MAKALAH AQIDAH AKHLAK
“AKHLAK
TERCELA”
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Sudah menjadi hal pasti dan tidak
bisa ditawar lagi, dalam diri manusia ada yang namanya nafsu yang selalu
mendorong jiwa pada hal yang negative dan perbuatan yang jelek. Disadari atau
tidak nafsu ini, adalah semacam energy negatif yang terus memicu pada arah yang
keji dan tidak diridhai oleh Allah SWT.
Persoalan ini, sebenarnya bukan hal
yang asing untuk di perbincangkan, akan tetapi problem lawas yang sampai saat
ini tetap saja aktual untuk selalu dibahas dan selalu didiskusikan. Mengapa
demikian? Tidak dapat dipungkiri lagi, pergolakan akut dalam jiwa antara energi
buruk dan energi baik senantiasa bergejolak memimpin jalan hidup manusia.
Konsekwensinya adalah siapakah pemenang dari pergolakan tersebut maka dialah
yang akan menjadi sebuah karakter yang melekat pada setiap individual.
Dari hal inilah, hasil dari
pergolakan tersebut akan menuai banyak kerugian. Sebab jika yang menang adalah
energi jelek yang didorong oleh hawa nafsu atau tuntunan syetan, maka sudah
bisa dipastikan akan menjadi boomerang
terhadap dirinya sendiri dan menjerumuskan pada kobaran api neraka yang sarat
dengan siksaan yang sangat pedih. Dalam hal ini sebisa mungkin bagaimana bias
mengantisipasi semaksimal mungkin akan terjadinya pergolakan dan dimenangkan
oleh energi jelek itu sendiri, sehingga bisa selamat dari pergolakan dua energi
itu. Bagaimana caranya hal itu dihasilkan?
Menjadi hal urgen, untuk
meminimalisir terjadinya pergolakan adalah tetapnya hati senantiasa ingat dan
senantiasa bertafakkur terhadap kekuasaan Allah SWT. sehingga dengan seperti
itulah akan didapatkan kesadaran akan kekuasaan Allah. Bukankah Allah mencipta
segala sesuatu merupakan hal yang perlu dikaji dan banyak hikmahnya?
1.2.
Rumusan masalah
Apa Yang dimaksud dengan:
a. Tamak dan hubbud dunya ?
b.
Dendam ?
c.
Sifat Ananiyah/egois ?
d.
Su’udzon (buruk sangka) ?
e.
Zina ?
1.3.
Tujuan Penulisan
Agar dapat menjelaskan apa-apa yang
masuk dalam rumusan masalah di atas.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Tamak
dan Hubbud Dunya
a.
Pengertian Tama’ dan Hubbud Dunya.
Secara definitive kata tama’ dapat
dipahami sebagai selalu ingin beroleh banyak untuk diri sendiri; loba; serakah:
ia -- akan harta; ke·tamak·an hal tamak; keinginan untuk selalu memperoleh
(harta dsb) sebanyak-banyaknya: dia berlaku curang krn ~ nya. Adapun secara bahasa kata tam’ berarti
selalu merasa tak cukup; tidak puas dan tidak bersyukur dengan sesuatu yang
didapatkan ;serakah dan loba.
Adapun hubbun
dunya secara bahasa bisa diartikan sebagai cinta dunia, gila dunia.
Sedangkan menurut istilah hubbun dunya adalah lebih memperioritaskan
kehidupan duniawi dan mengenyampingkan kehidupan akhirat kelak atau bahkan
menafikan kebutuhan bekal untuk dunia akhirat kelak. Jadi dari beberapa
definisi di atas penulis menawarkan sebuah opsi pengertia mengenai keduanya
adalah suatu sifat yang terlahir dari sifat madmumah yang terdorong dari
kejelekan budi dan terlahir dari pergolakan batin yang dipicu oleh nafsu
hayawaniyah.
b.
Cara Mengobati Tamak dan Hubbun Dunya
Disadari atau tidak bahwa obat Tamak dan Hubbun Dunya terdiri dari tiga unsur: sabar,
ilmu, dan amal. Secara keseluruhan terangkum dalam hal-hal berikut ini. Pertama, Ekonomis dalam kehidupan dan
arif dalam membelanjakan harta. Kedua,
Jika seseorang bisa mendapatkan kebutuhan yang mencukupinya, maka dia tidak perlu gusar memikirkan masa
depan, yang bisa dibantu dengan membatasi harapan-harapan yang hendak
dicapainya dan merasa yakin bahwa dia pasti akan mendapatkan rezeki dari Allah.
Jika sebuah pintu rezeki tertutup baginya, sesungguhnya rezeki akan tetap
menunggunya di pintu-pintu yang lain. Oleh karena itu hatinya tidak perlu
merasa gusar.
وَكَأَيِّنْ مِنْ دَآبَّةٍ لاَ
تَحْمِلُ رِزْقُهَا اللهُ يَرْزُقُهَا وَإيَّاكُمْ وَهُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ
“Dan
berapa banyak binatang yang tidak (dapat) membawa (mengurus) rezekinya sendiri.
Allah-lah yang memberi rezeki kepadanya dan kepadamu dan Dia Maha Mendengar
lagi Maha Mengetahui.”
(Qs. Al-’Ankabut: 60)
Ketiga, Hendaklah
dia mengetahui bahwa qana'ah itu adalah kemuliaan karena sudah merasa
tercukupi, dan dalam kerakusan dan tamak itu ada kehinaan karena dengan kedua
sifat tersebut, dia merasa tidak pernah cukup. Barangsiapa yang lebih
mementingkan hawa nafsunya dibandingkan kemuliaan dirinya, berarti dia adalah
orang yang lemah akalnya dan tipis imannya. Keempat,
Memikirkan orang-orang Yahudi dan Nasrani, orang-orang yang hina dan bodoh
karena tenggelam dalam kenikmatan. Setelah itu hendaklah dia melihat kepada
para nabi dan orang shalih, menyimak perkataan dan keadaan mereka, lalu
menyuruh akalnya untuk memilih antara makhluk yang mulia di sisi Allah ataukah
menyerupai penghuni dunia yang hina. Kelima,
Dia harus mengerti bahwa menumpuk harta itu bisa menimbulkan dampak yang kurang
baik. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أُنْظُرُوا
إِلَى مَنْ أَسْفَلَ مِنْكُمْ وَلاَ تَنْظُرُوا إِلَى مَنْ هُوَ فَوْقَكُمْ
فَأَنَّهُ أَجْدَرُ أَنْ لاَ تَزْدَرُوا نِعْمَةَ اللهِ عَلَيْكُمْ
“Lihatlah
orang yang di bawah kalian dan janganlah melihat orang yang di atas kalian,
karena yang demikian itu lebih layak bagi kalian untuk tidak memandang hina
nikmat yang Allah limpahkan kepada kalian.” (Hadits riwayat Muslim)
2.2. Dendam
a.
Pengertian
Dendam
Dendam dalam
bahasa Arab disebut juga dengan Al-Hiqdu الحقد . Menurut Al-Gazali dalam bukunya Ihya
Ulumud Din jilid III, dijelaskan bahwa Hiqdu atau dendam berawal dari
sifat pemarah. Sifat marah (gadab) itu terus dipelihara dan tidak segra diobati
dengan memaafkan, maka akan menjadi dendam terhadap orang yang menyakiti kita.
Pengertian
dendam secara istilah adalah perasaan ingin membalas karena sakit hati yag
timbul sebab permusuhan, dan selalu mencari kesempatan untuk melampiaskan sakit
hatinya agar lawannya mendapat celaka, barulah ia merasa puas.
Rasulullah juga
memberikan teladan tentang perilaku pemaaf, bukan dendam. Misalnya, perlakuan
orang Thaif terhadap rasulullah para sahabatnya yang telah mengusirnya, bahkan
melemparinya dengan batu. Ketika malaikat menawari Rasulullah untuk
menghancurkan kaum itu Rasulullah justru berdoa :
اَلَّلهُمَّ
اهْدِ قَوْمِى فَإِنَّهُمْ لاَيَعْلَمُوْنَ
Artinya: “Ya Allah, berilah
petunujuk atas kaumku karena sesungguhnya mereka itu belum mengetahui.”
Kisah diatas memberikan gambaran ,
bahwa akhlak yang pantas dimilki oleh kaum beriman bukanlah sifat dendam dan
sombong, tetapi adalah sifat terpuji diantaranya memaafkan kesalahan orang
lain.
Allah berfirman
خُذِ
اْلعَفْوَ وَأْمُرْ بِا لْعُرْفِ وَأَعْرِضْ عَنِ الْجَهِلِيْنَ (الاعراف : 199)
Artinya:
“jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang
makruf serta berpalinglah dari orang-orang yang bodoh.”(Qs.Al-A’raf : 199)
b.
Ciri-ciri sifat
dendam
1. Tujuan hidupnya
membinasakan orang yang menjadi lawannya.
2. Perbuatan yang
dilakukannya selalu bertujuan mengalahkan lawannya.
3. Tidak merasa
puas bila lawannya belum mendapatkan kekalahan.
4. Hobi menyimpan
rasa sakit hati dan berusaha membalas dikemudian hari.
5. Tidak mau memaafkan
kesalahan orang lain.
6. Selalu
menjelek-jelekkan orang lain dan membuka aib orang lain.
c.
Bahaya sifat dendam
1. Perbuatan yang
dibenci oleh Allah
أَبْغَضُ
الرَّجُلِ إِلَى اللهِ أَلَدُّ الْخِصَامِ (أخرجه مسلم
Artinya:
“orang yang paling dibenci Allah adalah orang yang menaruh
dendam kesumat (bertengkar).”(HR.Muslim)
2. Hilangnya
ketenangan jiwa, jiwanya akan selalu bergemuruh oleh perasaan yang tidak nyaman
3. Menghindar bila
bertemu dengan orang yang dibenci
Padahal Allah
menciptakan manusia dimuka bumi bukan untuk bermusuh-musuhan dan saling dendam,
melainkan agar saling kenal-menganal, saling menghormati dengan sesama.
Firman Allah:
يَاأَيُّهَا
النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَكُمْ مِّنْ ذَكَرِ وَّأُنْثَى وَجَعَلْنَكُمْ شُعُوْبًا
وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوْا... (الحجرات : 13)
Artinya:
“Hai manusia sesungguhnya kami telah menciptakan kamu dari
seorang laki-laki dan perempuan dan manjadikan kamu berbangsa-bangsa dan
bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal.”(al-Hujurat :13)
4. Selalu marah
ketika mendengar kebaikan orang yang dibenci.
5. Dikucilkan dalam
pergaulan
2.3. Sifat Ananiyah/Egois
a.
Pengertian Ananiah
Ananiyah berasal dari kata ana
artinya ‘aku’, Ananiyah berarti ‘keakuan’. Sifat ananiyah ini biasa disebut
egoistis yaitu sikap hidup yang terlalu mementingkan diri sendiri bahkan jika
perlu dengan mengorbankan kepentingan orang lain. Sikap ini adalah sikap hidup
yang tercela, karena cenderung berbuat yang dapat merusak tatanan pergaulan
kehidupan bermasyarakat. Dalam kehidupan sehari-hari penyakit mental ini dapat
diketahui dari sikapnya yang selalu mementingkan dan mengutamakan kepentingan
dirinya diatas segala-galanya, tanpa mengindahkan kepentingan orang lain.
b.
Dampak
Negatif Dari Sifat Ananiyah
Sifat Ananiyah akan melahirkan sifat
Egosentris, artinya mengutamakan kepen-tingan dirinya diatas kepentingan
segala-galanya. Mereka melihat hanya dengan sebelah mata bersikap dan mengambil
tindakan hanya didorong oleh kehendak nafsu. Nafsulah yang menjadi kendali dan
mendominasi seluruh tindaknnya. Standar kebenaranpun ditentukan oleh
kepentingan dirinya. Hal semacam ini di larang.
Allah berfirman yang artinya“Sekiranya
kebenaran itu harus mengikuti kemauan hawa nafsu mereka saja tentulah akan
binasa langit dan bumi dan mereka yang ada di dalamnya”. (Q.S. Al-Muminun ayat
: 71)
Dari sifat ananiyah yang hanya memperturutkan hawa nafsunya
sendiri akan lahir sifat-sifat lain yang berdampak negatif dan merusak,
misalnya, sifat bakhil, tamak, mau menang sendiri, dhalim, meremehkan orang
lain dan ifsad (meru-sak). Jika tidak segera ditanggulangi sifat ananiyah akan
berkembang menjadi sifat congkak dan kibir dengan ciri khasnya Bathrul Haq
menolak kebenaran, Ghomtun Nas dan meremehkan manusia. (H.R. Muslim dari
Abdullah bin Mas’ud)
Jika sifat ini menjangkiti orang-orang yang memiliki
wewenang dan potensi besar bahayanya akan berdampak luas. Peng-usaha dengan
sifat ananiyah akan meng-gunakan kekayaannya untuk memonopoli ekonomi dengan
tidak segan-segan meng-gilas pengusaha kecil dan menyingkirkan
pengusaha-pengusaha yang dianggap saingannya, mengeruk keuntungan
sebanyak-banyaknya dengan cara dhalim dan dengan menghalalkan segala cara.
Bila penyakit ananiyah menjangkiti seorang pengusaha akan
cenderung bersifat diktator, tiranis, dan absolut. Seperti halnya Fir’aun,
Namrud yang memerintah dengan semena-mena. Dalam kehidupan sehari-hari bila
penyakit mental ini melekat pada diri seseorang akan cenderung mental ini
melekat pada diri seseorang akan cenderung sulit diatur dan merusak pergaulan
dengan kedha-liman, setidak-tidaknya sering menim-bulkan masalah. Sementara
mereka menganggap benar apa yang mereka lakukan. Firman Allah yang artinya, “Dan
bila dikatakan kepada mereka: “Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi”.
Mereka menjawab: “Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan”.
(QS. Al-Baqoroh : 11)
Rasulullah bersabda :
“Dari Abdulloh ibnu Umar r.a., Nabi
Shallallahu’alaihi wa sallam: “Aniaya itu menjadi kegelapan di hari kiamat”.
(HR. Bukhori di dalam kitab shahihnya).
Dari Abi Hurairoh r.a. Rasulullah
Shallallahu’alaihi wa sallam bersabda: “Siapa yang merusak nama baik atau
harta benda orang lain maka minta maaflah kepadanya sekarang ini, sebelum
datang di mana mata uang tidak laku lagi. Kalau ia mempunyai kebajikan,
sebagian amal baiknya itu akan diambil sesuai dengan kadar perbuatan aniayanya.
Kalau ia tidak mempunyai amal baik, maka dosa orang lain itu diambil dan
ditambahkan pada dosanya”. (HR. Bukhori dalam kitab shahihnya)
2.4. Su’udzon
(Buruk Sangka)
a.
Definisi Su’udzon
Menurut bahasa, as-suu’u artinya:
1. Semua yang buruk atau kebalikan dari
yang bagus.
2. Semua yang menjadikan manusia takut,
baik dari urusan dunia maupun urusan akhirat.
Adz-dzonn menurut bahasa berarti:
1. Ragu.
Allah berfirman: “Barangsiapa yang
menyangka bahwa Allah sekali-kali tiada menolongnya (Muhammad) di dunia dan
akhirat, Maka hendaklah ia merentangkan tali ke langit, Kemudian hendaklah ia
melaluinya, Kemudian hendaklah ia pikirkan apakah tipu dayanya itu dapat
melenyapkan apa yang menyakitkan hatinya.” (QS 22: 15).
2. Menyangka.
Allah berfirman: “(yaitu) ketika
mereka datang kepadamu dari atas dan dari bawahmu, dan ketika tidak tetap lagi
penglihatan(mu) dan hatimu naik menyesak sampai ke tenggorokan dan kamu
menyangka terhadap Allah dengan bermacam-macam purbasangka.” (QS 33: 10).
3. Tahu yang tidak yakin.
Allah berfirman: “..kamu tidak
menyangka, bahwa mereka akan keluar dan merekapun yakin, bahwa benteng-benteng
mereka dapat mempertahankan mereka dari (siksa) Allah; Maka Allah mendatangkan
kepada mereka (hukuman) dari arah yang tidak mereka sangka-sangka..” (QS 59:
2).
4. Yakin.
Allah berfirman: “Jadikanlah sabar
dan shalat sebagai penolongmu. dan Sesungguhnya yang demikian itu sungguh
berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu’, (yaitu) orang-orang yang
meyakini, bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka akan kembali
kepada-Nya.” (QS 2: 45-46)
Su’udzon
menurut istilah:
prasangka yang menjadikan seseorang mensifati orang lain dengan sifat yang
tidak disukainya tanpa dalil.
b.
Su’udzon dalam Pandangan Islam
1. Haram
Ø Su’udzon
kepada Allah. Allah berfirman: “Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang
yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah.
mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain
hanyalah berdusta (terhadap Allah)” (QS 6: 116)
Ø Su’udzon
kepada Rasul.
Ø Su’udzon
kepada orang-orang Mukmin yang dikenal dengan kebaikannya. Allah berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya
sebagian prasangka itu adalah berdosa.” (49: 12)
2. Wajib.
Ø Wajib
su’udzon kepada orang kafir yang terang-terangan dengan kekufurannya dan
permusuhannya kepada Allah, Rasulullah dan orang-orang Mukmin yang shaleh.
Allah berfirman yang artinya “Bagaimana
bisa (ada perjanjian dari sisi Allah dan Rasul-Nya dengan orang-orang
musyrikin), padahal jika mereka memperoleh kemenangan terhadap kamu, mereka
tidak memelihara hubungan kekerabatan terhadap kamu dan tidak (pula
mengindahkan) perjanjian. mereka menyenangkan hatimu dengan mulutnya, sedang
hatinya menolak. dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik (Tidak
menepati perjanjian).” (QS 9: 8)
Ø Su’udzon
kepada orang Muslim yang dikenal terang-terangan berbuat maksiat, menghalangi
jalan Allah dan tidak komitmen terhadap Islam.
2.5. Zina
a.
Pengertian
Zina (الزنا
) adalah persetubuhan yang dilakukan oleh seorang lelaki dengan seorang
perempuan tanpa nikah yang sah mengikut hukum syarak (bukan pasangan suami
isteri) dan kedua-duanya orang yang mukallaf, dan persetubuhan itu tidak
termasuk dalam takrif (persetubuhan yang meragukan). Jika seorang lelaki
melakukan persetubuhan dengan seorang perempuan, dan lelaki itu menyangka
bahawa perempuan yang disetubuhinya itu ialah isterinya, sedangkan perempuan
itu bukan isterinya atau lelaki tadi menyangka bahwa perkahwinannya dengan
perempuan yang disetubuhinya itu sah mengikut hukum syarak, sedangkan
sebenarnya perkawinan mereka itu tidak sah, maka dalam kasus ini kedua-dua
orang itu tidak boleh didakwa zina dan tidak boleh dikenakan hukuman hudud,
karena persetubuhan mereka itu adalah termasuk dalam wati’ subhah yaitu
persetubuhan yang meragukan.
b.
Penggolongan
Zina
terbagi menjadi dua, yaitu:
1.
Zina Muhsan
Yaitu lelaki atau perempuan yang
telah pernah melakukan persetubuhan yang halal (sudah pernah menikah).
Perzinaan yang boleh dituduh dan
didakwa dibawah kesalahan Zina Muhsan ialah lelaki atau perempuan yang telah
baligh, berakal, merdeka dan telah kawin, yaitu telah merasai kenikmatan
persetubuhan secara halal.
2.
Zina Bukan Muhsan
Yaitu lelaki atau perempuan yang
belum pernah melakukan persetubuhan yang halal (belum pernah menikah).
Penzinaan yang tidak cukup
syarat-syarat yang disebutkan bagi perkara diatas tidak boleh dituduh dan
didakwa dibawah kesalahan zina muhsan, tetapi mereka itu boleh dituduh dan
didakwa dibawah kesalahan zina bukan muhsan mengikut syarat-syarat yang
dikehendaki oleh hukum syarak.
c.
Hukuman Bagi Orang Yang Melakukan
Zina
1. Seseorang yang melakukan zina
Muhsan, sama ada lelaki atau perempuan wajib dikenakan keatas mereka hukuman
had (rajam) Yaitu dilempar dengan batu yang sedang besarnya hingga mati.
Sebagaimana yang dinyatakan di dalam kitab I’anah Al- Thalibin juz 2 surat 146
yang bermaksud :
“”Lelaki atau perempuan yang melakukan zina muhsan wajib
dikenakan keatas mereka had (rejam), iaitu dibaling dengan batu yang sederhana
besarnya sehingga mati ””.
2. Seseorang yang melakukan zina bukan
muhsan sama ada lelaki atau perempuan wajib dikenakan ke atas mereka hukuman
sebat 100 kali sebat/cambuk dan di buang keluar negeri/diasingkan selama
setahun sebagaimana terdapat di dalam kitab Kifayatul Ahyar juz 2 surat 178
yang bermaksud :
“”Lelaki atau perempuan yang melakukan zina bukan muhsin
wajib dikenakan keatas mereka sebat 100 kali sebat dan buang negeri selama
setahun””.
3. Perempuan-perempuan yang dirogol
atau diperkosa oleh lelaki yang melakukan perzinaan dan telah dukung dengan
bukti –bukti yang diperlukan oleh hakim dan tidak menimbulkan sebarang keraguan
dipihak hakim bahawa perempuan itu dirogol dan diperkosa, maka dalam kasus ini
perempuan itu tidak boleh dijatuhkan dan dikenakan hukuman hudud,dan ia tidak
berdosa dengan sebab perzinaan itu.
4. Lelaki yang merogol atau memperkosa
perempuan melakukan perzinaan dan telah ditetapkan kesalahannya dengan bukti –
bukti dan keterangan yang dikehendaki oleh hakim tanpa menimbulkan keraguan
dipihak hakim, maka hakim hendaklah menjatuhkan hukuman hudud keatas lelaki
yang merogol perempuan itu, iaitu wajib dijatuhkan dan dikenakan ke atas lelaki
itu hukuman rejam dan sebat.
5. Perempuan-perempuan yang telah
disebutkan oleh hakim bahawa ia adalah dirogol dan diperkosa oleh lelaki
melakukan perzinaan, maka hakim hendaklah membebaskan perempuan itu dari
hukuman hudud (tidak boleh direjam dan disebat) dan Allah mengampunkan dosa
perempuan itu di atas perzinaan secara paksa itu.
BAB III
PENUTUP
3.1.
Kesimpulan
Akhlak tercela adalah akhlak/sifat
yang tidak disukai oleh semua manusia, dan juga dibenci oleh Allah SWT. untuk
itu Allah SWT telah mengutus para Nabi serta menurunkan kitab suci untuk
memperbaiki akhlak manusia sekaligus menjadi penuntun umat manusia menuju
akhlakul karimah, agar bahagia di dunia dan akhirat. Namun demikian masih
banyak juga manusia memiliki akhlak tercela, hal ini tidak lain adalah akibat
dari kurangnya pengetahuan agama dan lemahnya keimanan kepada Allah SWT. semoga
kita semua dijauhkan dari sifat yang demikian. Aamiin.
3.2.
Saran
Kami menyadari bahwa makalah ini
masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu kami menyarankan kepada teman-teman
yang ingin lebih memahami tentang akhlak tercela untuk mencari referensi
tambahan melalui buku-buku yang sekarang mudah didapat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar