Makalah Bronkiektasis

Makalah Bronkiektasis
Disusun untuk Memenuhi Tugas Terstruktur Keperawatan
“Sistem Respirasi”
Semester IV B



Disusun Oleh Kelompok 3 :



DINAS PENDIDIKAN KOTA MALANG
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MAHARANI MALANG
Jl.Simp.Candi Panggung 133 Malang Telp/Fax (0341) 4345375, 7751871
Website : www.stikesmaharani.ac.id | email : Informasi@stikesmaharani.ac.id


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami sampaikan kepada Allah Yang Maha Esa, yang telah memberikan berkat sehingga kami mampu menyelesaikan makalah ini.
Dalam karya tulis ini, kami memilih judul, ”Bronkiektasis” Kami menyadari sepenuhnya bahwa pengetahuan dan kemampuan kami sangat terbatas, sehingga penulisan makalah ini mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun demi sempurnanya penulisan karya tulis ini.Akhir kata, kami mohon maaf apabila dalam penulisan karya tulis ini ada kesalahan dan semoga karya tulis ini dapat bermanfaat bagi yang membacanya.


BAB I
PENDAHULUAN
1.1    Latar Belakang
Bronkiektasis (Bronchiectatis) merupakan kelainan morfologis yang terdiri dari   pelebaran bronkus yang abnormal dan menetap disebabkan kerusakan komponen
elastis dan muscular dinding bronkus. ( Buku Ajar Patologi, edisi 7 vol. 2).

1.2    Rumusan Masalah
      Dari Uraian Latar Belakang diatas dapat Rumusan Berbagai Masalah, Yaitu:
1. Apa Pengertian Bronkiektasis ?
2. Apa Etiologi dari Bronkiektasis ?
3. Bagaimana Phatofisiologi dari Bronkiektasis ?
4. Apa saja Gejala klinis yang muncul dari Bronkiektasis?
5. Apa saja Komplikasi yang akan muncul dari Bronkiektasis ?
6. Bagaimana Pencegahan dari infeksi Bronkiektasis ?
7. Bagaimana Proses Asuhan Keperawatan pada Pasien yang terkena
     Bronkiektasis ?

1.3     Tujuan Penulisan
       Tujuan penyusunan makalah ini adalah untuk mengetahui:
1.   Menjelaskan Pengertian Bronkiektasis .
2.    Menjelaskan Etiologi dari Bronkiektasis .
3.   Menjelaskan Phatofisiologi dari Bronkiektasis
4.   Menjelaskan Gejala klinis yang muncul dari Bronkiektasis
5.   Menjelaskan Komplikasi yang akan muncul dari Bronkiektasis.
6.   Menjelaskan Pencegahan dari virus Bronkiektasis
7.   Menjelaskan Proses Asuhan Keperawatan pada Pasien yang terkena
    Bronkiektasis


BAB II
Pembahasan

2.1 Definisi Bronkiestasis
Bronkiektasis (Bronchiectatis) merupakan kelainan morfologis yang terdiri dari pelebaran bronkus yang abnormal dan menetap disebabkan kerusakan komponen elastis dan muscular dinding bronkus. ( Buku Ajar Patologi, edisi 7 vol. 2).
Bronkiektasis bukan merupakan penyakit tunggal, dapat terjadi melalui berbagai cara dan merupakan akibat dari beberapa keadaan yang mengenai dinding bronkial, baik secara langsung maupun tidak, yang mengganggu sistem pertahanannya.
Keadaan ini mungkin menyebar luas, atau mungkin muncul di satu atau dua tempat.
Secara khusus, bronkiektasis menyebabkan pembesaran pada bronkus yang berukuran sedang, tetapi bronkus berukuran kecil yang berada dibawahnya sering membentuk jaringan parut dan menyempit.

2.2 Etiologi
Bronkiektasis biasanya didapat pada masa anak-anak. Kerusakan bronkus pada penyakit ini hampir selalu disebabkan oleh infeksi. Penyebab infeksi tersering adalah H. Influenza dan P. Eureginosa. Infeksi oleh bakteri lain, seperti Klebsiela dan Staphylococcus aureus disebabkan oleh absen atau terlambatnya pemberian antibiotik pada pengobatan pneumonia.
Bronkiektasis bisa disebabkan oleh :
1. Infeksi pernafasan
Campak
Pertusis
Tuberkulosis
Infeksi jamur
Infeksi mikoplasma
Infeksi bakteri

2. Penyumbatan bronkus
Benda asing yang terisap
Pembesaran kelenjar getah bening
Tumor paru
Sumbatan oleh lender
3. Cedera penghirupan
  Cedera karena asap, gas atau partikel beracun
  Menghirup getah lambung dan partikel makanan
4. Keadaan genetik
Fibrosis kistik
Diskinesia silia, termasuk sindroma kartagener
Kekurangan alfa-1 antitripsin
5. Kelainan Imunologik
Sindroma kekurangan immunoglobulin
Dingfungi sel darah putih
Kekurangan komplemen
Kelainan autoimunatau hiperimun tertentu
6. Keadaan lain
Penyalahgunaan obat
Infeksi HIV
Sindroma Young ( Azoospermia obstruktif)
Sindroma marfan.

2.3 Faktor predisposisi terjadinya bronkiektasis dapat di bagi menjadi 3 yaitu :
o Kekurangan mekanisme pertahanan yang di dapat / congenital, biasanya kelainan imunologi berupa kekurangan globulin gamma atau kelainan imunitas seluler / kekurangan  alfa -1 antitripsin.
o Kelainan struktur congenital seperti fibrosis kistik sindrom kartagener, kekurangan kartilago bronkus dan kifoskoliosis congenital.
o Penyakit paru primer seperi tumor paru, benda asing atau tuberculosis paru.
2.4 Manifestasi Klinis :
Batuk menahun dengan banyak dahak yang berbau busuk
Batuk darah
Pucat
Bau mulut
Sesak nafas yang semakin memburuk jika melakukan aktifitas
Clubbing fingers
Wheezing ( Bunyi nafas mengi atau bengek )
Sejumlah besar dari klien mengalami hemoptosis (50-70% kasus dan dapat
disebabkan oleh perdarahan mukosa jalan nafas yang rapuh atau adanya
inflamasi. (Irman Somantri,2009)

Bronkiektasis tidak dapat secara cepat didiagnosis, karena gejala-gejalanya mungkin akan menyerupai dengan bronkitis kronis. Tanda yang definitif dan bronkiektasis adalah riwayat batuk produktif dalam jangka waktu lama, dngan sputum yang secara tetap negatif terhadap basil tuberkel. Diagnosis di tegakkan berdasarkan hasil bronkografi, bronkoskopi, CT-Scan yang akan menunjukkan ada atau tidaknya dilatasi bronkial. (Irman Somantri, 2009)

2.5 Pathofisiologi atau Pathologi
Terdapat dua proses penting yang saling kait dalam patogenesis bronkiektasis, yaitu :
> Obstruksi
> Infeksi persisten kronis.
Salah satu dari keduanya dapat terjadi lebih dahulu. Mekanisme pembersihan normal terhambat oleh obstruksi, sehingga segera terjadi infeksi sekunder. Sebaliknya, infeksi kronis pada saatnya menyebabkan kerusakan dinding bronkus sehingga terjadi perlemahan dan dilatasi.
Pada kasus yang biasa, dapat dibiakkan beragam flora dari bronkus yang terkena, termasuk staphyloccus, streptococcus, bakteri anaerob dan ( terutama pada anak ) Haemophilus influenza dan Pseudomonas aeruginosa.
Infeksi merusak dinding bronkial, menyebabkan kehilangan struktur pendukungnya dan menghasilkan sputum yang kental yang akhirnya dapat menyumbat bronki. Dinding bronkial menjadi teregang secara permanen akibat batuk hebat. Infeksi meluas ke jaringan peribronkial sehingga dalam kasus bronkiektasis sakular, setiap tuba yang berdilatasi sebenarnya adalah abses paru, yang eksudatnya mengalir bebas melalui bronkus.
 Bronkiektasis biasanya setempat, menyerang lobus atau segmen paru. Lobus yang paling bawah lebih sering terkena retensi sekresi dan obstruk si yang diakibatkannya pada akhirnya menyebabkan alveoli di sebelah distal obstruksi mengalami kolaps (ateletaksis). Jaringan parut atau fibrosis akibat reaksi inflamasi menggantikan jaringan paru yang berfungsi. Pada waktunya pasien mengalami insufisiensi pernapasan dengan penurunan kapasitas vital, penurunan ventilasi dan peningkatan rasio volume residual terhadap kapasitas paru total. Terjadi kerusakan campuran gas yang diinspirasi (ketidakseimbangan ventilasi-perfusi) dan hipoksemia.
2.6 Pemeriksaan Diagnostik
Diagnosa pasti dapat di tegakkan berdasarkan pemeriksaan bronkografi atau patologi. Gejala sering dimulai pada saat anak-anak. 60% gejala timbul sejak pasien berusia 10 tahun. Gejala yang timbul tergantung dari luas, berat, lokasi, serta ada tidaknya komplikasi. Gejala tersering adalah batuk kronik dengan sputum yang banyak. Batuk dan sputum dialami paling sering pada pagi hari setelah tidur atau berbaring pada posisi yang berlawanan dengan posisi yang mengandung kelainan bronkiektasis.
Pada bronkiektasis ringan atau yang hanya mengenai satu lobus saja mungkin tidak terdapat gejala. Kalaupun ada biasanya batuk bersputum yang menyertai batuk pilek selama 1-2 minggu.
Pada bronkiektasis berat, pasien mengalami batuk terus-menerus dengan sputum yang banyak.( 200-300 ml) yang bertambah berat jika terjadi infeksi saluran nafas atas. Biasanya dapat diikuti dengan demam, nafsu makan berkurang, berat badan menurun, anemia, nyeri pleura dan malaise. Sesak nafas dan sianosis timbul pada kelainan yang luas. Hemoptisis mungkin merupakan satu-satunya gejala, oleh sebab itu bronkietasis harus dipikirkan bila terdapat hemoptisis yang tidak jelas sebabnya.
Pada pemeriksaan fisik yang terpenting adalah terdapat rongki basah sedang sampai kasar pada daerah yang terkena dan menetap pada pemeriksaan yang berulang. Kadang-kadang dapat ditemukan rongki kering dan bising mengi. Ditemukan perkusi yang redup dan suara nafas yang melemah bila terdapat komplikasi empiema. Clubbing fingers terdapat pada 30%-50% kasus. Pada kasus yang berat mungkin terdapat sianosis kor pulmoral.
Pada pemeriksaan fisik dengan menggunakan stetoskop biasanya di paru-paru bagian bawah akan terdengar suara ronki.
Pemeriksaan yang biasanya dilakukan adalah :
Rontgen dada
CT scan dada
Biakan dahak
Hitung jenis darah
Pemeriksaan keringat / pemeriksaan fibrosis kistik lainnya.
Analisa serum immunoglobulin
Serum presipitin ( pemeriksaan anti bodi jamur, aspergillus)

2.7 Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium
Sputum biasanya berlapis 3 lapisan atas terdiri dari busa, lapisan tengah adalah sereus dan lapisan lapisan bawah terdiri dari pus atau sel-sel rusak. Sputum yang berbau busuk menunjukkan infeksi oleh kuman anaerob. Pemeriksaan darah tepi menunjukkan hasil dalam batas normal, demikian pula dengan pemeriksaan urin dan EKG kecuali pada kasus lanjut.
Pemeriksaan Radiologi
Foto toraks normal tidak menyingkirkan kemungkinan penyakit ini. Biasanya didapatkan corakan paru menjadi lebih kasar dan batas-batas corakan menjadi kabur, daerah yang terkena corakan tampak mengelompok, kadang-kadang ada gambaran sarang tawon serta kistik yang berdiameter sampai 2 cm dan kadang-kadang terdapat garis-garis batas permukaan udara-cairan.

2.8 Pengobatan
Tujuan pengobatan adalah mengendalikan infeksi dan pngendalian dahak, membebaskan penyumbatan saluran pernafasan serta mencegah komplikasi.
Drainase postural yang dilakukan secara teratur setiap hari, merupakan bagian dari pengobatan untuk membuang dahak. Seorang terapis pernafasan bias mengajarkan cara melakukan drainase postural dan batuk efektif. Untuk mengatasi infeksi seringkali diberikan antibiotic, brokodilator dan ekspektoran.
Pengangkatan paru melalui pembedahan dilakukan pada penderita yang tidak memberikan respon terhadap pemberian obat atau pada penderita yang mengalami perdarahan hebat.
Terapi yang dilakukan bertujuan untuk :
a. Meningkatkan pengeluaran secret trakeobronkial. Drainase postural dan latihan fisioterapi untuk pernafasan dan batuk yang produktif, agar secret dapat dikeluarkan secara maksimal.
b. Mengontrol infeksi, terutama pada fase eksaserbasi akut. Pilihan antibiotic berdasarkan pemeriksaan bakteri dari sputum dan resistensinya. Sementara menunggu hasil biakan kuman, dapat diberikan antibiotic spektrum luas seperti amoxicillin, Ampicillin dan kotrimoxazol. Antibiotik diberikan sampai produksi sputum minimal. Pengobatan diperlukan untuk waktu yang lama bila infeksi paru yang diderita telah lanjut.
c. Mengembalikan aliran udara pada saluran nafas yang mengalami obstruksi.
-Bronkodilator diberikan selain untuk mengatasi bronkospasme,juga untuk
memperbaiki drainase secret.
-Alat pelembab dan nebulizer dapat dipakai untuk melembabkan secret. Pasien
dianjurkan untuk menghindari rangsangan bronkus dari asap rokok dan polusi
udara dan mencegah pemakaian obat sedative dan yang dapat menekan reflek
batuk.
d. Operasi  hanya dilakukan bila pasien tidak menunjukkan perbaikan klinis setelah mendapat pengobatan konservatif yang adekuat selama 1 tahun.

2.9 Pencegahan
   1. Imunisasi campak dan pertusis pada masa kanak-kanak membantu menurunkan
     angka kejadian bronkiektasis.
   2. Vaksin influenza berkala membantu mencegah kerusakan bronkus oleh virus flu.
   3. Vaksin pneumokok membantu mencegah komplikasi berat dari pneumonnia
      pneumokok.
   4. Minum antibiotik dini saat infeksi juga mencegah bronkiektasis atau memburuknya
     penyakit. Pengobatan dengan imunoglobulin pada sindroma kekurangan
     imunoglobulin mencegah infeksi berulang yang telah mengalami komplikasi.
  5. Penggunaan anti peradangan yang tepat (seperti kortikosteroid), terutama pada
    penderita bronkopneumonia alergika aspergilosis, bisa mencegah kerusakan bronkus
    yang akan menyebabkan terjadinya bronkiektasis.
  6. Menghindari udara beracun, asap (termasuk asap rokok) dan serbuk yang berbahaya
    (seperti bedak atau silika) juga mencegah bronkiektasis atau mengurangi beratnya
     penyakit.
   7. Masuknya benda asing ke saluran pernafasan dapat dicegah dengan:
  - memperhatikan apa yang dimasukkan anak ke dalam mulutnya
  - menghindari kelebihan dosis obat dan alkohol
  - mencari pengobatan medis untuk gejala neurologis (seperti penurunan
        kesadaran) atau gejala saluran pencernaan (seperti regurgitasi atau batuk setelah
        makan).
   8. Tetes minyak atau tetes mineral untuk mulut atau hidung jangan digunakan
      menjelang tidur karena dapat masuk ke dalam paru.
   9. Bronkoskopi dapat digunakn untuk menemukan dan mengobati penyumbatan
     bronkus sebelum timbulnya kerusakan yang berat.

Asuhan Keperawatan
Klien dengan Bronkiektasis

1. Pengkajian
a. Umur
Pada umumnya banyak menyerang pada usia remaja dewasa yaitu 15-20 tahun, biasanya gejala timbul mulai usia 10 tahun. (Ishak Yusuf, 1999)
b. Jenis Kelamin
Pada umumnya pada laki-laki lebih banyak dibandingkan dengan perempuan dikarenakan faktor kebiasaan buruk yaitu merokok pada usia muda (Ishak Yusuf, 1990)
c. Keluhan Utama
Keluhan utama yang paling dirasakan klien dengan bronkiektaisis adalah batuk yang terus disertai purulen yang banyak
d. Riwayat Penyakit Sekarang
Menurut gambaran klinisnya gejala sering pada saat anak-anak 60% gejala timbul sejak berumur 10 tahun. Gejala yang timbul tergantung dari luas, berat, lokasi serta ada atau tidaknya komplikasi gejala yang timbul biasanya batuk, pilek, demam yang disertai secara berulang.
e. Riwayat Penyakit Masa Lalu
Adanya infeksi dan penyebab penyakit yang sering berulang, misal : batuk pilek.
f. Riwayat Kesehatan Keluarga
Didapatkan adanya faktor-faktor herediter kongenital
g. Riwayat Psikologis
Biasanya klien mengalami kecemasan terhadap penyakit yang dialami
h. Pola Aktivitas
Mengalami sulit tidur, nafsu makan menurun, obsipasi, lemahnya fisik dan aktivitas berkurang.

i. Pemeriksaan Fisik
Klien tampak lemah, konjungtiva anemis, menggunakan pernafasan cuping hidung
j. Auskultasi : Bisa ditemukan ronkhi, pada pemeriksaan bisa juga ditemukan wheezing
k. Pemeriksaan Ekstrimitas
1) Terlihat cianosis
2) Pada jari biasanya terdapat clubbing fingers

 2. Analisa Data
No Data Masalah Etiologi
1 DS : klien mengatakan sesak nafas
DO : RR meningkat ,
Batuk dengan sputum                     kental, adanya bunyi                       tambahan yaitu whezzing Infeksi pada dinding bronkial
Struktur penunjang hilang
Produksi sekret meningkat pada dinding bronkial
          Ketidakefektifan jalan nafas

2 DS: klien mengatakan sesak nafas
DO: RR meningkat, pola nafas panjang dan dangkal, sianosis Dinding bronkus yang tersumbat oleh sekret
Suplay Oksigen ke paru menurun
hiperapnea

Gangguan pola nafas
3. DS: klien mengatakan batuk disertai adanya darah
DO: adanya darah pada sputum, Adanya infeksi pada dinding bronkial
Dinding bronkial menjadi rapuh
Perdarahan pada mukosa jalan nafas
Gangguan perfusi jaringan
3. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan produksi sekret yang berlebih
2. Gangguan pola nafas berhubungan dengan hiperapnea
3. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan akibat perdarahan mukosa jalan nafas atau adanya inflamasi
4. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan spasme bronkus oleh sekresi yang berlebihan
5. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan nenurunan nafsu makan.
6. Resiko tinggi infeksi pernapasan (pneumonia) berhubungan dengan akumulasi sekret jalan napas. (Carpenito, 2005)

 3. Rencana Keperawatan (Doengoes, 2000)
No Dx Keperawatan Tujuan dan Kriteria hasil Intervensi Rasional
1 Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan produksi sekret yang berlebih
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24jam klien mengatakan sesak nafas atau bersihan jalan nafas kembali efektif dengan kriteria hasil :

Mempertahankan jalan nafas pasein dengan bunyi nafas bersih atau jelas menunjukkan perilaku untuk memperbaiki bersihan jalan nafas misalnya batuk efektif dan mengeluarkan sekret a) Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas misalnya wheezing, ronkhi, rales
b) Kaji atau pantau frekuensi pernafasan, catat rasio inspirasi dan ekspirasi
c) Lakukan tindakan postural dranage dengan atur posisi klien sesuai dengan bagian bronkus yang terisi sekret misalnya atur posisi klien semi flowler 300 kemudian lakukan perkusi dan vibrasi.
d) Kaji pasien untuk posisi yang nyaman, misalnya peninggian kepala tempat tidur, duduk pada sandaran tempat tidur
e) Pertahankan polusi lingkungan minimun, misalnya debu, asap dan bulu bantal yang berhubungan dengan kondisi individu
Dapat membantu menilai seberapa berat derajat bronkus mengalami spasme jalan dan mengalami komplikasi.
Takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada penerimaan atau selama stress atau adanya proses infeksi akut pernafasan dapat melambat dan frekuensi ekpirasi memanjang dibanding inspirasi
Dapat mengeluarkan sekret dari segmen apical paru
Pencetus yang berhubungan dengan kondisi individu
Pencetus tipe reaksi alergi pernafasan menstringer episode akut.
2 Gangguan pola nafas berhubungan dengan hiperapnea
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24jam pola nafas kembali efektif dengan kriteria hasil :
Individu menunjukkan frekuensi pernafasan yang efektif, gejala berkurang a) Kaji penyebab yang menambah perubahan fungsi pernafasan apakah karena alergi debu
b) Anjurkan batuk efektif
c) Berikan posisi yang nyaman, misalnya meninggikan kepala tempat tidur 45 - 900
d) Anjurkan cara bernafas yang baik dan benar, misalnya pernafasan bibir atau pernafasan diafragma.
e) Pantau Tanda-tanda vital
Untuk menekan proses pembentukan sekresi oleh alergen dan dapat menghidarkan klien dari lingkungan yang tidak mendukung kesehatan
Batuk merupakan salah satu cara sebagai perlindungan paru
Posisi ini dapat mempertahankan kelancaran pola nafas
Untuk dapat melakukan upaya pernafasan
Untuk mendetaksi lebih lanjut dalam melakukan tindakan selanjutnya
3 Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan akibat perdarahan mukosa jalan nafas atau adanya inflamasi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24jam klien tidak batuk darah lagidengan Kriteria hasil :
Pemeriksaan sputum normal dengan tidak ditemukannya bakteri anaerob a) Kaji frekuensi kedalaman pernafasan, catat penggunaan otot aksesori, nafas, bibir.
b) Kaji dan awasi kulit
c) Dorongan pengeluaran sputum
d) Auskultasi bunyi nafas, catat area penurunan akibat udara atau bunyi tambahan
e) pemeriksaan sputum
Sebagai evaluasi derajat distres pernafasan dan kronising proses penyakit
Untuk mengidentifikasikan beratnya infeksi
Agar pertukaran gas pada jalan nafas menjadi lancar
Untuk mengidentifikasikan spasme bronkus atau tertahannya sekret, ronkhi, wheezing.
Untuk mengetahui adanya suatu bakteri

5. Evaluasi
1. Bersihan jalan nafas kembali efektif
2. Pola nafas klien kembali efektif
3. Perfusi jaringan normal kembali ditandai dengan tidak adanya perdarahan
4. Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi
5. Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi dengan menunjukkan BB meningkat
6. Tidak terjadi resiko infeksi pernafasan (pneumonia)


DAFTAR PUSTAKA

1. Barnes PJ : Chronic obstructive pulmonary disease. N Engl J Med 343:269,2000. ( Ulasan yang sangat baik tentang patogenesis PPOK.)
2. Ware LB, Matthay MA. Ringkasan mengenai definisi terakhir, epidemiologi, patologi, edan gambaran klinis ARDS.)
3. Buku Ajar patologi vol. 2 ed. 7 ( Bronkiektasis).
4. WWW. Google.com : Bronkiektasis.
5. Somantri, Irman. 2009. Askep pada klien dengan gangguan sistem pernafasan edisi 2 . Jakarta: Salemba Medika
6. Carpenito. L.J. 2005. Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC
7. Doengoes, M.E. 2000. Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan. Edisi3. Jakarta: EGC

Tidak ada komentar:

Posting Komentar