menimpa non perokok. Anamnesis harus mencakup hal-hal :
Usia mulainya merokok secara rutin.
Rata-rata jumlah rokok yang dihisap perhari
Usia melepas kebiasaan merokok.
2. Pengobatan saat ini dan masa lalu
3. Alergi

Riwayat Kesehatan Keluarga
Tujuan menanyakan riwayat keluarga dan sosial pasien penyakit paru-paru sekurang-kurangnya ada tiga, yaitu :
1. Penyakit infeksi tertentu : khususnya tuberkulosa, ditularkan melalui satu orang ke orang lainnya; jadi dengan menanyakan riwayat kontak dengan orang terinfeksi dapat diketahui sumber penularannya.
2. Kelainan alergis, seperti asthma bronchial, menunjukkan suatu predisposisi keturunan tertentu; selain itu serangan asthma mungkin dicetuskan oleh konflik keluarga atau kenalan dekat.
3. Pasien bronchitis kronik mungkin bermukim di daerah yang polusi udaranya tinggi. Tapi polusi udara tidak menimbulkan bronchitis kronik, hanya memperburuk penyakit tersebut.

Keluhan Utama
Keluhan utama akan menentukan prioritas intervensi dan mengkaji pengetahuan klien tentang kondisinya saat ini. Keluhan utama yang biasa muncul pada klien emboli paru antara lain : batuk, peningkatan produksi sputum, dyspnea, hemoptysis, wheezing, Stridor dan chest pain.

1. Batuk (Cough)
Batuk merupakan gejala utama pada klien dengan penyakit sistem pernafasan. Tanyakan berapa lama klien batuk (misal 1 minggu, 3 bulan). Tanyakan juga bagaimana hal tersebut timbul dengan waktu yang spesifik (misal : pada malam hari, ketika bangun tidur) atau hubungannya dengan aktifitas fisik. Tentukan batuk tersebut apakah produktif atau non produktif, kongesti, kering.

2. Dyspnea
Dyspnea merupakan suatu persepsi kesulitan untuk bernafas/nafas pendek dan merupakan perasaan subjektif klien. Perawat mengkaji tentang kemampuan klien untuk melakukan aktifitas. Contoh ketika klien berjalan apakah dia mengalami dyspnea ? kaji juga kemungkinan timbulnya paroxysmal nocturnal dyspnea dan orthopnea, yang berhubungan dengan penyakit paru kronik dan gagal jantung kiri.

3. Hemoptysis
Hemoptysis adalah darah yang keluar dari mulut dengan dibatukkan. Perawat mengkaji apakah darah tersebut berasal dari paru-paru, perdarahan hidung atau perut. Darah yang berasal dari paru biasanya berwarna merah terang karena darah dalam paru distimulasi segera oleh refleks batuk. Penyakit yang menyebabkan hemoptysis antara lain : Bronchitis Kronik, Bronchiectasis, TB Paru, Cystic fibrosis, Upper airway necrotizing granuloma, emboli paru, pneumonia, kanker paru dan abses paru.

4. Chest Pain
Chest pain (nyeri dada) dapat berhubungan dengan masalah jantung dan paru. Gambaran yang lengkap dari nyeri dada dapat menolong perawat untuk membedakan nyeri pada pleura, muskuloskeletal, cardiac dan gastrointestinal. Paru-paru tidak mempunyai saraf yang sensitif terhadap nyeri, tetapi iga, otot, pleura parietal dan trakeobronkial tree mempunyai hal tersebut. Dikarenakan perasaan nyeri murni adalah subjektif, perawat harus menganalisis nyeri yang berhubungan dengan masalah yang menimbulkan nyeri timbul.
3.2   PEMERIKSAAN  FISIK

1. Pola  aktifitas / istirahat
Gejala: kelelahan, dispnea, ketidak mampuan untuk tidur, tirah baring lama,
 Tanda: gelisa, lemah, imsomnia, kecepatan jantung tak normal.
2. Pola makana dan cairan
Gejala: kehilang napsu makan, mual / muntah.
Tanda: berkeringat, edema tungkai kiri atas glukosa dalam urin
3. Pola  eliminasi
Gejala: penurunan frekuensi urin
Tanda: urin kateter terpasang, bising usus samar
4. Sistim kardiovaskuler
Tanda: takikardia
5. Sistem  respirasi
Gejala: kesulitan bernapas
6. Sistem neurosensori
Gejala: kehilangan kesadaran sementara, sakit kepala daerah frontal
Tanda: perubahan mental (bingung, somnolen), disorientasi
7. Integrasi ego
Gejala: perasaan takut, takut hasil pembedahan, perasaan mau pingsan, perubahan pola hidup, takut mati.
Tanda: ketakutan, gelisah, ansietas, gemetar, wajah tegang, peningkatam keringat.
8. Keamanan
Gejala: adanya trauma dada
Tanda: berkeringat, kemerahan,kulit pucat
3.3  DIAGNOSA

1. Pola nafas tidak efektif ,dyspnea berhubungan dengan penurunan kemampuan paru
2. Nyeri dada berhubungan dengan infark paru-paru
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi
4. Resiko gagal jantung kanan berhubungan dengan peningkatan kerja ventrikel kanan
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan suplai oksigen dalam jaringan
3.4 INTERVENSI
1. Pola nafas tidak efektif ,dyspnea berhubungan dengan penurunan kemampuan paru
Tujuan: Pola nafas efektif
Kriteria hasil:
1. Menunjukkan pola napas normal/efektif dng gda normal.
2. Bebas sianosis dan tanda gejala hipoksia
NO INTERVENSI RASIONAL
1 Identifikasi etiologi atau faktor pencetus Mengetahui etiologi dan faktor pencetus
2 Evaluasi fungsi pernapasan (napas cepat, sianosis, perubahan tanda vital) Dapat mengakaji fungsi pernafasan
3 Auskultasi bunyi napas Dapat mendengarkan bunyi nafas normal atau tidak
4 Catat pengembangan dada dan posisi trakea, kaji fremitus Dapat mengetahui penumpukan sekret atau benda asing lain
5 Pertahankan posisi nyaman biasanya peninggian kepala tempat tidur Untuk memudahkan klien bernafas
6 Berikan oksigen melalui kanul/masker Memaksimalkan pernafasan dan menurunkan kerja nafas

2. Nyeri dada berhubungan dengan infark paru-paru
Tujuan: Nyeri hilang atau berkurang
Kriteria hasil
1. Pasien mengatakan nyeri berkurang atau dapat dikontrol
2. Pasien tampak tenang
NO INTERVENSI RASIONAL
1 Kaji terhadap adanya nyeri, skala dan intensitas nyeri Dapat mengetahui skala nyeri pada klien

2 Ajarkan pada klien tentang manajemen nyeri dengan distraksi dan relaksasi Klien dapat mengerti tentang manajemen nyeri dengan distraksi dan relaksasi
3 Kaji keefektifan tindakan penurunan rasa nyeri Dapat mengurangi rasa nyeri yang diderita klien
4 Berikan analgetik sesuai indikasi Dapat digunakan mengurangi rasa nyeri

3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi
Tujuan : Klien akan menunjukkan pertukaran gas yang normal.
Kriteria hasil : Klien akan menunjukkan pertukaran gas yang normal dan warna kulit merah muda.
NO INTERVENSI RASIONAL
1  Kaji frekuensi, irama, bunyi dan dalamnya pernafasan. Mengetahui normal atau tidaknya pernafasan
2 Berikan tambahan oksigen Memaksimalkan permafasan dan menurunkan pernafasan
3 Pantau saturasi oksigen Menyeimbangkan oksigen antara inspirasi dan ekspirasi
4 Koreksi keseimbangan asam basa. Mengetahui normal tidaknya pertukaran gas
5 Beri posisi yang memudahkan meningkatkan ekspansi paru. Untuk memudahkan pernafasan
6 Latih batuk efektif dan nafas dalam Dapat mengurangi atau mengeluarkan secret
4. Resiko gagal jantung kanan berhubungan dengan peningkatan kerja ventrikel kanan

Tujuan: Denyut nadi klien kembali normal
Kriteria hasil: Denyut jantung kembali normal
NO INTERVENSI RASIONAL
1 Kaji denyut jantung tiap 4 jam sekali
Mengetahui normal tidakny denyut jantung
2 Auskultasi denyut jantung Dapat mengetahui bunyi jantung
3 Berikan lingkungan tenang, nyaman, dan kurangi aktivitas Agar pasien dapat istirahat dengan tenang
4 Pertahankan tirah baring; tinggikan kepala tempat tidur Untuk mengurangi kerja jantung
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan suplai oksigen dalam jaringan

Tujuan: Pasien tidak intoleransi aktivitas lagi
Kriteria hasil :
1. Berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan
2. Menunjukkan penurunan dalam tanda-tanda intoleransi fisiologi
NO INTERVENSI RASIONAL
1 Kaji respon aktivitas Mengetahui seberat atau sebesar apakah aktivitas yang dapat dilakukan oleh klien

2 Instruksi pasien tentang teknik penghematan energi Pasien dapat menghemat energinya sendiri

3  Beri dorongan untuk melakukan aktivitas atau perawatan diri bertahap jika intoleransi kembali
Pasien dan keluarga dapat melakukan perawat diri sendiri apabila intoleransi kembali


BAB IV
PENUTUPAN

4.1 KESIMPULAN

Emboli paru merupakan keadaan terjadinya obstruktur sebagian atau total sirkulasi arteri pulmonal atau cabang –cabang akibat tersangkutnya emboli thrombus atau emboli yang lain. Dari hasil penelitian dari outopsy paru pasien yang meninggal karena penyakit ini menunjukan dengan jelas disebabkan oleh thrombus pada pembuluh dara, terutama vena di tungkai bawah atau dari jantung kanan.
Embolus paru banyak terjadi akibat lepasnya suatu thrombus yang berasal dari pembuluh dara vena kaki. Gambaran klinis emboli paru berpariasi tergantung pada beratnya obstruksi pembuluh darah, jumlah embpli paru, ukurannya, lokasi, umur pasien,dan penyakit kardiopulmonal yang ada.
4.2 SARAN

Semoga Mahasiswa Keperawatan  mampu memahami penyakit emboli paru - paru dengan baik serta mampu menerapkan tindakan keperawatan emboli pari –paru dengan professional.

DAFTAR PUSTAKA

A, Price, Sylvia, dan M, Wilson,Clorraine, 2006, Patofisiologi: Edisi Ke – 6,EGC: Jakarta.
Brunner & Suddrath. 1996. buku ajarkeperawatan medikal-bedah. Jakarta : Buku kedokteran EGC.
Brunner & Suddrath. 2001. buku ajarkeperawatan medikal-bedah. Jakarta : Buku kedokteran EGC.
Doengoes, Marilynn, dkk, (2000), Rencana Asuhan Keperawatan ; Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, edisi 3, alih bahasa : I Made Kariasa dan Ni Made S, EGC, Jakarta.
http://nursingbegin.com/asuhan-keperawatan-pada-klien-emboli-paru/
http://nursingbegin.com/asuhan-keperawatan-pada-klien-emboli-paru/
http://blogesdwinoviyanto.blogspot.com/2011/06/askep-emboli-paru.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar