Makalah Bronkopnemonia

Makalah Bronkopnemonia
Disusun untuk Memenuhi Tugas Terstruktur Keperawatan
“Sistem Respirasi”
Semester IV B



Disusun oleh Kelompok 4 :


PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MAHARANI MALANG
Jl.Simp.Candi Panggung 133 Malang Telp/Fax (0341) 4345375, 7751871
Website :www.stikesmaharani.ac.id | email : Informasi@stikesmaharani.ac.id


KATA PENGANTAR

Segala  puji  syukur  kami  haturkan  kehadirat  Allah  SWT. Tuhan  Yang  Maha  Esa  yang  telah  memberikan  karunia  kepada  kami, sehingga  makalah  ini  dapat  selesai  tepat  waktu.
Pada  kesempatan  ini  kami  haturkan  terima kasih  kepada Ibu / Bapak Dosen  pembimbing  sehingga makalah  ini  dapat  tersususun. Tak  lupa  pula  kepada  teman-teman  yang terus  memberikan  motivasi  sehingga  kami dapat  menyelesaikan  makalah  ini  dengan  hasil  maksimal.
Harapan  kami, makalah  ini  dapat  bermanfaat  bagi  kita  semua. Saran  dan  kritik  yang  bersifat membangun  selalu  kami  harapkan, demi  kesempurnaan  dalam  pembuatan  makalah selanjutnya.

BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Bronkopneumonia adalah peradangan akut pada paru-paru yang mengenai satu atau beberapa lobus. Bronkopneumonia merupakan penyumbang kematian balita di dunia sekitar 1,6-2,2 juta balita dengan proporsi 19%. Masalah yang sering muncul pada klien dengan Boncopnemonia adalah tidak efektifnya bersihan jalan napas, resiko tonggi terhadap infeksi, kurang pengetahuan, intolerasnsi aktivitas, tidak efektifnya pola napas.
Hasil penelitian diperoleh trend kunjungan penderita bronkopneumonia berdasarkan data tahun 2005-2009 menunjukkan penurunan dengan persamaan garis Y= 16,6-X. Proporsi berdasarkan sosiodemografi yaitu kelompok umur 2-11 bulan 48,5%, sex ratio168%, dan Kota Medan 71,0%. Bronkopneumonia berat 28,0%, jumlah kunjungan berulang satu kali 94,1%, gizi buruk 4,2%, imunisasi tidak lengkap 82,9%, pendidikan ayah dan ibu SLTA dan Akademi/PT masing –masing 42,9% dan 42,1%, pekerjaan ayah pegawai swasta 39,1%, ibu rumah tangga 45,5%, jumlah anak orang tua tiga 60,0%, anak ke tiga 60,0%, lama rawatan rata-rata 4,70 hari, dan meninggal 4,8%.
Jika broncopnemonia terlambat didiagnosa atau terapi awal yang tidakmemadai pada broncopnemonia dapat menimbulka empisema, rusaknya jalan napas, bronkitis, maka diperlukan asuhan keperawatan secara menyeluruh yang meliputi aspek promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif untuk mencegah komplikasi yang mungkin terjadi.
Untuk itu, berdasarkan uraian diatas,  kami merasa perlu membahas dan menelaah lebih dalam mengenai penyakit broncopneumonia untuk dapat mengetahui bagaimana melakukan asuhan keperawatan  pada pasien bronkopnemonia dengan  pendekatan proses keperawatan yang benar.

1.2 Rumusan Masalah
1.. Apa definisi dari Bronkopnemonia?
2. apa saja etiologi dari Bronkopnemonia?
3.  bagaimana patofisiologi dari Bronkopnemonia?
4. apa saja manifestasi klinis dari Bronkopnemonia?
5. Bagaimana penatalaksanaan dari Bronkopnemonia?
6. Bagaimana pemeriksaan laboratorium dari Bronkopnemonia?
7. Bagaimana asuhan keperawatan dari Bronkopnemonia?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui definisi dari Bronkopnemonia?
2. Untuk mengetahui etiologi dari Bronkopnemonia?
3. 3.  Untuk mengetahui patofisiologi dari Bronkopnemonia?
4. 4. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari Bronkopnemonia?
5. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari Bronkopnemonia?
6. Untuk mengetahui pemeriksaan laboratorium dari Bronkopnemonia?
7. Untuk mengetahui asuhan keperawatan dari Bronkopnemonia?

BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Pengertian
Bronkopneumonia adalah infeksi akut dari ruang alveoli paru-paru yang berdampingan dengan bronkus yang disebabkan oleh bakteri (H. Influenza), virus, Micoplasma pnemoniae, dan Jamur.
Bronkopneumonia adalah merupakan suatu peradangan pada paru-paru yang dapat disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing.
Bronkopneumonia adalah suatu peradangan pada paru-paru yang lebih menyebar sifatnya dan melibatkan cabang tengkorak dalam paru-paru itu sendiri yang membawa udara ke sel-sel yang sangat halus (alveoli) dari paru-paru itu sendiri.

2.2 Etiologi
Secara umun individu yang terserang bronkopneumonia diakibatkan oleh adanya penurunan  mekanisme pertahanan tubuh terhadap virulensi organisme patogen. Orang  yang  normal dan sehat mempunyai mekanisme pertahanan tubuh terhadap organ pernafasan yang terdiri atas : reflek glotis dan batuk, adanya lapisan mukus, gerakan silia yang menggerakkan  kuman keluar dari organ, dan sekresi humoral setempat.
Faktor Infeksi
            - Pada neonatus : Streptocccus grup B, Respiratory Sincytial Virus (RSV).
            - Pada bayi :
Virus : Virus parainfluensa, virus influenza, Adenovirus, RSV, Cytomegalovirus.
Bakteri : Streptokokus pneumoni, Haemofilus influenza, Mycobacterium tuberculosa, Bordetella pertusis.
            - Pada anak-anak :
                        Virus : Parainfluensa, Influensa Virus, Adenovirus, RSP
                        Organisme atipikal : Mycoplasma pneumonia
                        Bakteri : Pneumococcus, Mycobakterium tuberculosa.
            - Pada anak besar – dewasa muda :
                        Organisme atipikal : Mycoplasma pneumonia, C. trachomatis
                        Bakteri : Pneumococcus, Bordetella Pertusis, M. tuberculosis.
Faktor Non Infeksi
            Terjadi akibat disfungsi menelan atau refluks esophagus meliputi :
Bronkopneumonia hidrokarbon dapat terjadi oleh karena aspirasi selama penelanan  muntah atau pemasangan selang NGT ( zat hidrokarbon seperti pelitur, minyak tanah dan bensin).
2.3 Faktor Resiko
            Faktor-faktor yang berperan dalam kejadian Bronkopneumonia adalah sebagai berikut :
1. Usia
Kebanyakan  infeksi saluran pernafasan yang sering mengenai anak usia dibawah 3 tahun, terutama bayi kurang dari 1 tahum. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa anak pada balita lebih rentan terkena penyakit bonkopneumonia dibandingkan orang dewasa dikarenakan kekebalan tubuhnya masih belum sempurna.
2. Status Gizi
Interaksi antara infeksi dan Kekurangan Kalori Protein (KKP) telah lama dikenal, kedua keadaan ini sinergistik, saling mempengaruhi, yang satu merupakan predisposisi yang lain. Pada KKP, ketahanan tubuh menurun dan virulensi phatogen lebih kuat sehingga menyebabkan keseimbangan yang tergangu dan akan terjadi infeksi, sedangkan salah satu determinan utama dalam mempertahankan keseimbangan tersebut adalah status gizi.
3. Riwayat penyakit terdahulu
Penyakit terdahulu yang sering muncul dan bertambah parah karena penumpukan sekresi yang berlebih yaitu influenza. Pemasangan selang NGT yang tidak bersih dan tertular berbagai mikrobakteri dapat menyebakan terjadinya bronkopneumonea.
4. Faktor Lingkungan Rumah
Rumah merupakan struktur fisik, dimana orang menggunakannya untuk tempat berlindung yang dilengkapi dengan fasilitas dan pelayanan yang diperlukan, perlengkapan yang berguna untuk kesehatan jasmani, rohani, dan keadaanan sosialnya yang baik untuk keluarga dan individu (WHO, 1989).
5. Kepadatan hunian (crowded)
Kepadatan hunian seperti luar ruang per orang, jumlah anggota keluarga, dan masyarakat diduga merupakan faktor resiko penularan pneumonia.
6. Status sosiol ekonomi
Kepadatan penduduk dan tingkat sosioekonomi yang rendah mempunyai hubungan yang erat dengan kesehatan masyarakat.

2.4 Manifestasi klinis
Manifestasi klinis yang ditemukan pada klien pemderita bronkopneumonia adalah
1. Penyakit ini umumnya timbul mendadak, suhu naik sampai 39-40° C disertai menggigil.
2. Nafas menjadi sesak dan cepat.
3. Batuk-batuk yang mula-mula non produktif tetapi kemudian menjadi produktif. ( mula-mula terjadi purulen kemudian bisa menjadi hemoptisis)
4. Nafas berbunyi pada anak-anak jelas tampak pernafasan cuping hidung.
5. Bila mengenai pleura, timbul nyeri dada yang tajam.

2.5 Patofisiologi
Bronchopneumonia selalu didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas yang disebabkan oleh bakteri staphylococcus, Haemophillus influenzae atau karena aspirasi makanan dan minuman.Dari saluran pernafasan kemudian sebagian kuman tersebut masukl ke saluran pernafasan bagian bawah dan menyebabkan terjadinya infeksi kuman di tempat tersebut, sebagian lagi masuk ke pembuluh darah dan menginfeksi saluran pernafasan dengan ganbaran sebagai berikut:
1. Infeksi saluran nafas bagian bawah menyebabkan tiga hal, yaitu dilatasi pembuluh darah alveoli, peningkatan suhu, dan edema antara kapiler dan alveoli.
2. Ekspansi kuman melalui pembuluh darah kemudian masuk ke dalam saluran pencernaan dan menginfeksinya mengakibatkan terjadinya peningkatan flora normal dalam usus, peristaltik meningkat akibat usus mengalami malabsorbsi dan kemudian terjadilah diare yang beresiko terhadap gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.
2.6 Penatalaksanaan
Pengelolahan pneumonia harus berimbang dan memadai, mencakup :
1. Tindakan umum ( general suportif )
2. Koreksi kelainan tubuh yang ada
3. Pemilihan antibiotik
Bila keadaan klinis baik dan tidak ada indikasi rawat inap dapat diobati di rumah.
Penatalaksanaan rawat jalan
1. Pengobatan suportif / simtomatik
a. Istirahat di tempat tidur
b. Minum secukupnya untuk mengatasi dehidrasi
2. Bila panas tinggi perlu dikompres atau minum obat penurun panas
3. Bila perlu dapat diberikan mukolitik  dan ekspektoran
4. Pengobatan antibiotik harus diberikan ( sesuai bagan ) kurang dari 4 jam
Penatalaksanaan rawat inap
o Pengobatan suportif / simtomatik
1. Pemberian terapi oksigen
2. Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi kalori dan elektrolit
3. Pemberian obat simtomatik antara laim antipiretik, mukolitik
4. Pengobatan antibiotik harus diberikan ( sesuai bagan ) kurang dari 4 jam
Penatalaksanaan rawat inap di ruang rawat intensif
o Pengobatan suportif / simtomatik
1. Pemberian terapi oksigen
2. Pemasangan infus untuk rehidrasi, koreksi kalori & elektrolit
3. Pemberian obat simtomatik antara lain antipiretik, mukolitik
4. Pengobatan antibiotik harus diberikan ( sesuai bagan ) kurang darti 4 jam
2.8 Pemeriksaan fisik
1. Inspeksi / palpasi : sisi hemitoraks yg sakit tertinggal
2. Palpasi / Perkusi / Auskultasi
3. tanda-tanda konsolidasi  : suara meningkat, suara napas bronchial, suara bisik,
Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan dahak
1. Usahakan bebas dari kontaminan dengan berbagai cara
2. Sputum dicuci dg garam faali, diambil sputum yang mengandung darah dan nanah
3. kavum orofaring  dibersihkan dulu dengan cara berkumur
4. aspirasi trakeal
5. memakai bronkosokopi
6. Fungsi transtorakal
7. spesimen yg diperoleh lalu dilakukan pengecatan gram dan  kultur

Pemeriksaan darah
1. Umumnya lekositosis ringan sampai tinggi
2. Hitung jenis bergeser ke kiri ( shift to the left)
3. LED dapat juga tinggi
4. Kultur darah dapat positif 20-25 %  pada penderita yang tidak diobati
Analisa gas darah arteri : asidosis metabolic dengan atau tanpa retensi
Foto thorax PA/lateral
1. Abnormalitas radiologis pada pneumonia disebabkan  karena pengisian alveoli oleh cairan radang  berupa :  opasitas / peningkatan densitas ( konsolidasi ) disertai dengan gambaran air bronchogram
2. Bila di dapatkan gejala klinis pneumonia tetapi gambaran radiologis negatif, maka ulangan foto toraks  harus diulangi dalam 24-48 jam untuk menegakkan diagnosis.
3. Terdapat bercak-bercak infiltrat pada satu atau beberapa lobus

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
a. Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber, untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien
b. Biodata klien meliputi : nama, tempat tanggal lahir, jenis kelamin, anak keberapa, agama/suku, pendidikan, alamat, dan penanggung jawab serta hubungan dengan klien.
c. Riwayat kesehatan
1)     Riwayat kesehatan sekarang : kaji keluhan klien, kapan mulai tanda dan gejala, faktor yang mempengaruhi, apakah berhubungan dengan stres atau keluhan fisik, apakah ada upaya-upaya yang dilakukan.
2)     Riwayat kesehatan masa lalu : berupa penyakit dahulu yang pernah diderita, dan hubungannya dengan keluhan sekarang.
3)    Riwayat alergi : apakah ada reaksi alergi terhadap suatu zat-zat terutama seperti obat atau makanan.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama dengan klien.
e. Struktur keluarga/genogram
f. Pengkajian fisik dan pola kesehatan
1)    Aktifitas atau istirahat
Gejala        : Kelemahan, kelelahan, insomnia.
Tanda        : Letargi.
Penurunan  toleransi terhadap aktifitas
2)    Sirkulasi
Gejala        : Riwayat adanya gejala kronis takikardi.
Tanda        : Takikardia.
          Penampilan kemerahan atau pucat.
3)    Integritas ego
Gejala        : Banyaknya stressor, masalah finansial.
4)    Makanan atau cairan
Gejala        : Kehilangan nafsu makan, mual/muntah.
Tanda        : Distensi abdomen.
Hiperaktif bunyi usus.
Kulit kering dengan turgor buruk.
5)    Neuro sensorik
Gejala        : Sakit kepala daerah Frontal (influenza).
Tanda        : Perubahan mental ( bingung, samnolen).
6)    Nyeri atau kenyamanan
Gejala        : Sakit kepala
  Nyeri dada (pleuritik),meningkat oleh batuk
Tanda    :  Melindungi area yang sakit
7)    Pernapasan
Gejala    : Takipnea, Dispnea progresif, pernapasan dangkal                                        
Tanda    :  Sputum : Merah muda, berkarat, atau purulen.                             Perkusi : Pekak diatas area yang konsolidasi.
Fremitus : Taktil dan vocal bertahap meningkat
Bunyi napas : menurun atau tidak ada diatas area yang terlibat
Warna : pucat atau sianosis bibir/kuku.
8)    Keamanan
Gejala        :  Riwayat gangguan sistem imun, misalnya AIDS, Demam (misal, 38,5-39,60 C).
Tanda        :  Berkeringat, menggigil berulang, gemetar. ( Doenges, 1999. hal.164).

3.2 Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan peningkatan kerja pernafasan, retensi   O2
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif beerhubungan dengan peningkatan sekresi mucus
3. Resiko tinggi gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan retensi CO2 dan hipoksemia
4. Resiko tinggi volume cairan kurang berhubungan dengan peningkatan suhu tubuh, takhipnea, diaporesis
5. Resiko tinggi nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan ddispnea saat makan, muntah saat batuk
6. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan retensi CO2, takhipnea, hipoksemia

3.3 Intervensi

1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler alveolar, pensingkatan kerja pernafasan, retensi O2
Tujuan:
Pasien menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan
Kriteria evaluasi
RR, GDA dalam batas normal pada anak sesuai umur
Intervensi
1. Longgarkan pakaian anak/bayi.
Rasional: Mengurangi hal yang memperberat pernafasan klien.
2. Kaji frekunsi, kedalaman dan kemudahan bernafas.
Rasional: Manifestasi distress pernafasan tergantung pada derajat keterlibatan paru dan status kesehatan umum.
3. Obsevasi warna kulit, membran mukosa, kuku dan catat adanya sianosis perifer.
Rasional: Sianosis kuku menunjuukan vaasokontriksi atau respon tubuh demam/menggigil.
4. Kaji status mental klien.
Rasional: Respon gelisah, mudah tersinggung, bingung dan somnolen menunjukkan adanya hipoksemia /penurunan oksigen cerebral.
5. Observasi frekuensi irama jantung.
Rasional: Takhikardi meerupakan respon hipoksemia dan dapat pula akibat demam/dehidrasi.
6. Observasi suhu tubuh, jika terjadi kenaikan suhu beeri kompres dingin/hangat.
Rasional: Suhu yang tinggi dapat meningkatkan kebutuhan metabolismedan mengganggu oksigenasi seluler.
7. Pertahankan istirahat tidur. Bila anak kooperative ajarkan teknik relaksasi.
Rasional : Mencegah terlalu lelah dan menurunkan kebutuhan konsumsi oksigen dalam masa perbaikan infeksi.
8. Atur posisi semi fowler/fowler (pada bayi: baringkan dengan kepala ektensi dengan mengganjal di bawah bahu).
Rasional: Dengan inspirasi maksimal dapat meningkatkan pemenuhan O2.
Kolaborasi :
i.      Beri terapi oksigen secara benar dengan dosis 2L/menit.
Rasional : mempertahankan PaO2
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif beerhubungan dengan peningkatan sekresi mukus.
Tujuan
Anak menunjukkan ventilasi yang adekuat.
Kriteria evaluasi
RR, saturasi O2, GDA normal pada anak sesuai umur, suara paru bersih/tidak ada suara tambahan.
Intervensi mandiri:
1. Monitor frekuensi/kedalaman nafas, dan gerakan dada.
Rasional : Takhpinea, nafas dangkal dan gerakan dinding dada tidak simetris menunukkan adanya cairan paru/ketidaknyamanan.
2. Auskultasi area paru, catat adanyqa penurunan/tidak ada aliran udara dan bunyi nafas mengi.
Rasional : Penurunan udara pada area konsolidasi dengan cairan. Bunyi nafas mengi sebagai respon adanya akumulasi skret kental pada jalan nafas.
3. Berikan cairan hangat sesuai kebutuhan anak/bayi bila tidak ada kontra indikasi.
Rasional : cairan yang cukup dan hangat dapat mengencerkan secret.
4. Isaplah lendir dengan sering bila saat lendir terlihat di mulut dan akan diberi minum.
Rasional: Mencegah terjadinya aspirasi.
5. Ajarkan batuk efektif dan nafas dalam bila anak kooperatif.
Rasional: Nafas dalam memudahkan ekspansi paru dan batuk efektif membantu mengeluarkan secret secara alami.
Intervensi Kolaborasi:
6. Pemberian nebulizer, fisioterapi dada dan postural drainase bila lendir banyak (caranya: bayi dibaringkan tengkurap, didepannya letakkan handuk sebagai alas, ganjal perut dengan guling sehingga posisi kepala lebih rendah kemudian lakukan tepukan dengan kedua tangan yang dicekungkan dipunggung bayi secara ritmik sambil sering diusap lendirnya dari hidung dan mulut, lakukan tindakan ini selama 5-10 menit pada pagi dan sore, bila lendir sudah berkurang lakukan pagi hari saja) serta awasi efeknya.
Rasional: Memudahkan pengenceran dan pembuangan secret dan jika postural drainase tidak efektif dapat menyebabkan penumpukan eksudat alveolar.
7. Ubah posisi anak dan lakukan perkusi punggung.
Rasional: Meningkatkan mobilisasi secret sehingga mudah diisap lendirnya.
8. Berikan obat sesuai indikasi: mukolotik, ekspektoran, bronkhodilator, analgesik.
Rasional: Menurunkan spasme bronkus dengan mobilisasi secret. Analgesik dapat menguraangi ketidaknyamanan akibat batuk.
9. Berikan cairan intra vena sesuai dan O2 sesuai terapi.
Rasional: Mengganti cairan yang hilang dan untuk mobilisasi secret.
10. Observasi hasil foto thoraks, GDA dan nadi.
Rasional : Mengevaluasi kemajuan dan efek proses penyakit serta tindakan selanjutnya.
3.  Resiko tinggi gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan retensi CO2 dan hipoksemia
Tujuan
Pasien mampu mempertahankan fungsi semua organ
Kriteria Evaluasi
Status mental klien tidak ada penurunan, sianosis tidak ada, extremitas tidak dingin.
Intervensi:
1. Kaji bunyi nafas tiap 4 jam dan setelah pengisapan atau terapi inhalasi.
Rasional: Mengetahui perkembangan fungsi pernafasan klieen.
2. Kaji status mental tiap 4 jam dan kalau perlu.
Rasional: Perubahan/ status mental menunjukkan adanya penurunan oksigenasi ke otak.
3. Kaji nadi perifer dan kapilari reffil tiap 4 jam.
Rasional: Penurunan nadi perifer dan kapilari reffil merupakan indikasi penurunan perfusi jaringan.
4. Monitor out put urine dan laporkan bila kurang dari 30 cc/jam.
Rasional: Penurunan produksi urine merupakan indikasi peerfusi jaringan ke ginjal tidak adekuat.
5. Monitor adanya distensi abdomen, nyeri tekan di hepar.
Rasional: Mengetahui secara dini adanya gangguan hepar akibat penurunan perfusi jaringan.
6. Monitor haasil laboratorium : Hematokrit, elektrolit, kreatinin dan fungsi hati.
Rasional: Mendeteksi dini bila terjadi gangguan pada organ lain.
4.  Resiko tinggi volume cairan kurang berhubungan dengan peningkatan suhu tubuh, takhipnea, diaporesis
Tujuan
Anak menunjukkan sign dan symptom keseimbangan cairan.
Kriteria Evaluasi:
Turgor kulit cukup, intake dan out put seimbang, produksi urine dalam batas normal, membran mukosa lembab, pengisian kapiler cepat, TTV normal.
Intervensi:
1. Observasi TTV, terutama suhu tiap jam, adanya peningkatan suhu yang lama, takhikardia, hipotensi ortostatik.
Rasional: Pasien BP sewaktu-waktu dapt terjadi hiperpireksia,peningkatan suhu tubuh meningkatkan laju metabolic dan kehilangan cairan melalui evaporasi. TD ortostatik dan peningkatan takhikardia menunjukkan kekurangan cairan sistemik.
2. Berikaan kompres dingin.
Rasional: Menurunkan suhu tubuh dengan cara konduksi, sehingga dapat menurunkan laju metabolic.
3. Kaji turgor kulit, kelembaban mukosa (bibir, lidah).
Rasional: Indikator langsung adekuatnya volume cairan.
4. Pantau intake ouput cairan, hitung keseimbangan cairan. Waspadai kehilangan cairan tak tampak, timbang BB sesuai indikasi.
Rasional: Memberikan informasi tentang adekuatnya volume cairan dan kebutuhan penggantian cairan.
5. Bila bayi maasih minum ASI, anjurkan ibu untuk meneteki saat bayi tidak sesak dan saat menetek beri tahu ibu untuk sering-sering mengeluarkan putting.
6. Rasional: Memenuhi kebutuhan cairan bayi dan mempertahankan hubungan antara ibu dan anak serta memberikan kesempatan bayi bernafas..
Kolaborasi:
7. PaspalphaBeri obat sesuai indikasi (antiemeetik, antipiretik).
Rasional: berguna menurunkan kehilangan cairan.
8. Beri cairan IV tambahan sesuai kebutuhan (glukosa 5% dan NaCl  0,9% dengan perbandingan 3:1 ditambahkan KCL 10 mEq/500 ml/botol infus).
Rasional: Mencegah dehidrasi dan kekurangan kalori.

5. Resiko tinggi nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan dispnea saat makan, muntah saat batuk
Tujuan
Nutrisi terpenuhi secara adekuat.
Kriteria Evaluasi
Menunjukkan peningkatan nafsu makan dan BB meningkat/dapat dipertahakan.
Intervensi:
1. Identifikaasi penyebab penurunan nafsu makan.
Rasional: Pilihan intervensi tergantung dari penyebab masalah.
2. Berikan makanan dengan porsi kecil tapi sering dan makanan sesuai kesukaan anak bila tanpa kontra indikasi.
Rasional: Meningkatkan masukan makanan meskipun nafsu makan mungkin lambat untuk kembali.
3. Bila bayi/anak masih minum ASI, motivasi ibu untuk meneteki saat bayi tadak sesak  dan anjurkan untuk sering mengeluarkan putingnya. Bila bayi belum bisa menetek, ASI harus dipompa dan berikan pada bayi pakai sendok.
Rasional: Memenuhi kebutuhan nutrisi anak/bayi, mempertahankan hubungan bayi dan ibu, memberikan kesempatan bayi bernafas.
4. Bila anak/bayi minum susu formula, berikan pakai sendok dan jika keadaan membaik coba berikan dengan dot dan harus sering dicabut.
Rasional: Memenuhi kebutuhan nuttrisi bayi, mencegah terjadinya sesak.
5. Berikan susu 1 botol 2-3 kali dengan istirahat ¼ jam.
Rasional: mencegah kelelahan pada anak/bayi.
6. Jika terpaksa dengan personde berikaa 2-3 kali.
Rasional: Lambung yang mendadak peenuh menyebabkan sesak nafas.
7. Obsevasi status nutrisi umum dan timbang BB.
Rasional: Adanya kondisi kronis atau keterbatasan keuangan dapat menimbulkan malnutrisi, rentan infeksi dan respon terhadap terapi lambat.

6. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan retensi CO2, takhipnea, hipoksemia
Tujuan
Anak menunjukan peningkatan kemampuan aktifitas seperti sebelum sakit.
Kriteria Evaluasi
Saturasi O2 dan TTV dalam batas normal, tidak ada dispnea, kelemahan berlebihan dan anak mampu melakukan aktifitas sesuai kemampuan.
Intervensi:
1. Evaluaasi respon anak terhadap aktifitas. Catat adanya dispnea, peningkatan kelelahan dan peerubahan TTV selama aktifitas.
Rasional: Menetapkan kemampuan/kebutuhan pasien dan memudahkan pilihan intervensi.
2. Upayakan anak untuk istirahat yang cukup dan aktifitas sesuai kemempuan.
Rasional: Mencegah kelelahan.
3. Beri lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung selama fase akut.
Rasional: menurunkan stress, rangsangan berlebihan dan meningkatkan istirahat.
4. Bantu anak memilih posisi yang nyaman untuk istirahat.
Rasional: posisi tidur yang nyaman akan menyeimbangkan kebutuhan O2,
5. Motivasi dan libatkan keluarga dalam perawatan anak.
Rasional: Meminimalkan kelelahan dan mengurangi stress pada anak dengan dekat orang tua/keluarga.


DAFTAR PUSTAKA
Carpenito. Lynda Juall. 2000, Diagnosa Keperawatan. EGC.Jakarta
Doenges. Marillyn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. EGC. Kakarta
Mansjoer, Arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran edisi ketiga Jilid 2. FKUI, Jakarta
Ngastiyah. 1995. Perawatan Anak sakit.Jakarta:EGC.
Suriadi dan Rita Yuliani, 2001, Asuhan Perawatan pada Anak, Fajar Interpratama, Jakarta
Staff Pengajar IKA FKUI. 1985. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: FKUI.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar